Bos BI Prediksi The Fed Turunkan Suku Bunga Acuan Dua Kali

- Gubernur BI perkirakan suku bunga AS turun 2 kali hingga akhir tahun 2025
- Penurunan tarif impor AS-China dorong perbaikan ekonomi global
- Pergeseran aliran modal ke negara berkembang, dolar AS melemah terhadap mata uang negara maju dan berkembang
Jakarta, IDN Times – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, atau Fed Funds Rate (FFR), akan mengalami dua kali penurunan sepanjang sisa tahun 2025, masing-masing pada bulan September dan Desember.
“Kami perkirakan FFR akan turun dua kali, yaitu sekitar bulan September sekali dan di bulan Desember,” kata Perry dalam konferensi pers RDG Mei, Rabu (21/5/2025).
1. Kesepakatan dagang AS-China beri dampak positif ke ekonomi global

Perry menyampaikan proyeksi tersebut didasarkan pada meredanya tekanan inflasi di Amerika Serikat, serta membaiknya sentimen global setelah tercapainya kesepakatan dagang sementara antara Amerika Serikat dan China.
Ia menjelaskan, perkembangan global menunjukkan arah yang lebih positif, meskipun masih dibayangi ketidakpastian.
“Telah tercapai kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan China untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari,” ujar Perry.
2. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global membaik jadi 3 persen

Ketidakpastian perekonomian global yang sedikit mereda mendorong membaiknya prospek perekonomian dunia, yakni dari proyeksi sebelumnya pada April 2025 sebesar 2,9 persen menjadi 3,0 persen.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan China diperkirakan lebih baik dibandingkan proyeksi April 2025, yang kemudian berdampak positif pada berbagai negara lain, termasuk Eropa, Jepang, dan India.
"Penurunan tarif diperkirakan juga menurunkan proyeksi inflasi AS, sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR). Sementara itu, yield US Treasury lebih tinggi dari perkiraan, sejalan dengan meningkatnya risiko kesinambungan fiskal AS," bebernya.
3. Pergeseran modal global berlanjut, BI ingatkan pentingnya kewaspadaan

Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari Amerika Serikat ke negara-negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset) masih terus berlanjut. Pergeseran ini mulai diikuti dengan peningkatan aliran modal ke negara berkembang (emerging markets atau EM).
Akibatnya, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara-negara maju (DXY) terus melemah, dan pelemahan serupa juga terjadi terhadap mata uang negara-negara berkembang di Asia (ADXY). Namun demikian, ke depan, perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dengan China, serta negara-negara lainnya, masih bersifat dinamis. Oleh karena itu, ketidakpastian perekonomian global diperkirakan tetap tinggi.
“Kondisi ini memerlukan kewaspadaan, serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” kata dia.