Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kantor direktorat jenderal pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto. (Dokumentasi DJP)

Intinya sih...

  • Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025 ditentang oleh ekonom senior Drajad Wibowo karena khawatir akan menggerus daya beli dan penerimaan negara.
  • Kenaikan tarif PPN dapat membebani perekonomian Indonesia, terutama saat terjadi tren penurunan kelas menengah yang berdampak pada penerimaan pajak.
  • Dampak kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat enggan berbelanja karena harga barang dan jasa yang lebih mahal, tidak tepat diterapkan di kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami penurunan.

Jakarta, IDN Times -  Ekonom senior Drajad Wibowo tidak setuju dengan wacana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11 persen menjadi 12 persen  pada 2025. Kenaikan pajak itu dinilai bakal menggerus daya beli dan penerimaan negara.

“Itu saya sebenarnya kurang sepakat dengan PPN naik 12 persen  karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total pajak yang diterima,” kata Drajad saat ditemui di acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (10/9/2024).

1. PPN naik jadi 12 persen bakal bebani ekonomi

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Ia menjelaskan kenaikan tarif PPN tersebut akan membebani perekonomian Indonesia, apalagi saat ini tengah terjadi tren penurunan kelas menengah.

"Saya agak khawatir dengan kenaikan 12 persen itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita. Karena apalagi dengan adanya fakta bahwa kelas menengah kita menurun," kata dia.

2. Masyarakat bisa enggan belanja

Ilustrasi gak punya anggaran belanja (pexels.com/Oleksandr P)

Ia mengatakan, kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat justru enggan berbelanja karena transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih mahal. 

"(Kenaikan PPN) itu kan hitungan berdasarkan asumsi bahwa semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit. Kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya.

Menurut dia, dengan dampak kenaikan PPN yang seperti itu menjadi tidak tepat diterapkan di kala kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami penurunan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta orang pada 2019 lalu berkurang menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas pada 2024.

3. Kenaikan PPN tertuang dalam UU HPP

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Adapun kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam aturan tersebut, tarif PPN bisa naik dari semula 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.

Editorial Team