Inggris Batalkan Tuntutan Data Pengguna Apple

- Apple ambil langkah tegas lawan tuntutan Inggris dengan menghentikan fitur Advanced Data Protection (ADP) di Inggris sejak Februari 2025.
- Kebijakan ini membuat pelanggan baru di Inggris tidak bisa lagi mengaktifkan perlindungan enkripsi menyeluruh untuk layanan seperti iCloud Drive, foto, catatan, atau pengingat.
- Aktivis sambut positif keputusan Inggris Keputusan Inggris mundur dari rencana tersebut disambut baik oleh kelompok pegiat privasi.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Inggris memutuskan untuk membatalkan rencananya mengakses data terenkripsi pengguna Apple di seluruh dunia. Informasi ini diungkapkan oleh Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS), Tulsi Gabbard, lewat unggahan di X.
Keputusan ini mengakhiri konflik panjang yang melibatkan Apple, pemerintah Inggris, dan sejumlah pemimpin AS termasuk Presiden Donald Trump serta Wakil Presiden AS JD Vance.
Pada Desember 2024, Kementerian Dalam Negeri Inggris mengeluarkan perintah berdasarkan Investigatory Powers Act (IPA) agar Apple membuka akses data global untuk mendukung penyelidikan kejahatan serius. Apple menolak perintah tersebut dan menegaskan komitmennya pada privasi pengguna.
“Kami tidak pernah membangun pintu belakang atau kunci utama untuk produk atau layanan kami, dan kami tidak akan pernah melakukannya,” kata Apple, dikutip dari BBC.
1. Apple ambil langkah tegas lawan tuntutan Inggris

Sebagai respons terhadap perintah itu, Apple menghentikan fitur Advanced Data Protection (ADP) di Inggris sejak Februari 2025. Kebijakan ini membuat pelanggan baru di Inggris tidak bisa lagi mengaktifkan perlindungan enkripsi menyeluruh untuk layanan seperti iCloud Drive, foto, catatan, atau pengingat. Kondisi tersebut meninggalkan pengguna di Inggris tanpa perlindungan tingkat tinggi terhadap risiko kebocoran data.
Selain itu, Apple juga menempuh jalur hukum untuk menggugat arahan pemerintah Inggris. Gugatan ini awalnya bersifat rahasia, namun kemudian terungkap setelah keputusan pengadilan, dengan sidang dijadwalkan berlangsung pada awal 2026. Hingga kini, belum jelas apakah kasus hukum ini akan terus berjalan atau Apple akan kembali mengaktifkan ADP menyusul perubahan kebijakan dari pemerintah Inggris.
2. Aktivis sambut positif keputusan Inggris

Keputusan Inggris mundur dari rencana tersebut disambut baik oleh kelompok pegiat privasi. Sam Grant dari Liberty, organisasi hak sipil di Inggris, menyebut langkah itu sangat disambut baik sekaligus memperingatkan bahwa pintu belakang untuk data terenkripsi akan menjadi langkah sembrono dan berpotensi melanggar hukum yang bisa membahayakan aktivis, politisi, dan kelompok minoritas. Pernyataan ini menekankan risiko besar jika akses data diberikan tanpa batas.
Dilansir dari Al Jazeera, John Pane, ketua Electronic Frontiers Australia (EFA), menyebut kebijakan baru Inggris sebagai kemenangan besar untuk privasi digital. Ia memperingatkan bahwa akses semacam itu bisa disalahgunakan oleh peretas maupun rezim otoriter.
Rebecca Vincent dari Big Brother Watch mengingatkan bahwa kewenangan luas dalam Investigatory Powers Act tetap menjadi ancaman bagi privasi pengguna dan menyerukan reformasi untuk melindungi data pribadi.
3. Inggris-AS terus jalin kerja sama keamanan data

Kementerian Dalam Negeri Inggris menekankan komitmen lama mereka dalam kerja sama keamanan dengan AS. Melalui Data Access Agreement, kedua negara berbagi data untuk penegakan hukum dengan mekanisme perlindungan ketat bagi warga sipil.
“Kami akan selalu mengambil semua tindakan yang diperlukan di tingkat domestik untuk menjaga keamanan warga negara Inggris,” tambah pihak kementrian, dikutip dari The Guardian.
Meski kebijakan berubah, sejumlah pakar masih menyoroti ancaman yang terkandung dalam Investigatory Powers Act. Jim Killock dari Open Rights Group memperingatkan bahwa kewenangan pemerintah Inggris untuk melemahkan enkripsi tetap mengancam keamanan pengguna. Hingga kini, masih dipertanyakan apakah arahan itu akan sepenuhnya dicabut atau justru diubah hanya untuk mencakup data warga Inggris, langkah yang dinilai rumit secara teknis dan bisa dimanfaatkan negara lain untuk menuntut celah serupa.