Profil Tuan Guru Bajang, Eks Timses Jokowi yang Jadi Wakil Komut BSI

TGB sempat diperiksa KPK dalam kasus divestasi PT Newmont

Jakarta, IDN Times - Muhammad Zainul Majdi atau yang karib disapa Tuan Guru Bajang (TGB) resmi ditunjuk menjadi Wakil Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). TGB sendiri bukanlah nama asing di telinga publik sebab dirinya telah malang melintang di kancah perpolitikan Indonesia.

Berikut ini rekam jejak TGB sebelum resmi masuk dalam struktur Dewan Komisaris BSI.

Baca Juga: Sah! Tuan Guru Bajang Jadi Wakil Komut Bank Syariah Indonesia

1. TGB menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) selama dua periode

Profil Tuan Guru Bajang, Eks Timses Jokowi yang Jadi Wakil Komut BSIIDN Times/Teatrika Handiko Putri

TGB sejatinya memulai karier politik sebagai anggota legislatif pada periode 2004-2009. Namun, sebelum jabatannya tersebut selesai, TGB memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur NTB untuk periode 2008-2013.

Keputusan TGB itu pun berbuah manis lantaran dirinya sanggup memenangi Pilkada di NTB tersebut dan TGB akhirnya resmi menjabat sebagai Gubernur NTB periode 2008-2013.

TGB sempat diganjar penghargaan Leadership Award oleh Menteri Dalam Negeri pada 2012 karena dianggap mampu memimpin NTB dengan baik.

Kepemimpinan TGB pun berlanjut pada periode berikutnya. TGB resmi kembali menjabat Gubernur NTB untuk kedua kalinya pada periode 2013-2018.

Lagi-lagi, TGB mampu meraih Leadership Award dari Menteri Dalam Negeri pada tahun 2017.

Baca Juga: Jadi Tuan Rumah KTT G20 di 2022, Ini Daya Tarik Labuan Bajo

2. TGB sempat digadang-gadang jadi cawapres pada Pemilu 2019

Profil Tuan Guru Bajang, Eks Timses Jokowi yang Jadi Wakil Komut BSIIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Jelang pagelaran Pilpres 2019, nama TGB sempat masuk dalam 10 kandidat calon pendamping Jokowi yang hendak maju untuk kedua kalinya.

Cucu dari ulama kharismatik NTB, Maulana Syekh Tuan Guru Haji M Zainuddin Abdul Majdi tersebut menyatakan, sebuah kehormatan apabila namanya masuk ke dalam 10 calon kandidat pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Saya pikir, suatu kehormatan yang luar biasa bagi siapapun. Terlepas dari kesadaran keterbatasan, kemampuan secara individu tetapi siapapun anak bangsa jangankan dalam posisi itu, dalam posisi apapun yang bisa bekerja untuk republik yang kita cintai ini, seperti saya misalnya masih sebagai gubernur, ya tentu itu suatu kehormatan," kata TGB, Juli 2018 silam.

3. TGB mengundurkan diri dari Partai Demokrat

Profil Tuan Guru Bajang, Eks Timses Jokowi yang Jadi Wakil Komut BSIIDN Times/Teatrika Putri

TGB merupakan kader Partai Demokrat. Kedekatannya dengan Jokowi pun sempat membuat segenap pengurus Demokrat berang.

Bukannya apa-apa, Partai Demokrat kala itu diketahui tidak mendukung Jokowi dalam ajang Pilpres 2019.

Sikap politik TGB yang mendukung Jokowi maju menjadi Presiden Indonesia untuk kedua kali menjadi alasannya mundur dari Partai Demokrat.

Setelah mundur dari Partai Demokrat, TGB lantas menjadi bagian dari Tim Sukses (Timses) Jokowi-Ma'ruf Amin

4. TGB sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Profil Tuan Guru Bajang, Eks Timses Jokowi yang Jadi Wakil Komut BSIIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Pada 2018 silam, TGB sempat berurusan dengan KPK. TGB kala itu diperiksa terkait kasus divestasi PT Newmont.

