Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkomdigi Ungkap Kesamaan Pengembangan AI antara RI dan Anggota BRICS

Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Intinya sih...
  • Indonesia fokus pada pengembangan AI dengan kesetaraan akses, perspektif global selatan, dan pemanfaatan AI untuk menyelesaikan masalah masyarakat.
  • Pemerintah membangun aplikasi AI untuk ketahanan pangan, sistem perlindungan sosial, layanan pemeriksaan kesehatan gratis, dan mempersiapkan sembilan juta talenta digital pada 2030.

Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid mengungkapkan, masa depan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bukan menjadi hak istimewa bagi segelintir negara, melainkan warisan bersama umat manusia.

Berangkat dari pernyataan tersebut, Meutya pun menjelaskan perihal kesamaan pendekatan Indonesia bersama negara-negara BRICS dalam menciptakan ekosistem AI yang bertanggung jawab. Fokus utamanya mencakup kesetaraan akses, penguatan perspektif global selatan, dan pemanfaatan AI untuk menjawab tantangan nyata masyarakat.

“Inisiatif Indonesia dengan dialog BRICS semakin mencakup isu-isu seperti menjembatani kesenjangan digital, memajukan solusi pedesaan yang cerdas, dan menjaga kedaulatan data, seperti pemantauan bencana berbasis AI, pertanian cerdas, dan diagnostik kesehatan jarak jauh,” ujar Meutya dalam pernyataan resminya di forum Machines Can See 2025, dikutip Senin (28/4/2025).

1. Tiga aspek yang jadi perhatian Indonesia menggunakan AI

Ilustrasi fakta AI terbaru yang bikin takjub sekaligus bikin waspada. (Pinterest/Dg Education)
Ilustrasi fakta AI terbaru yang bikin takjub sekaligus bikin waspada. (Pinterest/Dg Education)

Menurut Meutya, pendidikan, ketahanan pangan, dan penyediaan layanan publik menjadi tiga aspek yang mendapat perhatian besar dari pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah membangun aplikasi AI untuk ketahanan pangan, sistem perlindungan sosial yang akan diluncurkan pada Agustus 2025, dan layanan pemeriksaan kesehatan gratis sebagai bentuk pelayanan publik serta mempersiapkan sembilan juta talenta digital pada 2030.

“Keamanan pangan menjadi perhatian Presiden Prabowo, terutama di tengah situasi geopolitik saat ini dan juga pendidikan merupakan keyakinan mendasar yang dipegang teguh Indonesia. Kita percaya bahwa AI tidak hanya itu, mereka yang merancang dan mengatur AI harus lebih pintar dari AI itu sendiri,” ujar Meutya.

2. Tantangan pemerintah dalam membangun infrastruktur digital

Illustrasi Teknologi AI untuk Pembayaran Masa Depan
Illustrasi Teknologi AI untuk Pembayaran Masa Depan

Sementara di bidang infrastruktur digital, Meutya menyebut tantangan besar dalam menghubungkan 17 ribu pulau Indonesia secara merata.

Pemerintah kini sedang menyiapkan pelelangan spektrum 2,6 dan 3,5 gigahertz serta memperluas jaringan serat optik dan kabel bawah laut. Langkah lainnya termasuk konsolidasi industri telekomunikasi dan pengembangan pusat data nasional berlatensi rendah untuk mendukung integrasi AI yang optimal.

“Ini sebuah kemajuan, tetapi tetap mengingatkan kita tentang skala tantangan untuk membangun konektivitas yang cepat dan andal di 17.000 pulau di Indonesia,” kata Meutya.

Sebagai bagian dari semangat inklusivitas, Indonesia juga tengah membangun pusat keunggulan AI di beberapa kota, termasuk Bandung, Surabaya, dan Papua.

“Menjadikan pusat keunggulan AI di Papua sangat penting bagi orang Indonesia untuk menunjukkan bahwa AI, bahwa kami percaya inklusivitas sangat penting ketika kita berbicara tentang AI,” beber Meutya.

3. Isu diaspora digital

Ilustrasi. Global Strategic Innovation
Ilustrasi. Global Strategic Innovation

Di sisi lain, isu diaspora digital juga menjadi perhatian. Meutya menyampaikan, sekitar delapan juta warga negara Indonesia kini tinggal di luar negeri, termasuk 20 ribu di antaranya yang bekerja di Silicon Valley.

“Jadi mereka sekarang berkecimpung dalam bidang inovasi perangkat lunak AI, sementara banyak dari mereka mungkin tidak lagi terhubung erat dengan lanskap domestik Indonesia, tetapi kami masih melihat mereka sebagai bagian dari kekuatan nasional kami. Kami lebih suka menggunakan istilah brain link daripada brain drain,” tutur dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us