Petani Tembakau Desak Prabowo Batalkan Aturan Kemasan Rokok Polos

- Penyeragaman kemasan rokok tanpa merek akan mendorong peredaran rokok ilegal di tengah masyarakat, menurut Sekretaris Jenderal APTI.
- Rencana penyeragaman tidak sesuai dengan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan dapat merugikan petani tembakau serta mengancam mata pencaharian mereka.
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi mengaku kecewa dan menilai penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek justru akan mendorong peredaran rokok ilegal di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, ia memohon kepada pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk membatalkan rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
“Aturan ini menjadi sorotan di kalangan petani karena dampak jangka panjangnya akan menyuburkan yang ilegal,” ucapnya, Kamis (31/10/2024).
Mudi menjelaskan, aturan ini akan menyamakan semua kemasan rokok di pasar. Akibatnya, akan tidak bisa dibedakan antara rokok legal yang membayar cukai dengan rokok ilegal yang tidak bayar cukai karena tampilannya sama.
Dengan semakin meningkatnya rokok ilegal, aturan penyeragaman ini dapat menurunkan penjualan rokok legal. Imbasnya, penyerapan hasil tembakau dari para petani juga akan turun, merusak tata niaga perkebunan tembakau, dan semakin menyengsarakan wong cilik.
1. Beri dampak negatif ke industri tembakau

Selain itu, rencana penyeragaman tersebut sesungguhnya tidak dimandatkan dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. UU tersebut hanya mewajibkan adanya peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) di kemasan rokok sebesar 50 persen saja, tapi tidak ada penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
“Jika kebijakan ini diterapkan, maka banyak dampak negatif dalam jangka panjang yang muncul, termasuk dapat mematikan mata pencaharian kami,” tuturnya.
Mudi memohon kepada pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membatalkan Rancangan Permenkes yang dapat berimbas buruk bagi masa depan pertembakauan.
“Kami mohon kepada pemerintah baru agar dapat melihat sisi positif dari sektor tembakau yang selama ini telah berjasa untuk keluarga kami dan berkontribusi besar pada negara,” ujarnya.
2. Kebijakan akan munculkan efek domino bagi ekonomi

Senada, Ketua DPC APTI Pamekasan, Samukrah menyoroti selama ini petani tembakau dianggap tidak sejahtera dan tidak mendapat penghidupan layak oleh berbagai pihak. Padahal nyatanya, hasil dari panen tembakau sangat membantu kehidupan para petani selama ini.
Bahkan, proses panen menjadi momen yang ditunggu-tunggu sebab para petani menggantungkan hidupnya pada hasil tersebut.
“Hasil tembakau sangat berpengaruh besar bagi para petani. Penghasilan utama kami adalah tembakau,” ucap Samukrah.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pelibatan seluruh pemangku kepentingan di sektor tembakau, termasuk petani, dalam diskusi Rancangan Permenkes ini. Karena, seringkali posisi petani terabaikan dengan kemunculan kebijakan yang terus membebani dan merugikan pihaknya.
“Kebijakan ini akan memunculkan efek domino yang dapat menekan distribusi hasil panen kami hingga ke hilir. Aturan ini perlu dibatalkan agar tidak terus menggerus kehidupan petani,” tuturnya.
3. IHT menyerap lapangan kerja sebanyak 6 juta jiwa

Berdasarkan data Kemenperin, industri hasil tembakau (IHT) telah menyerap lapangan kerja bagi hampir 6 juta jiwa, serta menghidupi jutaan petani di berbagai wilayah Indonesia.
IHT pun telah berkontribusi lebih dari Rp213 triliun terhadap penerimaan cukai, dan mencetak nilai ekspor lebih dari 1 miliar dolar AS pada 2023. Sementara itu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas lahan tembakau nasional pada 2023 mencapai 229.123 hektare (ha) dengan hasil produksi tembakau kering sebanyak 285.348 ton.