Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tokopedia Janji Gak Bakal Diskon Jor-joran meski TikTok Shop Gabung

Presiden Tokopedia, Melissa Siska Juminto. (IDN Times/Triyan)
Presiden Tokopedia, Melissa Siska Juminto. (IDN Times/Triyan)

Jakarta, IDN Times - Tiktok Shop dan Tokopedia menyatakan komitmen dalam memerangi aksi penjualan produk dengan harga sangat murah atau predatory pricing. Hal ini untuk menjaga persaingan yang sehat bisnis e-commerce di Indonesia.

CEO Tokopedia Melissa Siska Juminto menjelaskan, pihaknya tidak akan berlebihan menggelontorkan promo usai TikTok Shop bergabung ke Tokopedia.

"Jadi buat kita memang fokusnya tetap sustainability, doesn't mean (tidak berarti) sudah bergabung (TikTok) kita itu akan jor-joran (kasih promo), enggak juga, karena setiap bisnis rasionalnya dengan ekonomi seperti ini itu sustainability tetap nomor satu," ujar Mellissa saat ditemui di Tokopedia Tower, Rabu (3/4/2024).

1. Promo TikTok Shop sekarang sebagai Shop Tokopedia

ilustrasi TikTok Shop (IDN Times/Vadhia Lidyana)
ilustrasi TikTok Shop (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebagai informasi, sistem TikTok Shop telah resmi dikendalikan oleh Tokopedia seiring dengan rampungnya proses migrasi TikTok Shop ke Tokopedia pada 27 Maret 2024. Kini fitur belanja tersebut resmi berganti nama Shop Tokopedia. 

Adapun promo yang diberikan di dalam TikTok Shop atau sekarang disebut sebagai Shop Tokopedia berkomitmen untuk mendukung dan mengembangkan UMKM.

2. Bisnis UMKM harus bertumbuh

Dok. Tokopedia
Dok. Tokopedia

Menurutnya, TikTok maupun Tokopedia, memiliki tujuan yang sama, yaitu agar bisnis tetap tumbuh dan menguntungkan UMKM sebagai merchant. Namun di sisi lain perusahaan juga harus menjaga arus keuangan, oleh karena itu memberikan promo besar-besaran dalam jangka panjang dianggap tidak akan membuat bisnis mereka berkelanjutan.

"Kita harus growth bisnisnya agar UMKM tetap benefit, tapi at the same time itu juga enggak masuk akal kalau kita rugi terus, jadi persaingan sehat juga jadi fokus," ungkapnya.

3. Praktek predatory pricing muncul karena masalah rantai pasok

ilustrasi diskon dan promo (Pixabay.com)
ilustrasi diskon dan promo (Pixabay.com)

Menurut dia, persoalan utama praktik predatory pricing bukan pada e-commerce melainkan pada rantai pasok (supply chain) yang tersedia. Sebab, meski banyak produk diturunkan (takedown), penjual offline juga menjual produk tersebut.

"Walaupun kami takedown produknya, sebenarnya penjual-penjual ini ada juga di luaran, di offline (pedagang pasar). Jadi sebenarnya e-commerce hanya salah satu kanal," kata Melissa.

Dengan demikian, Melisa menilai perlu ada kolaborasi antara pihak pengusaha, bea cukai, dan kementerian terkait untuk memecahkan masalah predatory pricing di ekosistem e-commerce.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us