Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prabowo Mau Defisit APBN 0 Persen, INDEF: Tak Realistis

Screenshot 2025-08-15 102816.jpg
Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam sidang tahunan MPR RI tahun 2025 (Tangkapan layar TV Parlemen)
Intinya sih...
  • Prabowo Subianto ingin defisit APBN 0 persen dalam 2-3 tahun ke depan
  • Defisit APBN di era pemerintahan Prabowo justru melebar, mencapai 2,29 persen dari PDB pada tahun pertama
  • Kementerian Keuangan memprediksi realisasi defisit APBN 2025 akan melampaui target, yakni mencapai 2,78 persen atau Rp662 triliun
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Target Presiden Prabowo Subianto terkait defisit APBN menjadi 0 persen dalam 2-3 tahun ke depan dinilai tidak realistis.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto melihat defisit APBN di era pemerintahan Prabowo Subianto justru melebar.

"Faktanya sebetulnya di era Pak Prabowo ini defisit itu trendnya melebar. Jadi kalau dulu-dulu, sebetulnya sejak era Pak Jokowi terutama di periode kedua, melihat angka-angka defisit di atas 2 persen itu udah kayak biasa saja. Padahal sebetulnya itu berimplikasi kepada confident market di dalam SBN," kata Eko dikutip Minggu, (17/8/2025).

Jika melihat data, defisit APBN 2024, yang menjadi tahun pertama Prabowo menjabat sebagai Presiden adalah 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu naik dari defisit APBN 2023 yang sebesar 2,27 persen.

1. Defisit APBN tahun ini bakal lampaui target pemerintah

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam Undang-Undang (UU) APBN 2025, pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 2,53 persen dari PDB atau senilai Rp616,2 triliun. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi realisasi defisit APBN 2025 akan melampaui target, yakni mencapai 2,78 persen atau Rp662 triliun.

"Nah katakanlah tahun depan target defisit 2,48 persen ya, targetnya. Realisasinya bisa lebih itu. karena yang hari ini saja kita setting 2,3, itu outlooknya bisa sampai 2,7 persen," tutur Eko.

Apalagi, menurut catatan INDEF, tahun depan pemerintah harus membayar utang jatuh tempo hingga Rp1.400 triliun.

"Nah problem-nya, tahun depan saja utangnya nambah, pembayaran, hampir Rp1.400-an triliun, ini besar sekali utang yang jatuh tempo. Memang ini adalah akumulasi dari kebijakan-kebijakan pemerintahan sebelumnya. Tetapi yang terjadi kan tetap saja defisit kita melebar," ujar dia.

2. Bakal banyak fungsi pemerintah tak berjalan

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Eko mengatakan, jika pemerintah tak lagi mengajukan utang untuk pembiayaan APBN demi mengejar target itu, maka akan ada banyak fungsi pemerintah yang tak berjalan.

"Kalau mau ditekan jadi nol persen ya sebenarnya bisa, bisa tetapi pasti akan ada banyak fungsi pemerintah yang gak jalan," kata Eko.

Dia mengatakan, APBN sendiri masih menjadi alat pemerintah untuk melakukan stabilisasi, distribusi, dan alokasi berbagai hal, terutama di bidang ekonomi. Menurutnya, fungsi tersebut mempersulit pemerintah untuk mencapai target defisit APBN 0 persen.

"Ketika fungsinya masih 3 itu ya, stabilisasi, distribusi, dan alokasi, saya rasa pun misalkan dalam 3 tahun ke depan itu masih sulit ya. Ini bukan nada pesimis, tapi ini justru yang paling realistis adalah sulit," ucap Eko.

3. Tak bisa andalkan Danantara

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Prabowo sendiri menyebut-nyebut aset BUMN yang dikelola Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) bisa menyelamatkan APBN dari defisit. Menurut Eko, Danantara tak bisa diandalkan untuk cita-cita itu.

"Tanpa ada penerimaan negara yang sustain, di luar yang ada saat ini, itu akan sulit saya rasa. Dan kalau hanya bertumpu pada Danantara, itu sulit," tutur Eko.

Sebagai pengelola investasi dan pengelola dana abadi atau sovereign wealth fund (SWF), Danantara membutuhkan waktu yang lama untuk meraih keuntungan atas investasi dari aset yang dikelola.

"Danantara itu adalah SWF. SWF itu gak bisa ditarik hasilnya cepat-cepat. Jadi kalau mau segera ditarik cepat-cepat, ya takutnya itu malah nanti sama saja, belum bertelur sudah disembelih," ujar Eko.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us