Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Krisis Ekonomi kian Parah, Sri Lanka Minta Bantuan IMF

Ilustrasi Bendera Sri Lanka (pixabay.com/Clker-Free-Vector-Images)

Jakarta, IDN Times - Delegasi Sri Lanka akan berkunjung ke Kota Washington untuk melakukan pembicaraan dengan IMF pada Senin (18/4/2022). Kunjungan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana bantuan senilai 4 miliar dolar AS dari IMF dan kreditur lainnya, dilansir Al Jazeera.

Delegasi ini akan dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Lanka yang baru ditunjuk, Ali Sabry. Selain Sabry, Gubernur Bank Sentral Sri Lanka,  Nandalal Weerasinghe dan Sekretaris Kementerian Keuangan Sri Lanka, Mahinda Siriwardana, juga akan mengambil bagian dalam perundingan ini. Keduanya tercatat memiliki pengalaman bekerja dengan IMF.

"Kami membutuhkan dana darurat secepatnya untuk mengembalikan Sri Lanka ke jalurnya,” kata Sabry dalam wawancara dengan Bloomberg. “Seruan kami kepada mereka adalah untuk mencairkannya sesegera mungkin," tambahnya.

Sri Lanka saat ini sedang mengalami kekurangan cadangan valuta asing. Akibatnya, pemerintah tidak mampu mengimpor bahan-bahan esensial, seperti bahan bakar dan obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan rakyat Sri Lanka. Sebelumnya, pemerintah Sri Lanka juga dinyatakan telah gagal membayar hutang luar negerinya.

1. Pembicaraan dengan IMF tak akan mudah

Sabry mengakui bahwa proses pencairan dana dari IMF tidak akan mudah. Saat ini, pemerintahan Sri Lanka sedang mengalami gejolak politik yang tidak karuan. Demonstrasi terjadi di berbagai belahan Sri Lanka untuk menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa segera mengundurkan diri. Ketidakstabilan politik ini akan mempersulit jalannya perundingan dengan IMF, walaupun pihak Sri Lanka diwakili oleh tokoh yang telah dekat dengan IMF.

Pada 2016, Sri Lanka juga pernah mengajukan pinjaman ke IMF. Saati itu, IMF hanya mencairkan 1,3 miliar dolar AS dari total 1,5 miliar dolar AS yang dijanjikan sebelumnya. Padahal saat itu, Sri Lanka sedang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen.

Dengan kedaan Sri Lanka saat ini yang memilki utang sebesar 8,6 miliar dolar AS yang segera jatuh tempo dan kurangnya pendapatan dari sektor pariwisata, akan sangat sulit untuk memperoleh kepercayaan IMF.

2. Sri Lanka juga minta bantuan India

Presiden Sri Lanka, Goytabaya Rajapaksa (kiri) bersama Perdana Menteri India, Narendra Modi (kanan). (twitter.com/GotabayaR)

Sembari menunggu dana dari IMF, Sri Lanka juga tengah berupaya mendapatkan bantuan dari India. Dilansir dari Ani News, Komisaris Tinggi Sri Lanka untuk India telah bertemu dengan Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman di New Delhi untuk melakukan pembicaraan terkait rencana pemberian bantuan. 

India telah memberikan fasilitas pinjaman senilai 1 miliar dolar AS untuk membeli makanan, obat-obatan dan barang-barang penting lainnya. Selain itu, pemerintah India juga telah menyalurkan pinjaman sebesar 500 juta dolar AS untuk membiayai impor bahan bakar Sri Lanka sejak krisis.

3. PM Sri Lanka menawarkan pembicaraan dengan demonstran

PM Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa, menawarkan pembicaraan langsung dengan para demonstran untuk meredakan demonstrasi yang kian memanas. Melalui sebuah pernyataan yang dirilis Kantor Perdana Menteri Sri Lanka, perdana menteri mengaku siap untuk berunding secara langsung dengan pengunjuk rasa.

"Perdana menteri siap untuk memulai pembicaraan dengan para pengunjuk rasa di Galle Face Green. Jika pengunjuk rasa siap untuk membahas proposal mereka terkait tantangan yang saat ini dihadapi bangsa ini, maka perdana menteri siap mengundang perwakilan mereka untuk berunding," demikian bunyi salah satu pernyataan tersebut yang dikutip Reuters.

Sebelumnya, pihak oposisi juga telah mengancam akan menggunakan mosi tidak percaya untuk menggulingkan pemerintahan saat ini. Oposisi yang tergabung dalam aliansi Samagi Jana Balawegaya (SJB) ini memberi waktu 1 minggu bagi perdana menteri dan presiden untuk segera mengundurkan diri.

SJB mengatakan bahwa Presiden Gotabaya Rajapaksa harus segera mengundurkan diri untuk meredakan demonstrasi di Sri Lanka. Hal ini diperlukan untuk mengembalikan kestabilan politik yang menjadi salah satu syarat perundingan dengan IMF.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us