Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kaleidoskop 2024: Stamina Rupiah Diuji, Sempat Tembus Rp16.400-an/US$

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)
ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Rupiah melemah hingga Rp16.300 per dolar AS di awal 2024
  • Pelemahan dipengaruhi kebijakan moneter the Fed, defisit neraca perdagangan, dan aliran modal internasional
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketidakpastian global memberikan dampak signifikan pada fluktuasi nilai tukar atau kurs rupiah, yang kian meningkat sepanjang 2024. Bahkan menuju pengujung tahun ini, mata uang Garuda kembali menembus level Rp16.000-an per dolar Amerika Serikat (AS).

Data Bloomberg menunjukkan, rupiah pada 2 Januari 2024 dibuka melemah 41 poin atau 0,27 persen ke level Rp15.440 per dolar AS. Sementara pada penutupan Selasa (24/12/2024), rupiah menguat tipis 6,5 poin atau 0,04 persen ke Rp16.190 per dolar AS.

Dengan demikian, rupiah sejak 2 Januari hingga 24 Desember 2024 mengalami depresiasi nyaris 5 persen atau tepatnya 4,86 persen. 

1. Rupiah mulai melemah sejak awal tahun

Seorang warga menunjukkan uang Rupiah kertas Tahun Emisi 2022 usai menukarkan di mobil kas keliling Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Gorontalo di Kota Gorontalo, Gorontalo, Jumat (19/8/2022). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Seorang warga menunjukkan uang Rupiah kertas Tahun Emisi 2022 usai menukarkan di mobil kas keliling Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Gorontalo di Kota Gorontalo, Gorontalo, Jumat (19/8/2022). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Pada awal 2024, rupiah berada di bawah tekanan akibat kebijakan moneter yang agresif dari bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) karena suku bunga yang tetap tinggi meski inflasi AS sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan dan untuk menghindari lonjakan harga lebih lanjut.

Di saat the Fed berfokus pada upaya mengendalikan inflasi di AS, dolar AS menguat menekan rupiah, dan memperburuk neraca perdagangan Indonesia yang sudah mengalami defisit. Meski demikian, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, posisi rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang kawasan regional, seperti ringgit Malaysia, bath Thailand, dan won Korea Selatan. 

Perry menyampaikan, stabilnya nilai tukar rupiah didukung oleh kebijakan stabilisasi BI dan kembali masuknya aliran modal asing. Hal ini sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan tetap positifnya prospek ekonomi Indonesia.

"Nilai tukar rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar AS," ucapnya, beberapa waktu lalu. 

Pada Januari 2024, nilai tukar rupiah sempat melemah di kisaran Rp15.800-an per dolar AS. Pelemahan ini lebih dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap kemungkinan kenaikan lebih lanjut suku bunga the Fed, serta kecenderungan para investor untuk mencari aset yang lebih aman (safe haven) di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Dampak lanjutan dari kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari the Fed mempengaruhi aliran modal internasional, menyebabkan dolar AS menguat di pasar global. Hal ini memperburuk kondisi negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang bergantung pada impor energi dan barang-barang modal.

2. Rupiah sempat nyaris tembus Rp16.500 per dolar AS

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)
ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)

Sementara itu, bagi dunia usaha, volatilitas rupiah ini membebani karena mengerek biaya produksi. Apalagi, bagi industri yang masih bergantung pada bahan baku impor seperti manufaktur.

Akibatnya, pengusaha industri akan merogoh kocek lebih dalam hanya untuk belanja bahan baku saja yang notabene-nya dari impor sehingga pelaku usaha memerlukan rupiah stabil.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, level nilai tukar rupiah saat ini tidak kompetitif bagi pelaku usaha. 

"Pelemahan rupiah sangat memberatkan pelaku usaha dan akan menciptakan kenaikan biaya overhead produksi bila dibiarkan terlalu lama, khususnya kalau terjadi lebih dari sebulan," ujarnya. 

Di sisi lain, melemahnya rupiah terhadap dolar AS bisa menyebabkan imported inflation karena kenaikan harga energi, biaya bahan baku, dan logistik. Imported inflation merupakan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor. Inflasi ini dapat terjadi ketika negara pengimpor mengalami kenaikan biaya produksi barang yang mereka ekspor. 

"Selain itu, di sisi konsumen pasti akan ada inflasi karena tidak semua pelaku usaha bisa menahan kenaikan overhead cost yang disebabkan oleh penggelembungan beban impor input produksi. Kami perkirakan dalam 1-3 bulan ke depan akan  menambah beban inflasi harga pasar jadi kondisi ini akan berdampak negatif secara luas," tutur Shinta. 

Ketidakpastian global dan pasar keuangan yang meningkat pun berlanjut hingga bulan berikutnya. Pada Februari 2024, rupiah tembus level Rp15.623 per dolar AS, dan saat itu Indonesia tengah menjalani pesta demokrasi yang ikut menjadi penyebab arah pergerakan rupiah melemah. 

Meski begitu, pascapemilu presiden dan wakil presiden berakhir, nilai tukar rupiah pun bergerak menguat yang diimbangi oleh data eksternal, khususnya dari AS yang tidak lebih baik dibandingkan Januari 2024. Selain itu, penguatan ini didorong oleh melonjaknya ekspor komoditas serta intervensi yang dilakukan oleh BI untuk menjaga kestabilan nilai tukar.

