11 Efek Domino Shutdown AS ke Ekonomi dan Rakyat

- Pengeluaran konsumen menurun karena pekerja federal menghadapi furlough atau pemotongan pekerjaan.
- Laporan ekonomi penting tertunda, termasuk data klaim pengangguran mingguan dan laporan pekerjaan bulanan.
- Pasar keuangan terimbas dengan fluktuasi indeks Dolar dan obligasi Treasury yang menguat.
Penutupan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dimulai pada Rabu (1/10/2025), membawa sejumlah konsekuensi serius bagi perekonomian negara tersebut. Dampaknya tidak hanya terasa pada pekerja federal, tetapi juga menjalar ke berbagai sektor seperti keuangan, transportasi, hingga program bantuan sosial.
Situasi kali ini berbeda dengan penutupan sebelumnya karena disertai ancaman pemotongan pekerjaan permanen di tengah pasar tenaga kerja yang melemah. Dari penurunan belanja masyarakat sampai risiko pada kebijakan moneter, berikut 11 dampak penutupan pemerintah AS yang perlu diketahui.
1. Pengeluaran konsumen menurun

Pekerja federal yang menghadapi furlough atau pemotongan pekerjaan memilih untuk mengurangi belanja mereka. Hal ini terutama terlihat pada pembelian barang-barang mahal, seperti mobil atau peralatan rumah tangga.
Dilansir dari Al Jazeera, ketidakpastian membuat konsumen ragu berbelanja seperti biasa. Michael Klein, profesor urusan ekonomi internasional di Tufts University, mengatakan bahwa konsumen akan mulai mengurangi pengeluaran karena kekhawatiran tentang masa depan. Bahkan jika pemotongan pekerjaan akhirnya dibatalkan lewat pengadilan, keraguan tetap ada. Akibatnya, sektor ritel dan jasa ikut menurun karena transaksi besar tertunda.
2. Laporan ekonomi penting tertunda

Data kunci dari Departemen Tenaga Kerja seperti klaim pengangguran mingguan dan laporan pekerjaan bulanan tidak bisa dirilis tepat waktu. Padahal, data tersebut sangat penting untuk menilai kesehatan pasar tenaga kerja.
Survei JOLTS yang sebelumnya mencatat penurunan perekrutan 114 ribu pekerjaan pada Agustus juga ikut tertunda. Ini semakin menyulitkan pengawasan tren ketenagakerjaan, apalagi jumlah penambahan pekerjaan bulan itu hanya 22 ribu.
Selain itu, Bureau of Economic Analysis tidak dapat merilis data tentang defisit, perdagangan, dan PDB. Keterlambatan ini menambah ketidakpastian bagi pengambil keputusan ekonomi.
3. Pasar keuangan terimbas

Secara historis, penutupan pemerintah tidak banyak memukul pasar karena dianggap gangguan sementara. Daniel Hornung dari Stanford Institute of Economic Policy Research menyebut biasanya pasar ekuitas dan obligasi cepat pulih setelah pemerintah kembali beroperasi. Namun, kondisi kali ini berbeda karena ada ancaman pemotongan pekerjaan permanen dan tarif yang menekan bisnis.
Indeks Dolar sempat berfluktuasi, sementara obligasi Treasury menguat karena dianggap aset aman. Menariknya, rata-rata S&P 500 justru naik 12 persen dalam 12 bulan setelah penutupan sejak 1976, dilansir dari NBC News.
4. Furlough pekerja federal

Ratusan ribu pekerja federal non-esensial dipaksa cuti tanpa gaji langsung. Sementara itu, pekerja esensial seperti pengontrol lalu lintas udara tetap bekerja, tetapi pembayaran gaji mereka ditunda.
Dilansir dari USA Today, pada hari pertama, pekerja furlough masih diberi empat jam untuk menyelesaikan administrasi dasar seperti pengisian timesheet. Namun, agen federal tidak bisa meminjam dana fiskal sebelumnya tanpa izin Gedung Putih.
Penutupan tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa hingga 40 persen pegawai sipil bisa terdampak. Layanan umum seperti taman nasional dan museum pun ditutup, meski program esensial seperti Social Security tetap jalan.
5. Ancaman PHK permanen

Administrasi Trump mengaitkan penutupan ini dengan rencana pemutusan hubungan kerja permanen atau Reduction in Force (RIF). Namun, menurut Hornung, tidak ada dasar hukum untuk menerapkan RIF selama shutdown berlangsung.
Pemberitahuan RIF butuh 30–60 hari, sehingga langkah mendadak berisiko dibatalkan pengadilan. Tahun ini juga dijadwalkan lebih dari 150 ribu pekerja keluar lewat program buyout, angka terbesar dalam hampir 80 tahun.
Presiden AS, Donald Trump, menyampaikan bahwa selama penutupan pemerintah bisa dilakukan langkah-langkah yang bersifat irreversibel, termasuk pemotongan jumlah pegawai dalam skala besar serta penghapusan program yang dianggap tidak prioritas. Menurutnya, langkah tersebut akan berdampak buruk bagi pihak yang terdampak dan tidak bisa dibatalkan. Hal ini memperlihatkan ancaman serius bagi keberlangsungan sejumlah program federal.
6. Pertumbuhan ekonomi melambat

