Kapan terakhir kali
kaki-kaki, milikku-milikmu
berjalan berdampingan,
kadang saling menyandung
atau adu pijakan.
Punggung telapak kaki
menjelma kulit ketela,
sambil mulut
melahirkan canda tawa.

Sandal renta yang lusuh
masih kubiarkan tinggal
di sudut ruang
juga, pada baris-baris ingatan.
Sesekali ia menanyakan kabarmu
atau sekadar berceloteh panjang,
menatap gamang
pada masa yang usang.

Aku tak pernah menyangka
waktu akan berlari tunggang-langgang,
meninggalkan riang
yang terbujur kaku di tepi ladang
tempat kita biasa bermain layangan.