Begini Strategi BNI Jaga Likuiditas setelah BI Rate Turun

- BNI memanfaatkan penurunan suku bunga BI untuk memperkuat likuiditas dengan fokus pada Dana Pihak Ketiga (DPK) dari segmen ritel.
- BNI meluncurkan aplikasi wondr dan BNI Direct untuk mendorong dana murah berbasis transaksi, serta memperkuat pendanaan dari sumber non-DPK.
- Bank Indonesia menilai suku bunga perbankan masih tinggi, sehingga perlu diturunkan guna mendorong peningkatan penyaluran kredit demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Jakarta, IDN Times – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memanfaatkan peluang dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat posisi likuiditas. Langkah ini merupakan bagian dari strategi adaptif bank dalam menghadapi dinamika pasar keuangan.
"Sejak September 2024, BI telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, dari 6,25 persen menjadi 5,50 persen. Penurunan BI Rate tersebut juga diikuti dengan peningkatan likuiditas di pasar, sehingga memberikan ruang bagi perbankan untuk memperkuat likuiditas," ujar Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
1. BNI fokus perkuat DPK dan segmen ritel

Menurut Okki, BNI mengambil langkah strategis dengan fokus pada Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berkelanjutan dari segmen ritel.
"Strategi ini sejalan dengan rencana bank dalam penghimpunan DPK melalui peluncuran aplikasi wondr dan BNI Direct yang kami hadirkan untuk mendorong dana murah berbasis transaksi,” lanjut Okki.
2. Inovasi digital bisa memperkuat posisi likuiditas BNI di jangka panjang

Menurutnya, inovasi digital ini diharapkan mampu memperkuat posisi likuiditas BNI dalam jangka panjang. Selain mengandalkan Dana Pihak Ketiga (DPK), BNI juga memperkuat pendanaan dari sumber non-DPK.
“BNI dapat meningkatkan likuiditas yang bersumber dari pendanaan non-DPK yang bersifat jangka panjang, sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB),” jelas Okki.
Ia menegaskan, efisiensi struktur biaya pendanaan tetap menjadi perhatian utama. Upaya ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang kompetitif dan terus berubah. BNI juga secara aktif mengevaluasi komposisi portofolio aset agar tetap optimal.
“Namun demikian, hal ini tidak serta merta mengubah strategi pembiayaan dan kredit di BNI,” ujar Okki. Melalui strategi tersebut, BNI berupaya mendorong pertumbuhan aset sambil menjaga kualitas kredit tetap terjaga.
3. Penyaluran kredit perlu digenjot

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa suku bunga perbankan masih relatif tinggi. Pada April 2025, suku bunga deposito satu bulan tercatat sebesar 4,83 persen, naik dari 4,81 persen pada awal Januari 2025.
Ia menjelaskan, terdapat kecenderungan sejumlah bank untuk menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi dari yang dipublikasikan.
Perry menambahka, suku bunga kredit perbankan masih berada di level yang tinggi, yakni sebesar 9,19 persen pada April 2025. "Angka tersebut hampir sama dengan posisi pada awal Januari 2025 yang sebesar 9,20 persen," ucapnya.
Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, Bank Indonesia menilai bahwa suku bunga perbankan perlu diturunkan guna mendorong peningkatan penyaluran kredit.
Perry juga menyebutkan, penyaluran kredit perbankan pada bulan keempat tahun ini tumbuh sebesar 8,88 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2025 yang mencapai 9,16 persen yoy.
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank masih baik, terutama pada sektor pertanian; listrik, gas, dan air; serta jasa sosial.