Kelak, tak ada lagi suara sepatu di teras,
hanya angin yang lewat tanpa balas.
Ayah tak lagi berdiri di ambang pintu,
ia jadi bisu dalam waktu yang terus berlalu.

Dulu ia adalah kata kerja:
menyediakan, memperbaiki, mengantar bahagia.
Kini hanya potret di rak kayu tua,
yang diam-diam masih menjaga doa.

Tak ada lagi tangan yang menggenggam takut,
hanya petuah yang menetap dalam lembut.
Ia telah menjadi bayang yang tak bisa dipeluk,
tapi terasa di tiap detik yang sunyi dan cukup.

Dan bila suatu hari hidup terasa patah,
ingatlah: ayah tak pernah benar-benar berubah.
Ia masih bekerja, bukan lagi dengan tubuh,
tapi dalam cara kita berdiri meski rapuh.