[Cerpen] Mengintip Orang Bercinta

Hmm, lagi pada ngapain ya?

Awalnya, aku tidak terlalu memperhatikan siapa yang lalu lalang di sekitar sampai kemudian perempuan itu lewat. Aku cuma berdiri bersandar di tiang depan warung, mendengarkan bapak-bapak bergosip. Ya, bapak-bapak juga bisa bergosip. Mumpung hari libur, tidak ada gotong royong RT, dan sambil beranjangsana dengan para kepala rumah tangga lainnya, jadilah mereka di sini. Kumpulan bapak-bapak yang bergosip. Tidak wajar memang anak muda sepertiku hadir di sini mendengarkan mereka bergosip tapi aku sendiri sebenarnya juga tidak ada kegiatan apa-apa. Jadi yah, daripada menganggur tidak jelas, mendingan aku ikut di sini. Hitung-hitung menambah wawasan soal berita-berita terbaru, terutama lingkungan perumahan kami.

Ditemani kopi hitam yang tak kunjung habis berjam-jam dan beberapa potong pisang goreng, mereka membicarakan apa saja. Mulai dari bahas berita politik, pertandingan liga Inggris tadi malam—kudengar yang mentraktir acara acara bergosip hari ini Pak Hasan yang menang taruhan pertandingan tadi malam dari Pak Yadi, ada-ada saja mereka taruhannya—sampai ke persiapan acara syukuran di rumah pak RT yang anaknya baru wisuda pekan lalu. Aku hanya diam mendengarkan obrolan mereka.

Saat perempuan itu melintas sekilas di depan warung, sesegera itu pula kumpulan bapak-bapak penggosip mulai mengganti topik pembicaraan. Perempuan itu, sebagaimana yang sama-sama diketahui oleh yang lainnya, adalah pacar dari si Yudit; anak sulung dari Bu Tini. Bu Tini ini sama seperti ibuku yang seorang janda. Bedanya, Bu Tini memiliki tiga orang anak, sementara aku adalah anak semata wayang ibuku. Pekerjaannya sehari-hari sebagai perawat di rumah sakit. Yudit sendiri sudah kuliah semester kedua.

Sudah sering kali warga perumahan kami mendapati Yudit membawa pacarnya itu ke rumah sehingga warga pun sudah hapal betul dengan pacarnya. Memang sih, belum pernah terjadi kejadian apa-apa namun semakin hari kelakuan Yudit dan pacarnya mulai membuat resah. Lihat saja itu, kata Pak Aji yang tinggal dekat portal depan perumahan, tiap kali boncengan erat sekali pelukan mereka di atas motor. Tidak tahu malu! Orang yang sudah berkeluarga saja tidak ada sampai mengumbar kemesraan seperti itu, tambah Pak Aji. Apa jadinya kalau anak-anak melihat kelakuan mereka? Bisa rusak moral anak-anak kita.

Hmmm. Sebenarnya aku penasaran juga sih dengan Yudit sama pacarnya. Biasanya, Yudit yang membawa pacarnya ke rumah tapi sekarang pacarnya sendiri yang ke rumah Yudit. Selama ini warga juga belum pernah memergoki mereka melakukan sesuatu yang aneh-aneh. Cuma sekadar melihat mereka bermesraan ketika berboncengan. Kalau dipikir-pikir, gak ada salahnya juga kalau aku ke rumah Yudit. Barangkali ada sesuatu yang menarik yang bisa kulihat. Hehehehe.

Tanpa berpamitan dengan bapak-bapak di warung, aku langsung pergi ke rumah Yudit. Bapak-bapak di sana masih membahas soal degradasi moral anak zaman sekarang saat aku akan pergi. Jarak ke rumah Yudit dari warung tidak terlalu jauh. Ke pertigaan, belok kanan, rumah kedua di sebelah kiri. Ketika melewati pertigaan, kulihat Preman Item, kucingku yang suka keluyuran keliling perumahan. Pasti mau nyari kucing betina untuk diajak kawin. Kuhentikan langkahku sebentar di depannya.

“Mau ke mana?” tanyaku ke Preman Item.

“Miauuuw,” jawabnya cepat kemudian langsung lari pergi. Dasar! Pasti udah kebelet kawin nih.

Tiba di depan rumah Yudit, kulihat Yudit dan pacarnya sedang duduk di kursi. Belum ngapa-ngapain. Teras rumah Yudit tidak terlalu besar. Sebuah meja kecil memisahkan dua buah sofa butut yang kini mereka duduki. Tak banyak tempat bisa diisi benda lain di teras itu.

Pacarnya Yudit lalu membuka laptop di atas meja, menunjukkan sesuatu ke Yudit yang langsung memasang tampang serius. Lagi pada ngeliatin apaan, sih?

Karena penasaran, aku ikut nimbrung ke arah mereka. Kulihat di layar laptop, sebuah video sedang diputar.

“Musiknya kurang cocok nih,” kata Yudit ke pacarnya.

Ooh, rupanya pacar Yudit ini sedang bikin proyek video gitu dan si Yudit dimintai saran soal pengerjaan video tersebut.

