Mengulik Tax-Free Tech Salaries di Singapura, Bagaimana Mekanismenya?

- Istilah tax-free tech salaries sering disalahartikan sebagai gaji tanpa potongan pajak, padahal yang dimaksud adalah keuntungan investasi atau capital gains yang tidak dikenai pajak.
- Capital gains adalah keuntungan dari kenaikan nilai aset seperti saham, properti, atau crypto. Singapura memilih jalur berbeda dengan tidak mengenakan pajak capital gains karena dianggap hasil investasi, bukan pendapatan aktif.
- Meski tampak menarik, bukan semua penghasilan di Singapura bebas pajak. Gaji tetap dikenai pajak progresif dengan tarif mulai dari 0 hingga 24 persen untuk penghasilan di atas 1 juta dolar Singapura per tahun.
Singapura memang jadi sorotan dunia teknologi setelah kebijakan pajaknya dianggap memberi “surga” bagi pekerja dan pendiri startup. Istilah tax-free tech salaries ramai diperbincangkan karena banyak yang mengira gaji di sektor teknologi di negara tersebut benar-benar bebas pajak. Padahal, faktanya tak sesederhana itu.
Dilansir Investopedia, Singapura memang dikenal sebagai salah satu tax haven di dunia berkat pajak progresif yang rendah dan tidak adanya pajak atas capital gains. Kebijakan inilah yang membuat banyak talenta global, khususnya dari bidang teknologi, memilih menetap dan membangun karier di sana.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan tax-free tech salaries dan bagaimana sistem pajak ini bisa menjadikan Singapura magnet bagi pekerja teknologi dunia?
1. Apa itu tax-free tech salaries di Singapura

Istilah tax-free tech salaries sering disalahartikan sebagai gaji tanpa potongan pajak. Padahal, yang dimaksud sebenarnya adalah keuntungan investasi atau capital gains yang tidak dikenai pajak. Artinya, seseorang tetap membayar pajak penghasilan dari gaji pokok, bonus, atau tunjangan kerja seperti biasa.
Dilansir Techloy, kebijakan tanpa pajak atas capital gains ini memungkinkan pekerja teknologi, terutama yang menerima saham perusahaan atau stock options, untuk menikmati keuntungan penuh saat saham mereka dijual.
Di negara lain seperti Amerika Serikat atau Inggris, keuntungan dari penjualan saham pribadi bisa dipotong pajak hingga lebih dari 40 persen. Namun di Singapura, keuntungan itu sepenuhnya menjadi milik individu, sehingga nilai total kompensasi yang diterima jauh lebih besar.
2. Memahami apa itu capital gains dan kenapa bisa bebas pajak

Untuk memahami daya tarik kebijakan ini, penting mengetahui apa itu capital gains. Sederhananya, capital gains adalah keuntungan dari kenaikan nilai aset seperti saham, properti, atau crypto. Misalnya, seseorang membeli saham senilai 10 ribu dolar dan menjualnya di kemudian hari dengan harga 50 ribu dolar, maka keuntungan 40 ribu dolar disebut capital gain.
Kebanyakan negara mengenakan pajak atas keuntungan tersebut, tapi Singapura memilih jalur berbeda. Pemerintah tidak mengenakan pajak capital gains karena menganggapnya hasil investasi, bukan pendapatan aktif. Kebijakan ini membuat investor, pengusaha, dan profesional teknologi bisa mempertahankan lebih banyak hasil dari kerja keras dan investasinya. Tak heran bila banyak pendiri startup global menjadikan Singapura sebagai rumah kedua.
3. Realitas di balik bebas pajak

Meski tampak menarik, bukan berarti semua penghasilan di Singapura bebas pajak. Gaji tetap dikenai pajak progresif dengan tarif mulai dari 0 hingga 24 persen untuk penghasilan di atas 1 juta dolar Singapura per tahun. Namun, angka ini masih tergolong rendah dibandingkan negara lain.
Sebagai perbandingan, di Inggris, pajak marginal tertinggi bagi pekerja dengan penghasilan tinggi bisa mencapai 47 persen, sedangkan di San Francisco, Amerika Serikat, pajak gabungan negara bagian dan federal bisa melebihi 50 persen, dilansir Techloy. Maka, meski bukan sepenuhnya “bebas pajak”, sistem Singapura tetap memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan bagi profesional teknologi yang ingin memaksimalkan penghasilan bersih mereka.
4. Batasan dan risiko: Tak semua bisa menikmati zero tax

Otoritas Pajak Singapura atau Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) tetap memiliki pengawasan ketat agar kebijakan ini tidak disalahgunakan. Jika aktivitas seseorang terlihat seperti “trading” atau jual beli saham jangka pendek untuk keuntungan cepat, maka keuntungan tersebut bisa dianggap sebagai pendapatan aktif dan dikenakan pajak.
Untuk membedakannya, IRAS menggunakan kriteria yang disebut badges of trade. Yaitu indikator seperti frekuensi transaksi, jangka waktu kepemilikan aset, dan niat di balik transaksi tersebut. Artinya, investor jangka panjang masih bisa menikmati keuntungan bebas pajak, sementara spekulan atau pedagang jangka pendek tidak.
5. Safe harbour rule: Insentif tambahan bagi perusahaan teknologi

Kelebihan lain dari sistem pajak Singapura terletak pada apa yang disebut safe harbour rule. Aturan ini memungkinkan perusahaan untuk terbebas dari pajak capital gains saat menjual saham di perusahaan lain, asalkan mereka memegang setidaknya 20 persen kepemilikan saham selama dua tahun.
Kebijakan ini memberi kepastian bagi perusahaan teknologi dan investor untuk melakukan ekspansi, restrukturisasi, atau keluar dari investasi tanpa terkena beban pajak besar. Dalam jangka panjang, kebijakan seperti ini menjadikan Singapura pusat investasi dan venture capital di kawasan Asia, karena perusahaan dapat menumbuhkan modalnya secara efisien dan terukur.
6. Perubahan 2024: Pajak baru untuk keuntungan asing

Pada Januari 2024, Singapura menambahkan pembaruan kecil dalam aturan pajaknya. Beberapa keuntungan dari luar negeri akan dikenai pajak bila dibawa masuk ke Singapura tanpa memiliki kegiatan usaha nyata di sana. Langkah ini merupakan bagian dari upaya global untuk mencegah pengalihan laba oleh perusahaan multinasional.
Meski begitu, kebijakan ini tidak berdampak langsung bagi pekerja teknologi lokal maupun pendiri startup yang beroperasi di dalam negeri. Sistem 0 persen capital gains tetap berlaku bagi investasi domestik dan keuntungan pribadi, sehingga daya tarik Singapura sebagai “surga pajak” bagi talenta teknologi dunia tetap kuat.
Pendekatan pajak Singapura yang meniadakan capital gains tax terbukti menarik perhatian global. Negara ini bukan hanya menawarkan lapangan kerja, tapi juga lingkungan finansial yang memungkinkan pekerja teknologi dan pengusaha mempertahankan hasil jerih payah mereka.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan serupa mungkin sulit diterapkan secara penuh karena struktur pajak dan kebutuhan fiskal yang berbeda. Namun, transparansi, kepastian hukum, dan insentif pajak bagi sektor teknologi bisa menjadi langkah realistis untuk meniru keberhasilan Singapura.

