Namun pada pertengahan Juni, rupiah kembali terpuruk. Pada 18 Juni 2024, rupiah nyaris menyentuh level Rp16.500 per dolar AS. Data Google Finance menunjukkan rupiah saat itu ambruk ke level Rp16.451,6 per dolar AS.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto mengatakan, melemahnya rupiah disebabkan oleh sentimen global yang kurang kondusif.

"Sehingga hampir semua mata uang Asia juga mengalami pelemahan, ditambah ada sentimen yang di-trigger oleh rumor terkait kebijakan fiskal ke depan," ujar Edi kepada IDN Times, Selasa (18/6).

Setelah itu, rupiah perlahan menguat. Namun pada 21 Juni, data Bloomberg menunjukkan, rupiah kembali melemah, mata uang Garuda dibuka terkoreksi ke level Rp16.471,5 per dolar AS, dan mengakhiri pekan ketiga Juni pada posisi Rp16.450 per dolar AS. 

Rupiah bergerak fluktuatif, dan berhasil menguat ke level Rp15.000 per dolar AS. Namun menjelang akhir November 2024, rupiah kembali mendekati level Rp16.000 per dolar.

Pada awal Desember, rupiah sempat bertengger di posisi Rp15.945,5 per dolar AS, meski kemudian menguat ke kisaran Rp15.800. Mendekati pertengahan bulan, rupiah terus merosot. Pada 13 Desember, rupiah menyentuh level Rp16.008 per dolar AS.

Kemudian posisi rupiah terdepresiasi ke Rp16.313 per dolar AS, lalu perlahan menguat. Menjelang libur Natal, rupiah berakhir menguat tipis ke level Rp16.196 per dolar AS.

3. Faktor yang mendorong meningkatnya volatilitas rupiah

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)

Pada Maret hingga Desember 2024, ketidakpastian geopolitik global yang melibatkan perang di Ukraina, ketegangan antara AS dan China, dan konfilik geopolitik di Timur Tengah, serta ketidakstabilan ekonomi di beberapa negara besar mengganggu pasar keuangan.

Sentimen investor yang cenderung menghindari risiko (risk-off) menyebabkan aliran modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, muncul kecenderungan pasar untuk mencari aset yang lebih aman, seperti dolar AS, seiring dengan kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi global.

Di samping itu, harga minyak dunia yang melambung tinggi dan inflasi di negara-negara mitra dagang Indonesia menyebabkan harga barang-barang impor meningkat. Hal ini akhirnya memperburuk defisit neraca perdagangan Indonesia dan memberi tekanan pada rupiah.

Tak hanya itu, pada awal Desember, daya tahan rupiah diuji dengan penggeledahan kantor pusat BI di Jakarta terkait penyelidikan dugaan penyalahgunaan program Corporate Social Responsibility (CSR). Situasi ini pun ikut memberikan sentimen negatif karena kekhawatiran pasar. 

Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra mengatakan, penggeledahan gedung BI yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sentimen negatif ke rupiah. Meski begitu, Ariston menengaskan, secara keseluruhan pengusutan dana CSR ini tidak memiliki hubungan dari sisi kebijakan moneter BI. 

"Pemeriksaan KPK ke kantor BI tidak berkaitan dengan urusan kebijakan moneter, tapi bisa menganggu konsentrasi BI untuk mengelola kebijakannya. Jadi, bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah paling tidak hingga permasalahannya jelas," tutur Ariston. 

Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengatakan, terpuruknya rupiah karena faktor sentimen global terutama kondisi ekonomi AS yang cukup resilient. Tak hanya itu, the Fed juga memberikan sinyal akan memangkas lagi suku bunga acuan sebanyak dua kali di tahun depan.

"Kami akan selalu di pasar untuk melakukan triple intervention," ucapnya. 

Triple intervention dilakukan melalui pasar spot, di Domestic Non-Delivery Forward (DNDF) atau transaksi derivatif valas terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward dengan mekanisme fixing di pasar domestik, serta pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. Ini untuk memastikan keseimbangan supply dan demand valuta asing (valas) agar market tetap terjaga.

4. BI kerek suku bunga demi perkuat stabilitas rupiah

Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI edisi Desember. (IDN Times/Triyan)
Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI edisi Desember. (IDN Times/Triyan)

Merespons berbagai dinamika yang ada, BI mumutuskan menaikkan suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin (bps) pada April 2024 menjadi 6,25 persen setelah pada periode Januari-Maret 2024 mempertahankan level 6 persen. Suku bunga 6,25 persen ditahan hingga Agustus 2024. 

Adapun kenaikan suku bunga dimaksud untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking demi memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5 persen pada 2024 dan 2025, sejalan dengan stance kebijakan moneter yang prostability.

Seiring berjalannya waktu dan kondisi global yang mereda, akhirnya BI memangkas suku bunga acuannya menjadi 6 persen pada September. Level itu bertahan hingga Desember 2024. Meski demikian, BI masih mewaspadai berbagai aspek dari sisi eksternal dan internal yang akan memberikan tekanan pada pelemahan rupiah. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
Jujuk Ernawati
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us