[CERPEN] Toxic

Kiara masih mengompres luka di wajahnya ketika terdengar langkah kaki berjalan cepat ke arahnya. Tahu siapa yang datang, Kiara bergegas mematikan lampu kamar dan mengunci pintu rapat-rapat. Jantungnya berdegup kencang. Ia sangat takut.
“Kiara, bukain, please …”
Ketukan pintu terdengar semakin nyaring. Kiara bergeming.
“Kiara, aku tahu kamu di dalam. Please, bukain. Aku mau jelasin semuanya.”
Kiara tetap bergeming. Sejurus kemudian, terdengar isak tangis. Rendi, kekasihnya, masih menunggunya di depan pintu.
“Maafkan aku, Kiara. Aku sama sekali gak bermaksud menyakiti kamu. Aku khilaf,” ujar Rendi dengan bibir bergetar. Ia tampak sangat menyesal.
“Maafkan aku. Pikiranku sedang buntu tadi. Ibuku masuk rumah sakit lagi, tetapi ayahku sama sekali gak peduli. Aku belum dapat panggilan kerja, sementara aku juga butuh uang yang gak sedikit untuk biaya perawatan ibu …”
Rendi tergugu. Air mata membasahi kedua pipinya. Kiara yang semula sudah bertekad untuk mengakhiri hubungannya, perlahan mulai luluh. Ia lantas membuka pintu, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun. Masih ada sisa rasa takut pada dirinya.
“Maafkan aku. Aku janji gak akan mengulanginya lagi …” Rendi meraih tubuh Kiara ke dalam pelukannya.
Gadis itu hanya mengangguk lemah. Luka hasil tamparan bertubi-tubi dari Rendi masih terasa sakit. Namun, entah mengapa ia tak pernah bisa menghentikan semua ini. Ia selalu bisa memaafkan kekasih hati yang sangat dicintainya itu.
“Berapa uang yang dibutuhkan untuk perawatan ibumu?” tanya Kiara.
“Enam juta untuk tiga malam ini. Kamu tak perlu repot-repot …”
“Aku ada uangnya, kutransfer ke rekeningmu sekarang. Jangan ditunda-tunda pembayarannya. Kesehatan ibumu jauh lebih penting,” Kiara bergegas mengambil ponsel yang tergeletak di kasur.
Rendi menyusul Kiara ke dalam. Setelah mengunci pintu kamar, ia lantas memeluk Kiara dari belakang. “Terima kasih, sayang. Aku janji akan segera melunasinya begitu sudah dapat pekerjaan.”
Rendi membalikkan tubuh Kiara, lalu melumat bibirnya. Kiara berupaya menghindar, namun tubuh Rendi semakin merapat. Untuk kesekian kalinya, Kiara pasrah.
***
“Udah gila lo! Laki brengsek kayak gitu masih aja lo pertahanin! Lo gak buta, kan, Ki? Lo tuh dimanfaatin doang sama Rendi!” Mella mengumpat demi melihat sahabat sekaligus teman satu kosannya babak belur lagi.
Setelah pipinya ditampar Rendi beberapa hari lalu, kini gantian tangan Kiara yang jadi sasaran sundutan rokok.
“Gak papa, Mel. Bentar lagi juga sembuh,” ujar Kiara sembari mengoleskan salep ke tangan.
“Bukan gitu, Ki. Rendi tuh udah keterlaluan. Lo tuh di sini ngerantau, kerja, cari duit buat keluarga lo di kampung. Gak bisa lo terus-terusan kasih duit ke dia sementara sikap dia kayak dajjal. Suami lo juga bukan, berani-beraninya nyakitin lo sampe kayak gini!”
“Dia bentar lagi kerja kok, Mel. Kasihan ibunya …”
“Ibunya yang mana? Lo percaya nyokapnya beneran sakit? Dikenalin ama keluarganya aja gak pernah. Please, tinggalin, Ki. Masih banyak laki-laki baik di dunia ini!”
Entah sudah berapa ribu kali Mella memarahinya karena berhubungan dengan laki-laki tak waras macam Rendi. Sudah dua tahun hubungan itu berjalan, selama itu pula Kiara menerima banyak pukulan, bahkan tendangan di tubuhnya. Berkali-kali Kiara meminta putus, berkali-kali pula Rendi menangis, meminta maaf, bersujud padanya dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Lalu, Kiara memaafkannya. Selalu begitu.
