Temui Airlangga Hartarto, Apindo Minta Pemerintah Revisi UU Tapera

- Apindo usulkan revisi UU Tapera agar sejalan dengan BPJS Ketenagakerjaan.
- Kepastian revisi masih baru akan dibahas bersama parlemen periode 2024-2029.
- Menko Airlangga dukung usulan revisi UU Tapera, sementara anggota DPR RI soroti lamanya pengundangan UU.
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan revisi Undang-undang No 4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), khususunya soal impementasi iuran bagi pekerja swasta.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan pihaknya mengusulkan revisi mengenai konsep implementasi Tapera yang tidak sejalan dengan yang sudah ada dalam BPJS Ketenagakerjaan.
"Prinsipnya kita harus kembali kepada undang-undangnya, karena pemerintah itu tidak bisa banyak berbuat kalau undang-undangnya tidak direvisi. Jadi kita kembali akan memberikan masukan untuk revisi UU Tapera,” katanya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (16/7/2024).
1. Apindo siapkan semua pandangan terkait aturan Tapera

Kepastian revisi UU Tapera masih baru akan bahas bersama dengan parlemen baru periode 2024-2029. Meski begitu, Apindo telah menyiapkan semua masukan dan pandangan dari sisi pengusaha terkait UU Tapera.
"Karena ini percuma kalau kita bolak-balik hanya dengan pemerintah, tapi kalau di undang-undangnya tidak diubah. Kelihatannya undang-undang kita harus tunggu sampai mungkin parleimen yang baru,” jelasnya.
2. Ketentuan kewajiban potongan Tapera beri trauma bagi pekerja

Di sisi lain, Shinta mengatakan Menko Airlangga juga memberikan lampu hijau terkait usulan revisi UU Tapera tersebut. “Beliau mendukung bahwa yang direvisi di UU terlebih dahulu, itu yang akan direvisi,” katanya.
Sebelumnya, anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menyoroti masalahnya bukan tentang sosialisasi, melainkan terlalu lamanya pengundangan UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera atau delapan tahun menunggu baru dibuat PP pada tahun 2020 dan 2024 dan akan menunggu lagi peraturan menteri ketenagakerjaan, sebab situasi perekonomian masyarakat saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan saat UU Tapera ini dibahas.
“Padahal UU tentang Tapera pada tahun 2016 lalu mendapat dukungan dari berbagai organisasi buruh seperti Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Bahkan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) DPR RI dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBS) membahas UU ini pernah dilakukan pada 23 November 2015,” ungkapnya.
Saat ini, kata pria yang akrab disapa SJP ini, sudah terlalu banyak potongan gaji pekerja seperti BPJS Kesehatan yang memotong gaji 1 persen, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun 1 persen, Jaminan Hari Tua 2 persen, belum lagi PPh 21 atau Pajak Penghasilan Pasal 21 yang memotong 5-35 persen sesuai penghasilan pekerja.
“Potongan gaji pekerja dengan label wajib di atas semakin menambah trauma para pekerja, dengan adanya kewajiban menjadi peserta Tapera seperti dinyatakan Pasal 7 UU No. 4 Tahun 2016,” tegas Suryadi.
Belum lagi, imbuhnya, ketidakpercayaan masyarakat karena adanya penyalahgunaan dana seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Sehebat apapun konsep skema pengelolaan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera, masyarakat masih sulit untuk diyakinkan.
3. Aturan PP 21/2024, pekerja swasta dipungut 0,5 persen

Tapera ini diatur di dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 yang ditetapkan pada 24 Maret 2016. Aturan lebih lanjut juga terdapat di dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 20 Mei 2024 lalu. Kedua peraturan perundang-undangan ini masih berlaku.
Berdasarkan aturan tersebut, PP 21/2024, iuran yang akan ditanggung peserta mencapai 3 persen. Iuran tersebut akan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi pekerja dengan porsi 2,5 persen dari gaji pekerja dan 0,5 persen ditanggung perusahaan atau pemberi kerja.