Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Pulpen Kembar

dua bolpen kembar
ilustrasi pulpen kembar (unsplash.com/@mediamodifier)
Intinya sih...
  • Dika selalu buat onar di kelas, tapi kemudian membantu Ica menemukan pulpen kesayangannya yang hilang.
  • Ica merasa sedih karena kehilangan pulpen kesayangan yang diberikan oleh almarhum ayahnya.
  • Setelah menemukan pulpen kesayangannya, Ica akhirnya meminta maaf kepada Dika karena telah merampas pulpen miliknya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Lagi-lagi Dika selalu buat onar di kelas. Biang keributan, ganggu teman-teman wanita, injak-injak bangku dan meja, berkelahi sesama teman, teriak-teriak di kelas, sudah capek guru BK menasehatinya. Beberapa kali orang tuanya di panggil ke sekolah, tapi kelakuan Dika tetap belum berubah juga, jengkel, dan geram rasanya dengan kelakuan Dika. Gara-gara perbuatannya pernah satu kelas di skors tidak boleh mengikuti pelajaran Matematika si killer. Eh, Dika malah jingkrak-jingkrak kesenangan karena merasa tidak belajar, dasar si SONTOLOYO, itulah julukannya. Bukannya mikir malah kesenangan.

Andika Pratama, nama siswa baru pindahan dari sekolah favorite di Bandung Jawa Barat, itulah awal pertama masuk menjadi murid baru di kelas XI 1. Orangnya periang, tampan, berkulit putih, postur tubuhnya atletis, dan pintar. Karena pintar iulah nilai plus buat para guru terhadap Dika, tidak jarang banyak teman wanita meliriknya.

Bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas. Datang Rani sahabatku mengajakku ke kantin bakso di sekitar sekolah. Aku dan Rani duduk sambil memilih daftar menu aneka macam bakso.

“Lo pilih bakso yang mana Ca”? ujar Rani.

“Gue bakso mercon”, tunjuk Ica ke salah satu daftar menu.

“Pesanan gue sama seperti lo aja bakso mercon juga”, ucap Rani singkat

“Bang!! Dua mangkok bakso mercon di tambah kuahnya agak banyakan ya”, pesanku ke penjual bakso

Sambil menunggu dengan sabar pesanan bakso, aku mengutak ngatik HP membuka sosial media yang sejak dari tadi tidak ku aktifkan. Abang bakso datang menghampiriku sambil membawa nampan berisikan pesananku. Saat abang bakso hampir sampai menuju mejaku tiba-tiba Dika lari menyenggol tangan abang bakso.

Byuar .. prang.. bunyi mangkok yang berjatuhan, tumpah semua bakso beserta mangkoknya ke lantai. Tak ayal lagi, tidak ada yang bisa di selamatkan semua mangkok pecah.

“Dika!!! Keterlaluan lo! Dasar sontoloyo, kelewatan lo, jadi pecah semua pesanan gue gara-gara lo” pekikku.

“Gue nggak mau tahu, pokoknya lo harus ganti semuanya”! geramku kesal

“Ma..ma-maafkan gue Ica, gue nggak sengaja, tadi gue di kejar Anton, gue janji pasti gue ganti semuanya.” Sesal Dika dengan mimik bersalah.

Sudah dua minggu Ica uring-uringan karena pulpen kesayangan pemberian papanya hilang.

“Bibi ada lihat pulpenku warna gold di kamarku”? selidikku kepada art di rumahku.

“Enggak non Ica, biasanya kalau bibi melihatnya pasti sudah bibi letakkan kembali di meja belajar non Ica” geleng bibi.

Aku cari-cari di ruang tamu, ruang TV, ruang makan tidak ada, “Apa ada di kamar mama” benakku di hati, tapi kok nggak ada juga.

Putus sudah harapanku karena pulpen kesayanganku belum ku temukan juga. Sedih hatiku mengingat begitu banyak memoar ketika papa memberikan hadiah pulpen oleh-oleh dari Singapura saat papa pulang bisnis bertemu klien dari negara Asia tetangga. “Dengan hadiah pulpen ini agar kamu lebih giat belajar nak”, pesan papa kepadaku.

Ketika besok paginya papa berangkat menuju kantor. Mungkin naas bagi papa. Saat supir papa menyetir mobil tiba-tiba dari arah berlawanan datang mobil truk dengan kekuatan kencang menghampiri dan menabrak mobil papa. Tidak bisa di hindari lagi kecelakaan itu, karena supir truk tidak bisa mengendalikan mobilnya dengan baik, di sebabkan remnya blong.

Hancur hatiku ketika beberapa polisi datang ke rumahku, mengabari kecelakaan maut yang menimpa papa dan supir papa. Lemas seluruh persendian tubuhku saat tiba di rumah sakit. Aku, mama dan kakakku menengok papa yang sudah terbaring terbujur kaku bersimbah darah segar. Dengan tangan gemetar ku pegang nadi papaku yang sudah terkulai lemah tidak berdaya serta detak jantungnya sudah tidak ada lagi.

“Papa!!! Papa!!! Jangan tinggalkan aku pa. Aku sangat menyayangimu pa”, jeritku

“Hu..hu..hu.. papa”, isakku sedih, mama dan kakakku memelukku.

