Trump Desak Fed Turunkan Suku Bunga namun Powell Menolak Lagi

- Trump dan pejabat AS kritik kebijakan Powell
- Trump terus mendorong The Fed untuk turunkan suku bunga
- Kritik juga datang dari William J Pulte terhadap kebijakan Powell
- Fed khawatir dampak tarif dan ketidakpastian ekonomi
- Powell mengakui ancaman inflasi tetapi juga khawatir dengan tarif Trump
- Efek tarif terhadap inflasi bisa berlangsung lebih lama dan memengaruhi harga konsumen
- Proyeksi ekonomi AS masih diliputi ketidakpastian
- Risiko kenaikan infl
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus mendorong Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga, tetapi Ketua Fed Jerome Powell menyatakan pada Selasa (24/6/2025) hal itu belum bisa dilakukan. Dua pandangan yang saling bertentangan ini mencuat saat Powell memberikan kesaksian di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR yang dikuasai Partai Republik. Powell membela keputusan bank sentral untuk tidak mengubah kebijakan sejak awal tahun.
Dilansir dari NBC News, data terbaru menunjukkan inflasi di AS sudah turun jauh dari level tinggi yang terjadi semasa pemerintahan Joe Biden. Sementara itu, angka pengangguran mulai mengalami kenaikan. Dalam kondisi seperti ini, biasanya Fed menurunkan suku bunga acuan agar pinjaman meningkat dan lapangan kerja bertambah.
1. Trump dan pejabat AS kritik kebijakan Powell

Trump dan pejabat lain di pemerintahannya terus melancarkan kritik terhadap Powell yang menolak menurunkan suku bunga. Trump bahkan memperkuat pernyataannya di media sosial dengan mengatakan bahwa tidak ada inflasi di ekonomi AS, justru ekonomi berjalan hebat. Ia menyebut Powell seharusnya menurunkan suku bunga sekarang dan bisa dinaikkan lagi nanti jika inflasi kembali melonjak.
William J Pulte yang merupakan Direktur Federal Housing Finance Agency ikut menyerang kebijakan Powell. Dalam unggahannya di X, ia menuduh keputusan Powell tidak berdasarkan data, melainkan akibat politisasi Fed yang dinilai berbahaya. Pulte mengatakan kebijakan Powell telah merugikan rakyat yang berjuang membayar cicilan mobil, kartu kredit, dan hipotek mereka.
2. Fed khawatir dampak tarif dan ketidakpastian ekonomi
Powell mengakui bahwa suku bunga tinggi dapat berdampak buruk bagi ekonomi, tetapi ia menilai ancaman inflasi yang lebih besar masih membayangi. Ia juga menyebut ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan imigrasi Trump membuat Fed memilih bersikap hati-hati. Menurut Powell, saat ini Fed berada dalam posisi terbaik untuk menunggu dan mengkaji lebih jauh arah perekonomian sebelum mengubah kebijakan.
Dilansir dari CNN Internasional, Powell menjelaskan, tarif biasanya memicu kenaikan harga satu kali, namun Fed wajib memastikan hal itu tidak berubah menjadi masalah inflasi berkepanjangan. Ia menilai efek tarif terhadap inflasi bisa singkat, tapi ada kemungkinan juga efek itu berlangsung lebih lama. Powell menyebut dampak dari kebijakan tarif agresif Trump sudah mulai terasa, dan cepat atau lambat akan memengaruhi harga konsumen.
Ekonom di JPMorgan memprediksi puncak dampak tarif Trump akan terjadi pada musim panas tahun ini. Menurut mereka, hal itu bisa semakin menekan harga dan mendorong inflasi.
3. Proyeksi ekonomi AS masih diliputi ketidakpastian

Saat menjawab pertanyaan anggota DPR Bill Huizenga dari Partai Republik, Powell mengakui ada risiko kenaikan inflasi di akhir tahun. Ia mengatakan bahwa semua peramal profesional di dalam dan luar Fed memperkirakan laju pertumbuhan harga akan meningkat. Data terakhir menunjukkan inflasi tetap di atas target 2 persen Fed, bahkan diperkirakan naik dari 2,5 persen menjadi 2,6 persen pada Mei.
Banyak ekonom memprediksi ekonomi AS akan menghadapi situasi stagflasi, di mana inflasi dan pengangguran sama-sama naik. Kondisi ini bisa menggerus daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Harga minyak yang mahal, tarif tinggi, serta pembatasan imigrasi memberi tekanan negatif pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sekaligus mendorong inflasi.
Dialnsir dari The Guardian, dalam dua hari terakhir, Fed memutuskan mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25 persen hingga 4,5 persen. Mereka ingin melihat dampak dari kebijakan signifikan Trump terhadap data ekonomi sebelum memutuskan pemotongan suku bunga. Akhir tahun lalu, Fed memangkas suku bunga utama sebesar satu persen setelah lebih dari setahun berada di level tertinggi dalam dua dekade.
Wakil Ketua Fed untuk Pengawasan Michelle Bowman menilai suku bunga harus segera diturunkan jika inflasi tetap terkendali. Gubernur Fed Christopher Waller juga menyatakan hal serupa pekan lalu. Powell menegaskan bahwa Fed adalah institusi independen dan keputusannya tidak mempertimbangkan faktor politik.
Sebagian besar ekonom memperkirakan dampak tarif Trump terhadap harga akan mulai terlihat sekitar Juli. Meski begitu, peluang Fed memangkas suku bunga bulan depan masih kecil, dengan prediksi pasar menunjukkan kemungkinan 77 persen suku bunga tetap dipertahankan pada pertemuan 29–30 Juli. Analis di JPMorgan, Goldman Sachs, Barclays, Nomura, dan Deutsche Bank memperkirakan Fed hanya akan menurunkan suku bunga sekali tahun ini, tepatnya pada Desember.