Lebih dari 50 Perusahaan China Masuk Daftar Hitam AS

- AS resmi memasukkan 80 perusahaan ke daftar hitam ekspor, termasuk lebih dari 50 perusahaan China.
- BIS Departemen Perdagangan AS menyebut perusahaan dalam daftar tersebut diduga berperan dalam pengembangan teknologi militer China.
- Pemerintah China merespons dengan tudingan penyalahgunaan kebijakan ekspor oleh AS dan mengambil langkah balasan.
Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) resmi memasukkan 80 perusahaan ke daftar hitam ekspor, termasuk lebih dari 50 perusahaan asal China. Langkah ini bertujuan untuk membatasi akses China terhadap teknologi superkomputer, kecerdasan buatan, dan chip canggih yang dianggap berpotensi digunakan untuk kepentingan militer.
China langsung bereaksi keras terhadap kebijakan ini.
“Kami sangat terkejut bahwa lembaga penelitian ilmiah nirlaba telah dimasukkan dalam daftar hitam. Kami menentang keras keputusan yang salah ini tanpa dasar fakta apa pun dan meminta pemerintah AS untuk mencabutnya,” kata Beijing Academy of Artificial Intelligence dalam pernyataannya, dikutip dari South China Morning Post, Jumat (28/3/2025).
1. AS menargetkan teknologi strategis China

Bureau of Industry and Security (BIS) Departemen Perdagangan AS menekankan bahwa perusahaan-perusahaan dalam daftar tersebut diduga berperan dalam pengembangan superkomputer, kecerdasan buatan, dan teknologi kuantum untuk kepentingan militer China.
Sebanyak 27 perusahaan China disebut memperoleh produk asal AS untuk mempercepat modernisasi militernya, sementara tujuh lainnya dituding terlibat dalam pengembangan teknologi kuantum. Selain itu, enam anak perusahaan Inspur Group—penyedia layanan komputasi awan dan big data terbesar di China—juga masuk dalam daftar hitam.
“Daftar entitas ini adalah salah satu dari banyak alat kuat yang kami gunakan untuk mengidentifikasi dan memutus akses musuh asing yang berusaha mengeksploitasi teknologi AS untuk tujuan jahat,” ujar Jeffrey I. Kessler, Under Secretary of Commerce for Industry and Security, dikutip dari CNBC Internasional, Jumat (28/3).
Langkah ini semakin memperketat kebijakan ekspor AS yang sebelumnya diterapkan melalui pendekatan small yard, high fence, yang membatasi akses pada teknologi dengan potensi militer tinggi.
2. China kecam sanksi dan sebut AS langgar hukum internasional

Pemerintah China merespons keras keputusan ini dengan menuding AS menyalahgunakan kebijakan ekspor demi menekan perusahaan-perusahaan China.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers pada Rabu (26/3), menyebut langkah AS tersebut melanggar hukum internasional dan norma dasar hubungan internasional, merugikan hak serta kepentingan sah perusahaan, serta mengancam stabilitas rantai pasokan global.
Selain mengkritik kebijakan AS, China juga mulai mengambil langkah balasan. Pemerintah Beijing telah meluncurkan penyelidikan anti-monopoli terhadap Google dan memperkenalkan kebijakan sanksi baru yang memungkinkan pemerintah membekukan aset perusahaan yang terkena sanksi China.
3. AS siapkan kenaikan tarif, perang dagang kian memanas

Ketegangan perdagangan antara AS dan China terus meningkat dengan rencana Presiden Donald Trump untuk menaikkan tarif impor. Sebelumnya, Trump telah mengerek tarif barang China hingga 20 persen dan kini berencana mengenakan tarif 25 persen terhadap negara yang membeli minyak atau gas dari Venezuela, termasuk China.
Di luar China, pembatasan ekspor AS kali ini juga menargetkan perusahaan dari Taiwan, Iran, Pakistan, Afrika Selatan, dan Uni Emirat Arab. Tujuannya adalah untuk membatasi akses negara-negara tersebut terhadap teknologi militer AS.
“Pembatasan ini juga dirancang untuk mencegah Akademi Penerbangan Uji Afrika Selatan menggunakan barang-barang AS untuk melatih pasukan China, mengganggu akses Iran terhadap kendaraan udara tak berawak dan barang-barang militer lainnya, serta menghambat pengembangan program nuklir dan rudal balistik yang tidak aman,” bunyi pernyataan BIS.
China telah merespons dengan kebijakan balasan, termasuk peningkatan tarif pada produk-produk AS dan pengetatan regulasi terhadap perusahaan teknologi Amerika. Dengan tensi perdagangan yang terus meningkat, hubungan ekonomi antara kedua negara diperkirakan akan semakin tegang dalam beberapa bulan ke depan.