Merasa belum ada hal menarik yang bisa ditonton, aku melangkah masuk ke dalam rumah Yudit. Sepi. Adik-adik Yudit tidak ada, ibunya juga tidak. Huh, gak ada yang menarik. Sepertinya aku lebih baik balik ke warung saja, mendengarkan bapak-bapak bergosip.

Belum sempat kulangkahkan kaki untuk keluar, Yudit masuk ke dalam rumah. Mau ngapain ya? Rasa penasaran mendorongku untuk mengikuti Yudit sampai ke dapur. Di dapur, Yudit menyiapkan dua gelas kaca. Mengisinya dengan dua kantong teh celup dan gula. Yudit kemudian menuang air panas dari dispenser ke kedua gelas tersebut lalu mengaduk gula di dalamnya hingga larut.

Dengan berhati-hati, Yudit membawa dua gelas tersebut di atas nampan ke teras. Kuikuti dia dari belakang sambil tetap penasaran apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Pacarnya mengambil salah satu gelas. Mencicip sebentar lalu kembali sibuk mengedit video di laptopnya. Yudit sendiri sekarang malah asik sibuk main game di ponselnya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Entar waktunya dipotong sampe jadi satu menit biar bisa di-upload di instagram, yang,” kata Yudit.

Aku berjongkok di depan pintu, memperhatikan mereka berdua yang sibuk masing-masing. Di luar langit tampak mendung. Angin bertiup kencang sesekali, menggoyangkan dahan pohon matoa di tepi jalan. Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Bapak-bapak di warung sudah pada pulang ke rumah masing-masing gak ya?

Mulanya satu titik air jatuh. Kemudian disusul tetesan-tetesan lain. Selanjutnya bunyi ribuan tetes hujan menggempur genteng rumah-rumah. Aku berdiri tegak. Sudah lama juga kalau diingat-ingat terakhir kali aku bermain hujan. Kutengadahkan tanganku ke arah pancuran genteng. Kucuran air menembus tanganku. Hmmm, aku masih saja melakukan hal yang sia-sia.

Mana ada hantu yang bisa kena air.

Karena terkena tempias hujan, Yudit dan pacarnya buru-buru masuk ke dalam rumah. Tak sampai benar-benar ke dalam, di dekat pintu lebih tepatnya sehingga dari luar aku masih bisa melihat mereka duduk di lantai. Teh di kedua gelas tampak tinggal setengah. Yudit kembali asyik main game, pacarnya kembali sibuk mengedit video.

Hujan. Cuaca dingin. Rumah sepi. Benar-benar situasi yang sangat kondusif. Aku ikutan masuk ke dalam rumah, duduk di depan mereka sambil menunggu hal menarik terjadi. Namun sampai hujan reda setelah hampir dua jam mengguyur, mereka tetap dengan kegiatan masing-masing. Yudit sibuk bermain game, pacarnya sibuk mengedit video di laptop. Aku sendiri sibuk berganti-ganti gaya saking bosannya memerhatikan mereka. Mulai dari duduk bersila, selonjoran, berbaring dengan posisi miring, telentang bahkan sampai tengkurap.

Tidak ada kejadian apa-apa.

Kupikir, mereka akan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan sebagaimana pasangan lain. Bukannya aku mau berburuk sangka, tapi ya, wajar dong kalau penasaran dengan apa yang mereka lakukan saat berduaan. Yah, minimal pegangan tangan gitu, kan, apalagi dengan cuaca dingin seperti ini. Padahal kalau boncengan di motor mesranya bukan main, pas di rumah berduaan seperti ini malah gak ada mesra-mesranya sama sekali. Hm, mungkin mereka selama ini mesranya cuma sekadar pencitraan saja.

Tiba-tiba saja, sekelompok orang masuk ke dalam rumah. Sekelompok bapak-bapak; bapak-bapak yang tadi ngegosip di warung. Kedua tangan Yudit dan pacarnya langsung dicengkeram oleh bapak-bapak yang masuk barusan.

“KALIAN HABIS BERBUAT MESUM, KAN? Teriak Pak Yadi yang memimpin rombongan bapak-bapak.

“NGAKU KALIAN!”

“DASAR BIADAB!”

“GAK TAHU MALU!” bapak-bapak yang lain ikut berteriak. Yudit dan pacarnya yang panik berusaha membantah tuduhan yang dialamatkan kepada mereka. Namun bukannya didengarkan, bapak-bapak ini malah memukuli keduanya. Yudit ditinju wajahnya sampai bonyok sementara pacarnya ditampar sampai merah pipinya. Tanpa perlawanan, keduanya habis jadi bulan-bulanan massa.

“TELANJANGIN TELANJANGIN!!!” kata salah satu bapak-bapak.

“KITA ARAK MEREKA KELILING KOMPLEK!” sahut yang lain.

Langsung saja seruan-seruan itu dieksesusi oleh para bapak-bapak. Pakaian mereka kemudian dibuka secara paksa. Lagi-lagi tanpa perlawanan, sebab energi mereka berdua pun sudah habis setelah dipukuli sebelumnya. Dengan mata berlinang, keduanya lalu dibawa keluar oleh massa untuk dipertontonkan ke semua warga...

padahal belum ngapa-ngapain.

Redyantino Susilo Photo Writer Redyantino Susilo

Ingin jadi penulis agar supaya. Senang mendengarkan musik dan cerita kekasih

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya