Pejabat Fed dan Trump Kompak Desak Penurunan Suku Bunga

- Pejabat lain mulai terbuka soal pemangkasan suku bunga.
- Inflasi terpengaruh tarif dan konflik Israel-Iran.
- Trump kecam Fed, ekonomi terancam dampak konflik.
Jakarta, IDN Times – Beberapa pejabat Federal Reserve (The Fed) bergabung dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menyerukan penurunan suku bunga secepatnya. Wakil Ketua Fed untuk Pengawasan, Michelle Bowman, pada Senin (23/6/2025) mengatakan bank sentral harus segera memangkas suku bunga guna menjaga stabilitas pasar tenaga kerja.
“Saatnya mempertimbangkan penyesuaian suku bunga kebijakan,” kata Bowman, dikutip dari CNN Internasional, Selasa (24/6/2025).
Gubernur Fed Christopher Waller, yang juga diangkat oleh Trump, menyebut dampak tarif kemungkinan hanya menghasilkan kenaikan inflasi satu kali dan Fed bisa mempertimbangkan pemangkasan pada Juli.
1. Pejabat lain mulai terbuka soal pemangkasan suku bunga
Sejumlah pejabat Fed lainnya memang belum secara terang-terangan mendukung desakan Trump, tetapi mulai membuka ruang diskusi soal pemangkasan suku bunga. Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee menyampaikan, penurunan suku bunga dapat dilakukan bila inflasi dari kenaikan tarif tidak terjadi.
“Jika kami tidak melihat inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan tarif ini, maka dalam pikiran saya, kami tidak pernah meninggalkan apa yang saya sebut sebagai jalur emas sebelum 2 April,” ujar Goolsbee saat diskusi di Milwaukee.
Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif besar-besaran terhadap puluhan negara pada awal April lalu.
Dilansir dari CNBC Internasional, Fed masih cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan. Komite Pasar Terbuka Federal pada pertemuan kebijakan pekan lalu memilih mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 4,25 hingga 4,5 persen untuk keempat kalinya secara berturut-turut.
2. Inflasi terpengaruh tarif dan konflik Israel-Iran

Bowman menyebut konflik Israel-Iran dan tarif Trump berpotensi memicu kenaikan harga komoditas global. Namun, ia menilai lonjakan harga konsumen di AS kemungkinan tetap terbatas karena bisnis tidak memiliki banyak ruang untuk menaikkan harga.
“Saya tentu saja memperhatikan risiko inflasi ini, tetapi saya belum melihat kekhawatiran besar, karena beberapa pengecer tampaknya tidak bersedia menaikkan harga untuk barang-barang penting,” kata Bowman.
Menurutnya, rantai pasok sejauh ini juga tidak terlalu terganggu.
Senada dengan Bowman, Goolsbee menyebut dampak tarif Trump tidak sebesar yang diperkirakan. Ia menjelaskan, banyak perusahaan sudah menimbun stok sejak awal sehingga inflasi dari tarif berjalan lebih lambat. Bowman menambahkan, efek inflasi tarif mungkin lebih tertunda dan skalanya lebih kecil dibanding kekhawatiran sebelumnya.
3. Trump kecam Fed, ekonomi terancam dampak konflik

Di sisi lain, Trump terus menyerang Fed dan Ketua Jerome Powell karena menolak menurunkan suku bunga sesuai keinginannya. Trump bahkan melontarkan hinaan kepada Powell, termasuk menyebutnya bodoh dan kepala kosong. Trump ingin Fed memangkas suku bunga minimal 2 poin persentase. Powell mengatakan harga energi yang melonjak akibat konflik Israel-Iran kemungkinan hanya bersifat sementara.
“Ketika ada gejolak di Timur Tengah, Anda mungkin melihat lonjakan harga energi, tetapi itu cenderung turun,” ujar Powell dalam konferensi pers usai pertemuan kebijakan Fed.
Para analis memperkirakan dampak ekonomi AS bergantung pada seberapa parah eskalasi konflik Timur Tengah. Laporan EY-Parthenon memprediksi perekonomian AS bisa terkontraksi hingga 1,9 persen jika kawasan itu benar-benar jatuh dalam perang besar-besaran. FOMC dijadwalkan menggelar pertemuan berikutnya pada 29–30 Juli, sementara CME Group mencatat peluang pemangkasan suku bunga baru sekitar 23 persen untuk pertemuan itu.