Saat itu, KPK menemukan aliran uang senilai Rp7,36 miliar ke rekening TGB selama periode 2009-2011. Tim lembaga antirasuah juga menemukan indikasi adanya aliran dana pada periode yang sama ke rekening istri TGB.

Aliran dana yang mencurigakan tersebut, diduga terkait dengan pembelian saham PT Newmont oleh pemerintah daerah yang dibayar menggunakan dividen.

Dugaan korupsi dalam divestasi saham PT Newmont bermula dari laporan investigasi Majalah Tempo berjudul "Fulus Panas Tambang Emas." TGB disebut menerima aliran dana sebesar Rp1,15 miliar pada 2010 lalu.

Uang itu diduga berasal dari PT Recapital Asset Management milik sahabat TGB, Rosan Roeslani. Perusahaan milik Rosan itu merupakan lembaga yang mengelola investasi Grup Bakrie ketika membeli saham PT Newmont.

Namun, TGB membantah uang tersebut berasal dari aliran dana pembelian saham PT Newmont.

"Uang itu ditransfer karena saya meminjam ke Bapak Rosan Roeslani. Kami sudah berkenal sudah lama, sejak saya masih menjadi anggota DPR pada 2004-2005," ujar TGB.

Kepada penyidik, TGB mengaku uang tersebut ia pinjam untuk kebutuhan pembiayaan pesantrennya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menyebut nominal yang dipinjam mencapai Rp1,165 miliar dan ditransfer sebanyak dua kali ke rekeningnya.

"Niatnya semula mau saya lunasi akhir tahun (2010), tapi ternyata tidak selesai, maka dibuatlah akad sejak tahun 2012 lalu. Walaupun Pak Rosan sahabat saya, tetapi saya tetap mengikuti aturan yang berlaku, peminjaman tetap dikenai bunga," kata TGB lagi.

Menurut TGB, utang itu sudah ia bayar baik pokok utang dan bunganya. Namun, menurut pemberitaan Majalah Tempo, penyidik KPK justru menemukan kecurigaan dalam pelunasan utang tersebut. Materai dalam surat utang diterbitkan setelah 2012.

Utang juga baru dilunasi pada Mei 2018 setelah lembaga antirasuah mengusut dugaan korupsi divestasi PT Newmont.

Namun, TGB membantah hal tersebut dengan tegas. "Itu adalah urusan perdata antara saya dengan sebuah entitas hukum dan sudah saya lunasi. Tidak ada hubungannya dengan negara dan keuangan negara," kata dia lagi.

TGB juga membantah ada aliran dana dari pembelian saham PT Newmont yang mengalir ke rekening istri dan mantan istrinya. Menurut dia, bukan pihak lain yang mengirimkan uang ke rekening istrinya, melainkan dirinya sendiri.

"Itu (yang mengirimkan uang) adalah saya atau orang yang sudah saya tegaskan. Dan itu resmi menyetor," kata TGB.

Sumber uang itu pun, menurut dia, dari uang-uang yang sah. Itu bersumber dari dari seluruh pendapatan yang ia miliki baik sebagai gubernur dan kegiatannya di luar gubernur.

"Kalau dirupiahkan, gaji, tunjangan, honor dan instentif pajak daerah maka itu cukup menutupi (aliran dana) yang disebut oleh Majalah Tempo tersebut," kata dia lagi.

Ia menjelaskan juga memiliki sumber pemasukan lain yakni dari pesantren dan universitas. Di NTB saja, kata TGB, ia memiliki hampir 1.000 lembaga pendidikan. Untuk pesantren, ada sekitar 16 ribu santri yang belajar di sana.

"Ada pula sebagai rektor di sebuah perguruan tinggi, omzetnya bisa mencapai Rp16 miliar-Rp17 miliar," tutur dia.

Baca Juga: Rincian Biaya Transaksi Nasabah BSI di Mesin ATM Bank Lain

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya