Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Kepulan Asap Dupa di Bulan Juni

ilustrasi suasana duka (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Adel berdiri di depan rumah duka, menghirup dalam-dalam udara yang bercampur aroma dupa yang terbakar. Di tangannya, ia memegang erat boneka hello kitty pemberian Jan, pacarnya yang sedang tertidur pulas di peti mati berwarna putih cerah. Seolah menantang kenyataan, boneka mungil itu tak pernah terasa seberat ini.

Hari ini adalah hari ketiga ia menemani Jan yang pergi setelah dua minggu merayakan ulang tahunnya. Bulan Juni yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan menjadi titik kehancuran hatinya.

Berjalan perlahan memasuki gerbang rumah duka di sebelah bangunan Kelenteng dekat rumahnya, Adel disambut hangat oleh keluarga Jan. Mereka telah menganggapnya seperti anak sendiri.

“Mari, anakku.” Sambut mama Jan dengan tegarnya memberikan senyuman manis nan ramah.

Adel hanya bisa menangis, tak sepatah kata pun mampu terucap di bibir mungilnya.

Mama Jan memeluk lembut sambil mengusap-ngusap punggungnya.

“Jan, mama.” Sebutnya sambil menangis di pelukan mama.

Hatinya merasa hancur melihat bagaimana cinta yang besar ini kini harus diungkapkan dalam suasana berkabung.

Menguatkan diri mendekat peti mati yang masih terbuka, adel melihat betapa tampan pacarnya menggunakan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan sarung tangan putih. Di sekeliling Jan terdapat barang-barang kesukaannya, termasuk bunga matahari yang terbuat dari plastik hasil karya Adel sebagai kado ulang tahun Jan pada bulan Februari.

Hio atau dupa dinyalakan oleh mama, diterima dengan tangan gemetar dan air mata yang mengalir semakin deras. Adel berdiri di depan peti mati Jan, mengikuti setiap ritual dengan penuh hormat. Asap dupa yang mengepul membawa harapan dan doa-doa ke langit, berharap Jan dapat merasakan kehadirannya di dunia yang lain. Adel menutup matanya, membiarkan air mata mengalir deras setiap kali bayangan Jan hadir dalam pikirannya.

Hari ini adalah hari pemberangkatan. Adel ditugaskan oleh mama Jan untuk membawa pigura foto Jan menuju mobil ambulans.

“Kamu, ya nak yang membawa fotonya.” Minta mama dengan wajah yang sudah ikhlas melepas anak tersayangnya.

Adel mengangguk sambil menangis menerima pigura foto berwarna putih terbuat dari kayu dengan hiasan emas. Langkah kakinya terasa berat, setiap langkah seolah membawa beban kenangan yang tak terhingga. Mencoba menahan air mata yang terus membasahi pipinya. Ia berjalan perlahan di barisan paling depan, di belakangnya para saudara dan sahabat Jan yang membawa bunga tabur. Semua orang dalam duka yang mendalam.

Sesampainya di depan mobil ambulans, Adel berhenti sejenak. Ia kembali menatap foto Jan dalam pigura. Mencoba mengukir senyuman terakhir untuk kekasih yang sangat dicintainya, namun senyum yang tercipta lebih banyak mengandung air mata duka. Dengan hati yang remuk, ia menyerahkan pigura itu kepada petugas, yang kemudian meletakkan dengan hati-hati di dalam mobil yang sudah terdapat peti mati.

Saat pintu ambulans tertutup, suara isak tangis semakin terdengar. Adel berdiri di sana, merasakan kesunyian yang begitu dalam, meskipun di sekitarnya banyak orang melayat.

Asap dupa yang masih mengepul dari kejauhan seolah menjadi pengingat bahwa Jan kini telah pergi, namun kenangannya akan tetap hidup di dalam hati mereka yang mencintainya.

Dengan langkah perlahan, Adel kembali bergabung dengan keluarga Jan. Mereka saling berpelukan, memberikan kekuatan satu sama lain. Dalam kepulan asap dupa itu, mereka berjanji untuk selalu mengenang Jan dengan cinta dan doa, berharap ia tenang di sisi Sang Pencipta.

Hari itu, di bawah langit bulan Juni, Adel melepaskan cinta sejatinya dengan penuh doa dan air mata. Ia menyadari, meskipun Jan telah pergi, kenangan dan cinta mereka akan selalu ada, tersembunyi dalam kepulan asap dupa yang membawa harapan dan doa-doanya ke langit yang tak terbatas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Adelbertha Eva Y
EditorAdelbertha Eva Y
Follow Us