Rupiah Bertahan Menguat di Level Rp16.134 per Dolar AS

- Rupiah menguat 0,57 persen atau 92,50 poin di pasar spot, ditutup pada level Rp16.143 per dolar AS.
- Mata uang di Asia bergerak bervariasi dengan kecenderungan menguat, termasuk baht Thailand, dolar Singapura, dan ringgit Malaysia.
- Penguatan rupiah ditopang minimnya aktivitas perdagangan dan rilis data penting dari sektor ekonomi, namun kenaikan tarif PPN 12 persen memicu kekhawatiran masyarakat kedepan.
Jakarta, IDN Times - Rupiah mampu mempertahankan penguatan di pasar spot hingga akhir perdagangan hari ini, Senin (30/12/2024). Rupiah ditutup pada level Rp16.143 per dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 0,57 persen atau 92,50 poin dan menjadi penguatan mata uang terbesar di Asia.
1. Mata uang di kawasan Asia bergerak variatif
Lebih rinci, hingga pukul 15.00 WIB, mata uang di Asia bergerak bervariasi dengan kecenderungan menguat, baht Thailand berada satu level di bawah rupiah setelah menanjak 0,41 persen.
Selanjutnya, dolar Singapura yang terkerek 0,18 persen dan ringgit Malaysia yang terangkat 0,05%. Disusul, rupee India yang terapresiasi 0,04 persen
Berikutnya, dolar Taiwan yang naik 0,02 persen dan dolar Hongkong yang menguat tipis 0,008 persen terhadap the greenback.
Sementara itu, peso Filipina menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah ditutup anjlok 0,17 persen
Kemudian, won Korea sudah ditutup koreksi 0,14 persen dan yuan China terlihat turun 0,04 persen. Lalu ada yen Jepang yang melemah 0,02 persen.
2. Rupiah menguat ditopang oleh defisit perdagangan AS yang lebih besar
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan penguatan rupiah ditopang minimnya aktivitas perdagangan dan rilis data-data penting dari sektor ekonomi.
"Dolar AS sendiri terpantau sedikit lebih lemah setelah data menunjukkan defisit perdagangan yang lebih besar dari perkiraan," ungkap Lukman.
3. Tarif PPN picu kekhawatiran di masyarakat
Di samping itu, Lukman menyebut kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen pada hari Rabu (1/1/2025), telah memberikan sentimen terhadap rupiah. Kenaikan tarif ini pun memicu kekhawatiran masyarakat kedepan.
"Sentimen yang masih belum membaik terhadap rupiah akibat masyarakat khawatir pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada tahun 2025 akan menekan daya beli rakyat semakin rendah," ungkap Lukman.