Strategi Investasi 60/40 Terancam Usang? Ini Penjelasan CEO BlackRock

- Strategi 60/40 perlu diubah karena pandemik, inflasi, dan kebijakan perdagangan global membuatnya kurang relevan. Tingkat suku bunga tinggi dan ketidakpastian pasar juga membuat strategi lama semakin sulit dijalankan.
- Pasar privat tumbuh pesat dan dinilai menawarkan potensi imbal hasil yang lebih besar sekaligus perlindungan dari inflasi. BlackRock menekankan pentingnya memasukkan aset privat dalam portofolio.
- BlackRock berupaya menciptakan transparansi di pasar privat dengan mengakuisisi Preqin, firma data yang melacak 190 ribu dana privat. Perusahaan ingin menghadirkan indeks pasar privat layaknya ETF S&P 500 agar aksesnya lebih terbuka bagi investor individu.
Portofolio 60/40 selama puluhan tahun dikenal sebagai strategi investasi klasik, dengan pembagian 60 persen pada saham dan 40 persen pada obligasi atau instrumen pendapatan tetap. Metode ini dinilai mampu memberi stabilitas karena obligasi menyediakan pembayaran bunga rutin.
Namun, CEO BlackRock Larry Fink menilai, pendekatan tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini. Dalam surat tahunannya kepada pemegang saham, Fink menulis, strategi 60/40 tidak lagi sepenuhnya mencerminkan diversifikasi yang sebenarnya.
Ia menyarankan formula baru dengan pembagian 50 persen saham, 30 persen obligasi, dan 20 persen aset alternatif seperti properti, ekuitas swasta, infrastruktur, serta kredit privat.
1. Mengapa 60/40 perlu diubah?

Menurut Fink, pandemik, inflasi, serta kebijakan perdagangan global membuat formula 60/40 kurang relevan. BlackRock menyoroti dua faktor utama lain yang memperkuat alasan perubahan, yakni munculnya rezim baru di pasar keuangan dan pertumbuhan pesat pasar privat.
Dalam unggahan blog, BlackRock menjelaskan, tiga tahun terakhir ditandai dengan tingkat suku bunga tinggi dan ketidakpastian pasar, berbeda dengan dekade sebelumnya yang relatif stabil. Hal ini membuat strategi lama semakin sulit dijalankan.
2. Potensi pasar privat

Fink menekankan pentingnya memasukkan aset privat dalam portofolio. Pasar privat tumbuh pesat, sementara obligasi tidak lagi menjadi pilihan paling aman. Namun, akses ke instrumen ini masih terbatas karena sering kali membutuhkan modal besar dan hanya terbuka bagi investor dengan kekayaan tertentu.
Meski berisiko lebih tinggi, aset privat dinilai menawarkan potensi imbal hasil yang lebih besar sekaligus perlindungan dari inflasi.
“Daya tariknya jelas. Aset privat membawa risiko, tetapi juga memberikan manfaat besar,” tulis Fink..
3. Upaya membuka akses lebih luas

Agar tidak hanya dikuasai investor kaya, BlackRock berupaya menciptakan transparansi di pasar privat. Tahun lalu, perusahaan mengakuisisi Preqin, firma data yang melacak 190 ribu dana privat. Dengan akuisisi ini, BlackRock ingin menghadirkan indeks pasar privat layaknya ETF S&P 500, sehingga aksesnya lebih terbuka bagi investor individu.
“Preqin melakukan untuk pasar privat apa yang Zillow lakukan untuk perumahan,” ujar Fink, menekankan pentingnya kemudahan membeli dan memantau investasi.
4. Perubahan tak terhindarkan

Meski strategi 60/40 dianggap seimbang, sejumlah pakar mengingatkan investor untuk beradaptasi. Pendiri Argosy Wealth Management, Eric Mangold mengatakan, rekomendasi baru kini memasukkan aset alternatif guna meningkatkan imbal hasil dan mengurangi volatilitas.
“Ide 60/40 adalah saham dan obligasi jarang turun bersamaan. Namun, kondisi terus berubah. Investor harus memahami risiko dan menyesuaikan portofolionya,” ucap Mangold.
Ia menambahkan, penyesuaian tidak selalu berarti mengubah total strategi. Kadang cukup dengan melakukan koreksi kecil agar tetap sejalan dengan tujuan investasi.
Relevansi strategi 60/40 memang belum sepenuhnya usang. Namun, Larry Fink menilai sudah waktunya investor mulai melirik formula 50/30/20 sebagai standar baru. Dengan diversifikasi yang lebih luas, strategi ini diyakini mampu menghadapi gejolak ekonomi global sekaligus membuka peluang keuntungan yang lebih optimal di masa depan.