Janji Penyelamatan Cuma Omon-Omon, Nasib Buruh Sritex di Persimpangan
- Nasib karyawan Sritex di persimpangan, upaya going concern tidak terjadi hingga 45 hari setelah status pailit dijatuhkan PN Semarang.
- Kurator diminta izin going concern agar aktivitas tetap berjalan, tapi bahan baku habis, produksi berhenti, dan rekening bank diblokir kurator.
Jakarta, IDN Times - Nasib para karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex berada di persimpangan setelah upaya going concern tidak terjadi hingga 45 hari sejak status pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Untuk diketahui, kurator serta hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk mengurusi kepailitan ini diminta pengusaha memberikan izin going concern agar Sritex tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Permintaan itu sekaligus sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung (MA) agar keberlangsungan kerja pekerja tetap terjaga dan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Namun, apa yang menjadi harapan karyawan saat ini di hari ke 45 sejak putusan pailit tanda-tanda going concern itu tidak terjadi. Bahan baku di pabrik sudah berangsur habis, mesin banyak yang stop, produksi berhenti, dan karyawan nasibnya tidak jelas. Belum lagi informasi yang kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator. Lantas bagaimana dengan pembayaran gaji kami?" tutur Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (8/12/2024).
1. Rencana mediasi kurator dan pihak Sritex

Slamet menambahkan, para karyawan Sritex kecewa dengan sikap kurator. Selain karena tidak kunjung melaksanakan going concern seperti yang diminta, kurator membatalkan mediasi dengan pengusaha Sritex.
Padahal, Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker), Immanuel Ebenezer telah bersedia menjadi mediator antara pengusaha dan kurator guna membicarakan going concern tersebut. Slamet mengklaim, hal itu sudah sesuai dengan permintaan kurator.
"Namun, rencana mediasi tersebut batal dikarenakan kurator sendiri yang membatalkan. Mengetahui hal tersebut kami merasa sangat kecewa, benar-benar kecewa kepada kurator. Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada merasa tanggung jawabnya," ujar Slamet.
2. Pemerintah diminta lebih serius pikirkan nasib pekerja Sritex
Slamet lantas menyampaikan pesan kepada pemerintah untuk lebih serius lagi memikirkan kelangsungan nasibnya dan kawan-kawan lain yang bekerja di Sritex.
Slamet sendiri mengakui negara telah hadir untuk para buruh Sritex, tapi apa yang para pekerja Sritex inginkan seperti kelangsungan kerja belum juga terwujud karena ulah segelintir orang yang hanya berlindung atas nama hukum.
"Kalau ini terus dibiarkan maka bukan tak mungkin akhir tahun 2024 ini di masa awal Pemerintahan Prabowo akan menjadi kelam karena semakin bertambahnya kasus PHK karena ketidakberdayaan negara terhadap oknum yang bermain untuk menghancurkan industri atas nama hukum," beber Slamet.
3. Kurator wajib bertanggung jawab atas going concern yang tidak lekas dilakukan

Meski begitu, Slamet masih berharap dan sangat yakin terhadap Presiden Prabowo Subianto yang terus memerhatikan permasalahan pekerja Sritex. Namun, kata Slamet, para pekerja Sritex sangat berharap keberlangsungan kerjanya segera dilanjutkan lantaran ada keluarga-keluarga yang butuh biaya hidup.
"Gaji harus tetap diberikan dan kurator wajib bertanggung jawab untuk ini. Belum lagi ancaman pemutusan PLN karena tidak bisa membayar akibat rekening perusahaan diblokir kurator. Ini semakin menambah geram kami dan suasana akan makin mencekam," tutur dia.
"Apakah akan ada sejarah yang mencatat jika pembunuh buruh Sritex adalah para kurator yang menangani kepailitan Sritex ini jika tidak segera memberikan kepastian akan going concern," imbuh Slamet.