“Gue yakin dia akan berubah,” ujar Kiara lirih.
“Lo ngomong kayak gitu udah dari zaman batu, Ki. Apa ada yang berubah dari dia? Gak, kan? Gue gak mau tahu, ya, kalau sampe Rendi main tangan lagi, gue laporin dia ke polisi. Gue bilangin juga ke bokap sama nyokap lo!”
“Mel, jangan gitu, dong …”
“Gue gak peduli!” Mella beranjak dari kamar Kiara dengan kesal. Ia tak sanggup lagi melihat sahabatnya menderita. Sudah dua tahun ia memendam rahasia ini pada keluarga Kiara. Kali ini, ia harus bertindak.
***
Setangkai mawar merah beserta senyum sang kekasih menyambut Kiara ketika ia membuka pintu. Mendapat kejutan seromantis itu, bibir Kiara mengembang. Ia menerima mawar merah yang disodorkan Rendi, kemudian memeluk laki-laki itu.
“Makasih, ya. Tumben banget datang pagi-pagi?”
“Namanya juga kejutan,” Rendi mengecup lembut dahi Kiara, kemudian masuk ke kamarnya.
Kiara menyusul Rendi ke dalam. Laki-laki itu langsung menyergapnya. “Aku kangen.”
Kiara baru akan membuka mulutnya ketika ponselnya berdering. Ia meraih ponsel yang tergeletak di meja. Ada telepon dari Pak David, atasannya di kantor. Pasti ada hal yang sangat penting kalau Pak David menelepon di hari libur begini.
“Siapa yang telepon?” Rendi merebut ponsel di tangan Kiara. Bibirnya bergemeletuk ketika membaca nama penelepon. “PAK DAVID INI SIAPA? SELINGKUHAN KAMU?”
“Bukan, sayang. Dia atasanku di kantor …”
“TERUS NGAPAIN DIA TELEPON DI HARI LIBUR?”
“Ya, mana kutahu, makanya ini mau kuangkat dulu.”
“LO SELINGKUH SAMA DIA? NGAKU!”
“Gak, sayang. Please, dengerin aku …”
"GUE UDAH BILANG, KAN, JANGAN SIMPEN NOMOR COWOK MANA PUN SELAIN GUE! EMANG DASAR LO PELACUR TUKANG SELINGKUH!”
Kiara membeku. Baru beberapa menit yang lalu Rendi berlaku manis padanya, tetapi kini sikapnya berubah 180 derajat. Lelaki itu melampiaskan amarahnya dengan merusak apa pun yang ada di kamar.
“EMANG LO PELACUR GAK GUNA!”
“Ayo kita putus,” ujar Kiara lirih. Ia sudah tak kuat melihat kebrutalan Rendi.
“APA? PUTUS? HAHAHAHA!” Rendi mengambil ponsel dari dalam saku celananya, lalu menunjukkan video Kiara yang tampak tanpa busana. Kiara tercekat. Bagaimana bisa ada video itu di ponsel Rendi? Kapan laki-laki itu merekamnya?
“GUE SEBARIN BIAR SELURUH DUNIA TAHU LO CEWEK MURAHAN!” seru Rendi seraya memposting video tersebut di sebuah channel Telegram.
“JANGAN, RENDI!” Kiara berupaya meraih ponsel Rendi, namun segera ditendang oleh laki-laki itu. Kiara masih berontak. Rendi melempar tubuh Kiara ke kasur, lalu membekapnya dengan bantal. Kiara menggelinjang-gelinjang, Rendi semakin membenamkan bantal di tangannya. Tubuh Kiara lambat laun melemah, lalu tak bergerak.
***
“Pemirsa, perempuan berinsial KR, tewas dibunuh kekasihnya sendiri, Rendi. Berdasarkan keterangan para saksi, KR dan Rendi terlibat pertengkaran hebat. Para tetangga kos berupaya mendobrak pintu untuk melerai keduanya, namun KR ditemukan sudah tak bernyawa. Kini, Rendi tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut dengan pihak kepolisian.”