UU BUMN Belum Dirilis, ICW Sebut Pemerintah Berpotensi Langgar Hal Ini

- RUU BUMN direvisi tapi belum dirilis 15 hari setelah disahkan
- ICW mengecam kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan UU
Jakarta, IDN Times - Sudah 15 hari sejak diketuk oleh Paripura DPR RI, perubahan ketiga Undang-Undang Badan Usaha Milik (BUMN) Nomor 19 tahun 2003 belum juga dirilis.
Baik pemerintah maupun DPR RI belum membuka akses pada regulasi tersebut. Padahal, UU itu mengandung perubahan krusial terkait pengelolaan BUMN, termasuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan hal tersebut. Apalagi, menurut ketentuan Mahkamah Konstitusi (MK), pembentukan UU harus menerapkan meaningful participation, bahkan sejak rancangannya baru diusulkan.
“Jadi catatan kami, ini suatu hal yang sangat disayangkan dan berpotensi besar melanggar beberapa ketentuan prosedural pembentukan undang-undang,” kata Peneliti ICW, Yassar Aulia kepada IDN Times, Rabu (19/2/2025).
1. Publik harus dilibatkan

ICW menegaskan, pembentukan revisi UU BUMN bukan hanya harus diketahui masyarakat, tapi harus melibatkan masyarakat.
“Jadi jangankan undang-undang yang ketika diketuk, tapi dari awal perencanaan, usulan, sebuah RUU saja seharusnya publik bukan hanya tahu, tapi dilibatkan di dalam proses-prosesnya secara bermakna,” tutur Yassar.
2. Mengundang kemarahan publik

Perubahan pengelolaan BUMN dan pembentukan Danantara yang turut diatur dalam revisi UU BUMN menuai kritik di masyarakat. Menurut Yassar, kemarahan itu sangat wajar ketika tidak ada transparansi atas sebuah regulasi yang bisa berdampak kepada kehidupan masyarakat.
“Dengan Danantara dibentuk seperti ini, terutama dengan proses yang sangat tertutup, wajar publik melayangkan protes,” ucap Yassar.
3. ICW kritik keras perubahan ketentuan kerugian BUMN

Salah satu ketentuan baru yang beredar dalam UU BUMN adalah kerugian BUMN tak lagi dihitung sebagai kerugian negara. Menurut ICW, perubahan ini berpotensi menghilangkan tanggung jawab pengelola BUMN terhadap negara maupun masyarakat ketika ada kerugian dari kasus tata kelola.
“Ini sebenarnya sumber dari rakyat juga, tapi sekarang dapat dikelola secara agresif seperti korporasi gitu, dan tentunya akan menghasilkan risiko kerugian rakyat juga,” ujar Yassar.