Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

RI Butuh Rp33 Triliun per Tahun buat Perlindungan Hutan

PHOTO-2025-12-09-19-29-15.jpeg
Diskusi yang digelar WRI Indonesia soal inovasi pembiayaan konservasi hutan Tropical Forest Forever Facility (TFFF). (dok. WRI Indonesia)
Intinya sih...
  • Terobosan baru dalam pembiayaan konservasi hutan dengan skema Tropical Forest Forever Facility (TFFF) yang menggabungkan pendanaan publik dan swasta.
  • RI berpotensi kantongi Rp6,3 triliun per tahun dari TFFF dengan memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan.
  • TFFF diharapkan dapat menjadi katalis penting untuk mempercepat aksi iklim, melindungi hutan tropis yang tersisa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat serta komunitas lokal.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - WRI Indonesia, organisasi penelitian independen memperkirakan Indonesia membutuhkan biaya Rp25 triliun sampai Rp33 triliun per tahun untuk konservasi atau perlindungan hutan.

"Sayangnya, saat ini pembiayaan publik yang tersedia baru Rp2,6 triliun per tahun," ujar Peneliti WRI Indonesia, Sita Primadevi dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Selasa (9/12/2025).

Sehingga, ada kesenjangan pendanaan Rp22,4 triliun sampai Rp30,6 triliun per tahun. Oleh sebab itu, pembiayaan inovatif dibutuhkan demi memastikan konservasi hutan terus berlangsung.

1. Ada terobosan baru dalam pembiayaan konservasi hutan

ilustrasi rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)
ilustrasi rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)

Saat ini, ada terobosan baru dalam pembiayaan konservasi hutan tropis, yakni Tropical Forest Forever Facility (TFFF). Skema yang digunakan adalah blended finance, yang dirancang untuk menghimpun basis modal sebesar 125 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp2.084 triliun (kurs Rp16.676 per dolar AS).

TFFF menggabungkan pendanaan publik dan swasta untuk memperkuat upaya pelestarian hutan sekaligus memberikan dukungan langsung kepada masyarakat adat dan komunitas lokal.

Melalui portofolio pendapatan tetap, TFFF menargetkan menghasilkan imbal hasil tahunan sebesar 3–4 miliar dolar AS atau sekitar Rp50 triliun-66 triliun, yang akan digunakan sebagai pembayaran berkala kepada negara-negara pemilik hutan tropis.

Pembayaran tersebut berbasis kinerja, di mana kondisi hutan dipantau secara ketat melalui sistem penginderaan jauh dan teknologi satelit.

Selanjutnya, negara penerima wajib mengalokasikan minimal 20 persen dana tersebut untuk mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal, sementara sisanya ditujukan bagi kebijakan dan program konservasi di tingkat lokal.

2. RI berpotensi kantongi Rp6,3 triliun dari TFFF

Kambing hutan sumatra (youtube.com/Friedrich Esser dan Prani Parnoi)
Kambing hutan sumatra (youtube.com/Friedrich Esser dan Prani Parnoi)

Melalui TFFF, Indonesia berpotensi memperoleh sekitar Rp6,3 triliun per tahun sebagai pembayaran berbasis kinerja, apabila menjadi negara penerima manfaat.

Untuk dapat menerima pembayaran TFFF, negara penerima diharuskan memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain:

  • Mempertahankan laju deforestasi tahunan di bawah 0,5 persen.
  • Memiliki mekanisme Public Financial Management (PFM) yang memadai.
  • Mengalokasikan sedikitnya 20% dari pembayaran kepada masyarakat adat dan komunitas lokal.
  • Memastikan dana TFFF bersifat tambahan dan tidak menggantikan alokasi anggaran yang sudah ada.

Tak hanya itu, negara penerima harus siap menerima dana yang dilihat dari beberapa aspek krusial, seperti penguatan kapasitas pengelolaan keuangan publik, penerapan standar pemantauan hutan yang ketat dan konsisten, pengakuan dan pendataan hak-hak masyarakat adat, serta penetapan prioritas kebijakan yang jelas dan terarah.

3. Demi mempertahankan hutan tropis yang tersisa

Penampakan kucing merah di hutan Kalimantan. (Tfcakalimantan.org)
Penampakan kucing merah di hutan Kalimantan. (Tfcakalimantan.org)

TFFF diharapkan dapat menjadi katalis penting untuk mempercepat aksi iklim, melindungi hutan tropis yang tersisa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat serta komunitas lokal yang selama ini menjadi penjaga utama ekosistem hutan.

Dengan dukungan internasional yang kuat dan komitmen nyata dari negara-negara pemilik hutan, fasilitas itu diyakini mampu mendorong transformasi besar dalam pembiayaan konservasi global.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

BSI Bantah Diminta Cairkan Dana SAL Rp10 T, Ini Rentetan Faktanya

09 Des 2025, 21:42 WIBBusiness