Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Naikkan Rasio Pajak, Gibran Mau Ada Badan Penerimaan di Bawah Presiden

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat debat cawapres perdana pada Jumat (22/12/2023). (youtube.com/KPU RI)

Jakarta, IDN Times - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bakal membentuk badan penerimaan pajak yang langsung di bawah komando presiden. Hal itu bakal dilakukan Gibran jika nantinya dia dan Prabowo Subianto berhasil memenangi Pemilu 2024.

Menurut Gibran, badan penerimaan pajak yang langsung dikomandoi presiden bisa jadi cara menaikkan rasio perpajakan.

"Gimana caranya menaikkan penerimaan pajak, menaikkan rasio pajak, tadi saya sudah bilang di segmen sebelumnya kita akan membentuk badan penerimaan pajak dikomandoi oleh presiden sehingga akan mempermudah koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait," kata Gibran dalam debat cawapres akhir pekan lalu.

1. Melebur DJP dan DJBC jadi satu

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat debat cawapres perdana pada Jumat (22/12/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Selain itu, Gibran juga mengaku akan melebur Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sehingga akan fokus pada penerimaan pajak.

"Jadi DJP dan Bea Cukai akan dilebur menjadi satu dan fokus dalam penerimaan negara dan tidak akan mengurus pengeluaran negara," ujar Gibran.

2. Analogi berburu dalam kebun binatang

Ilustrasi Tax Amnesty (IDN Times/Aditya Pratama)

Gibran juga menganalogikan bahwa dirinya dan Prabowo tidak ingin berkebun di situ-situ saja dengan melakukan ekstensifikasi. Keduanya ingin memperluas kebun dan membuka dunia. Saat ini, penduduk Indonesia yang memiliki NPWP baru 30 persen dari 275 juta penduduk Indonesia.

Gibran pun mengeluarkan istilah berburu di kebun binatang yang memang lazim digunakan dalam dunia perpajakan. Selama proses sosialisasi tax amnesty pada 2016, Kemenkeu sering menggunakan ilustrasi "berburu di kebun binatang".

Ilustrasi tersebut untuk menggambarkan persepsi bahwa otoritas pajak hanya menargetkan wajib pajak yang itu-itu saja sehingga dianggap tidak menyeluruh atau adil.

“Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang, kita ingin perluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan, artinya apa? Kita lakukan intensifikasi, saya tau, pasti pada negthink (negative thinking), yang dibawah omzet Rp500 juta pajaknya nol, pengen modal Rp200jt KUR (Kredit Usaha Rakyat) tanpa agunan, gak ada yang memberatkan Pak” tutur Gibran.

3. Rasio pajak di RI masih rendah

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Adapun besarnya dominasi pajak dalam penerimaan negara memang tidak sebanding dengan rasio pajak. Rasio pajak Indonesia terhitung masih rendah, tak seimbang dengan produk domestik bruto (PDB) yang trennya meningkat.

Rasio pajak terhadap PDB adalah perbandingan antara penerimaan pajak secara kolektif dan PDB pada periode yang sama. Hitungan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) rasio pajak Indonesia di level 10,1 persen.

Di antara negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Berdasarkan hitungan OECD, Indonesia sejajar dengan Laos dengan rasio pajak 10,1 persen. Di kawasan yang sama, rasio pajak paling tinggi adalah Kamboja sebesar 20,2 persen, Vietnam 15,8 persen, Thailand 15,5 persen, dan Filipina 15 persen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us