Penutupan berdampak pada perlambatan pertumbuhan, dengan catatan penutupan 2018–2019 memangkas output sampai 0,4 persen. Jika skenario 2013 terulang dengan 40 persen pegawai furlough, penurunan bisa mencapai 0,15 persen per minggu.
Ekonomi AS saat ini dalam kondisi rapuh, dengan inflasi meningkat sejak April dan pasar tenaga kerja melemah. Data terbaru bahkan merevisi jumlah penambahan pekerjaan turun 911 ribu dari perkiraan awal.
Hornung menyebut perbedaan utama kali ini adalah lemahnya ketahanan ekonomi. Riak dampaknya juga menyentuh sektor-sektor yang bergantung pada belanja pemerintah.
7. Kebijakan moneter makin sulit

Tanpa data ekonomi, Federal Reserve (The Fed) kesulitan menentukan arah suku bunga. Padahal pertemuan berikutnya dijadwalkan pada 28–29 Oktober 2025, sementara bulan lalu Fed baru saja menurunkan bunga 25 basis poin.
Inflasi yang tetap tinggi akibat tarif membuat keputusan makin rumit. Jerome Powell, Ketua The Fed, mengatakan bahwa ini adalah situasi yang menantang dengan ketidakpastian besar soal inflasi.
Hornung menambahkan bahwa ekonomi sedang dalam posisi rentan. Walau penundaan data singkat mungkin tidak terlalu berdampak, tetap saja keseimbangan kebijakan jadi makin rapuh.
8. Risiko peringkat kredit turun

Pada Mei, Moody’s sudah menurunkan peringkat kredit AS akibat risiko fiskal. Meski begitu, penutupan tidak otomatis membuat downgrade baru karena pemerintah masih bisa menerbitkan utang.
Tiga lembaga pemeringkat menilai kekuatan ekonomi AS dan independensi kebijakan moneter tetap bertahan. Moody’s hanya memperingatkan bahwa pengaturan institusional bisa diuji sewaktu-waktu. Selain itu, One Big Beautiful Bill Act yang menaikkan plafon utang membantu mengurangi risiko langsung. Analis JPMorgan Chase bahkan menilai ancaman downgrade saat ini kurang relevan.
9. Transportasi udara terganggu

Agen TSA dan pengontrol lalu lintas udara bekerja tanpa bayaran langsung, yang bisa memicu absen. Hal ini menambah kekurangan staf dan mengakibatkan antrean panjang di bandara.
Perekrutan serta pelatihan pengontrol baru juga dihentikan sementara. Geoff Freeman dari U.S. Travel Association bahkan memperingatkan Kongres soal makin parahnya masalah kekurangan staf.
Kalau shutdown berlangsung lebih dari beberapa hari, penundaan dan pembatalan penerbangan bisa makin terasa.
10. Kontrak dan hibah federal tertunda

Kontrak baru maupun hibah federal dihentikan kecuali untuk kasus darurat yang menyangkut nyawa, properti, atau keamanan nasional. Pentagon membuat pengecualian hanya untuk urusan mendesak.
Proyek penelitian dan pengadaan yang bergantung pada dana pemerintah jadi terhambat. Agen juga dilarang memindahkan dana tanpa izin Gedung Putih.
Kalau penutupan berkepanjangan, alokasi sumber daya bisa semakin terhambat. Meski begitu, program yang dibiayai mandiri tetap beroperasi normal.
11. Program bantuan sosial tertekan

Program bantuan pangan seperti SNAP dan WIC masih berjalan dengan dana jangka pendek, tetapi bisa terganggu jika shutdown berlanjut lama. Caleb Quakenbush dari Bipartisan Policy Institute menyebut dampaknya akan terasa pada penerima jika situasi berlarut.
Manfaat veteran tetap tersedia, tetapi layanan konseling karir ditangguhkan dan kantor regional VA ditutup. Sementara itu, Social Security, Medicare, dan Medicaid tetap beroperasi sebagai program esensial.
Penutupan juga menunda pemrosesan informasi publik di HHS serta penerimaan pasien baru di uji klinis NIH. Meski CDC tetap bekerja memantau wabah, efek pada program sosial biasanya makin terlihat setelah pekan pertama.