Ingatkan Jangan Obral Nikel, Timnas AMIN: Harus Bermental Superpower

Jakarta, IDN Times - Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) membandingkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan posisi Indonesia dalam komoditi nikel.
Dewan Pakar Timnas AMIN, Wijayanto Samirin menyebutkan bahwa OPEC menguasai 30 persen minyak dunia, namun mereka memiliki pendekatan yang hati-hati untuk mencegah oversupply. OPEC berperan sebagai kekuatan besar yang memahami pentingnya mengatur pasokan agar harga tetap stabil.
Timnas AMIN berpandangan bahwa Indonesia, khususnya dalam komoditas nikel, perlu memahami dan mengadopsi mentalitas serupa sebagai superpower. Pihaknya mengingatkan bahwa meskipun oversupply mungkin membawa keuntungan dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerugian karena membuat harga jatuh.
“Kita superpower nikel, kalau harga nikel dunia bermasalah, siapa yang paling bertanggungjawab? Kita. Jadi mentalitas superpower itu harus kita miliki,” kata dia dalam Diskusi Katadata Forum Pasca Debat Keempat Pilpres 2024-2029, Kamis (25/1/2024).
1. Indonesia seharusnya bisa mengontrol harga nikel global

Dia menekankan bahwa dalam konteks nikel, Indonesia harus menyadari posisinya sebagai superpower karena menguasai sekitar 50 persen dari produksi nikel secara global.
Kekuasaan besar dalam produksi komoditas tersebut memberikan Indonesia pengaruh yang signifikan terhadap masa depan, dinamika pasar, dan perkembangan harga di tingkat global.
“Indonesia menguasai hampir 50 persen produksi nikel. Artinya, masa depan, dinamika, perkembangan harga sektor itu ada di tangan Indonesia,” sebutnya.
2. Indonesia jangan aji mumpung karena punya banyak nikel

Wijayanto menyebut, dalam periode 2015 hingga 2022, ketika konsumsi terhadap nikel naik sebanyak 1,1 juta ton, produksi meningkat sebanyak 1,47 juta ton, dengan hampir 100 persen kontribusi dari Indonesia.
Dia mengaitkannya dengan prinsip dasar ekonomi, yaitu penawaran dan permintaan (supply and demand). Jika pertumbuhan permintaan lebih rendah dari penawaran, maka harga otomatis turun.
“Nikel lebih berfluktuasi dan menunjukkan tren penurunan yang lebih dramatis dari komoditas-komoditas yang lain,” sebutnya.
Oleh karena itu, pihaknya menyuarakan perlunya memiliki mentalitas sebagai superpower dalam mengelola dan memahami dampak dari perubahan harga nikel dunia.
“Jangan sampai kita aji mumpung, cepet-cepetan ngeduk, cepet-cepetan ekspor, industri rusak. Jadi yang harus kita kembangkan, salah satunya adalah mentalitas superpower di bidang nikel,” tuturnya.
3. Indonesia harus hati-hati dengan kejatuhan harga komoditas termasuk nikel

Wijayanto membahas dominasi komoditas dalam ekspor Indonesia, terutama dari 2010. Dia menyatakan bahwa sekitar 60-65 persen dari ekspor Indonesia adalah komoditas atau Produk Terkait Komoditas. Sekitar 40 persen dari ekspor itu didominasi oleh 6 sektor, termasuk CPO, batu bara, migas, nikel, tembaga, dan sejenisnya.
Hal itu menggambarkan bahwa Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas tersebut. Sejalan dengan itu, dia menyampaikan peringatan bahwa kondisi nilai tukar rupiah dan situasi makroekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dunia.
Meskipun saat ini Indonesia mungkin mengalami surplus perdagangan karena harga komoditas yang baik, dia memperingatkan untuk bersiap-siap menghadapi tekanan ekonomi jika harga komoditas turun.
“Jadi, ketika kita sekarang menikmati trade surplus, ya karena harga komoditi sedang baik, tapi harus bersiap-siap ketika winter is coming, komoditi harganya turun, nah kita akan berada dalam tekanan,” ucap dia.