Ramai Isu Exit Policy The Fed, BI Mengaku Sudah Siapkan Formula

Jakarta, IDN Times – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan bahwa Indonesia telah bersiap menghadapi perubahan kebijakan “exit policy” yang mungkin akan terjadi di Amerika Serikat (AS) di saat ekonominya pulih dari pandemik COVID-19.
Namun demikian, ia juga mengatakan bahwa Indonesia harus tetap memperhitungkan dampaknya kepada ekonomi. Apalagi baru-baru ini pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengeluarkan stimulus raksasa untuk menopang ekonomi yang terbesar di dunia itu.
“Yang pasti memang kita harus mengkalkulasi itu karena memang di Amerika sendiri stimulus itu besar sekali. Bahkan terakhir Joe Biden itu mengeluarkan hampir 20 persen dari PDB dalam jangka waktu beberapa bulan ini. Dia sudah komit akan mengeluarkan stimulus sampai sekitar 20 persen-an dari PDB dan tentunya nanti itu akan menjadi satu tantangan pada saat ekonomi mulai recover, bagaimana secara bertahap mereka akan melakukan normalisasi,” katanya dalam acara Temu Stakeholders Untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (1/4/2021).
1. Berharap ekonomi AS pulih secara bertahap

Destry mengatakan bahwa ekonomi tidak akan mengalami kekacauan (overheating) jika bergerak ke pemulihan secara normal atau angka supply dan demand-nya seimbang.
“Yang akan menjadi masalah kalau supply-nya nggak bergerak, uangnya hanya ngumpul di demand side-nya, ini akan menyebabkan inflasi. Itu pertama,” jelasnya.
“Jadi kita berharap tentunya yang terjadi adalah pertumbuhan ekonomi di Amerika terjadi secara balance, broad-based, sehingga dia juga akan mendorong rumah tangganya secara proporsional,” tambahnya.
2. Belajar dari masa lalu

Di sisi lain, ia percaya Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mengambil kebijakan yang hati-hati untuk mencegah kekacauan ekonomi atau taper tantrum terjadi seperti pada 2013 lalu. Pada saat itu perubahan kebijakan The Fed membawa dampak negatif atau taper tantrum pada banyak negara, bahkan ke ekonomi AS sendiri.
“Jadi seandainya pun dia akan melakukan taper tantrum pasti akan dilakukan secara bertahap,” kata Destry.
“Nah di kami pun juga sama. Tadi saya sampaikan bahwa kita juga melakukan quantitative easing, dan kita juga memberikan likuiditas kepada perbankan dan juga kita membiayai APBN Pemerintah berdasarkan undang-undang nomor 2, 2020. At least sampai di periode COVID ini,” tambahnya.
3. Indonesia sudah siapkan formula

Meski yakin dengan langkah yang akan diambil The Fed, Destry mengatakan Indonesia tetap harus memikirkan semacam exit strategy dan hal tersebut harus dilakukan dengan analisa secara menyeluruh, termasuk dengan memperhatikan tanda-tanda apakah inflasi meningkat, return yang diberikan tidak menarik jika dibandingkan negara lain, dan sebagainya.
“Jadi banyak pertimbangannya,” jelasnya.
Ia juga mengatakan Bank Indonesia mempunyai berbagai instrumen untuk diperhatikan, bukan hanya suku bunga.
“Kita mempunyai instrumen makroprudensial juga yang bisa kita manfaatkan dan tentunya kita ingin sektor riil ini ada keseimbangan juga antara supply dan demand sehingga tentunya dengan ekonomi yang digital itu juga salah satu cara sebenarnya untuk mendorong sektor riil kita,” katanya.
Di sisi lain, Destry mengatakan negara lain juga perlu untuk waspada karena hal ini bisa berdampak pada banyak negara.
“Kami di Bank Indonesia sudah juga mengantisipasi itu dan kita juga tentunya mempunyai persiapan dan formulasi bagaimana menghadapi kondisi pada saat di Amerika yang kita pikir sepanjang 2021 dan 2022 mereka belum melakukan suatu taper tantrum yang sangat signifikan karena mereka ingin juga pertumbuhan ekonominya secara broad-based itu akan sehat,” jelasnya.