“Sudahlah nak, jangan menangis, biarkan papa tenang di alam sana”, bujuk mama dengan suara

Dengan bergetar menahan tangis. Hatiku hancur tersayat sembilu, orang yang begitu aku sayangi dan aku kasihi sudah pergi meninggalkanku selama-lamanya.

Ingatanku terkenang kembali, semasa hidup begitu banyak kenangan manis bersama papa dan masih banyak nasihat baik yang papa berikan kepadaku, itulah sebabnya kenapa aku sangat menyayangi pulpen gold, karena di hari terakhir papa memberikan hadiah pulpen gold kepadaku.

Di sekolah aku selalu murung dan gelisah karena memikirkan pulpen kesayanganku yang hilang.

“Ica!!! Ica!!! Panggil Rani”.

“Gue perhatikan akhir-akhir ini wajah lo kelihatan lesu terus, biasanya lo nggak begini, ada masalah apa Ca, coba lo ceritakan ke gue barangkali bisa gue bantu”? selidik Rani.

Nggak ada apa-apa kok Ran,” elakku lirih

“Ayolah Ica berterus teranglah, bukankah kita bersahabat, sahabat itu harus saling berbagi bersama suka dan duka,” bujuk Rani.

Akhirnya mengalirlah semua cerita dari Ica mengenai hilangnya pulpen warna gold kesayangannya, Rani dengan sabar mendengarkannya, kemudian membujuknya.

Hingga suatu ketika saat pulang sekolah. Dengan tergesa Dika beranjak dari kelas, tanpa di sadari tiba-tiba tasnya terjatuh di lantai kelas.

“Itu … itu … itu pulpenku,” sorakku

Kegirangan dengan mata binar memungut pulpen yang tercecer dari tas Dika.

“Ini pulpen punyaku!,” sambar Dika dengan kesal.

Tanpa kompromi Ica merebut kembali pulpen gold dari genggaman Dika, segera beringsut pergi meninggalkan Dika yang sempat heran dengan perbuatan Ica merebut pulpen miliknya. Tanpa menghiraukan teriakan Dika, Ica dan Rani melesat pulang dengan mengedarai sepeda motor.

Di kamar Ica merasa bahagia karena pulpen kesayangannya sudah di temukan. Di pandanginya pulpen itu sambil tersenyum mendengarkan alunan musik jadul dari lagu Ayah karya Ebiet G Ade sambil mendekap erat pulpen itu hingga tertidur lelap.

“Non.. non … non Ica.” Terdengar samar-samar suara bibi memanggil dirinya.

“Masuk aja bi, pintunya enggak di kunci kok” lirih Ica.

Dengan malas Ica menggeliat di kasur springbed karena baru bangun tidur,

“Ada apa bi,” gumam Ica sambil menguap lesu.

“Ini non pulpen kesayangan non Ica sudah bibi temukan di kolong sofa ketika tadi bibi sedang membersihkan ruang tamu” ucap bibi semangat, sambil menyodorkan pulpen yang tadi siang ditemukan.

Terkejut Ica menerima pulpen pemberian dari bibi sambil memegang meneliti pulpen gold itu.

“Ja.. jadi yang ku ambil kemarin di sekolah sebenarnya memang benar milik Dika, “ lirih Ica di hati.

“Aduh malunya aku kalau sampai tahu si Dika kejadian yang sebenarnya”, cicit Ica dengan wajah gusar sambil menangkupkan kedua telapak tangannya ke muka.

“Jadi.. yang di atas meja belajar non Ica itu sebenarnya pulpen siapa?” tunjuk bibi kebingungan sebab melihat pulpen yang mirip persis dengan yang ditemukannya. Kemudian ku jelaskan semuanya ke bibi tentang pulpen gold, bibi menyimaknya sambil manggut kepala tanda memahami ceritaku.

Senin pagi selesai upacara di sekolah, aku beringsut cepat menemui Dika sambil membawa kedua pulpen gold yang serupa.

“Dika!!!” panggilku dengan suara agak keras agar terdengar karena suasana riuh siswa selesai upacara.

Dengan perasaan malu ku hampiri Dika. Ku sodori pulpen milik Dika yang kemarin ku rampas dari tangannya.

“Ini pulpen milikmu ku kembalikan, maafkan aku karena aku tidak tahu kalau pulpen ini memang milikmu.” Gusar Ica takut kalau Dika marah karena kelakuannya kemarin merampas yang bukan miliknya.

“Pulpenmu mana? Katamu hilang,” tanya Dika

“Ini pulpen milikku,” acung Ica menunjukkan pulpennya yang hilang.

“Berarti … pulpen kita kembar dong,” gurau Dika sambil tersenyum menggoda.

Aku jadi tersipu malu mendengar gurauan Dika. Semenjak kejadian itu, hubungan kami bertambah akrab. Pulpen kembar kau membawa cerita indah di dalam kehidupanku.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us

Latest in Fiction

See More

[CERPEN] Bapak Gak Suka Kopi

28 Sep 2025, 22:25 WIBFiction
dua bolpen kembar

[CERPEN] Pulpen Kembar

28 Sep 2025, 22:15 WIBFiction
ilustrasi tidur

[PUISI] Mimpi Belaka

27 Sep 2025, 23:15 WIBFiction
ilustrasi orang bersedih

[PUISI] Pekat Penat

25 Sep 2025, 19:52 WIBFiction