Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Viral Food Vlogger Diboikot, Pahami Adab dan Etika Review Makanan

Tangkapan layar boikot akun @debiprt (instagram.com/yogyakarta.keras)

Baru-baru ini warganet dihebohkan dengan kabar mengenai food vlogger @debiprt_ yang diboikot ramai-ramai oleh para pengusaha kuliner di Yogyakarta. Review-nya dianggap merugikan usaha kuliner, karena dikemas secara negatif.

Kejadian ini berawal dari sebuah unggahan video yang berisi review rawon di sebuah tempat makan bernama Warung Makan Mamiku. Dalam videonya, ia menyebut rawon tersebut keasinan, rasanya mirip soto, taogenya langu, hingga telur asinnya kurang merata rasa asinnya.

"Sekalinya ada di Jogja, penjualnya malah berjiwa seniman, karena bukanya mood-moodan. Tahu buka atau enggaknya, harus cek IG Story. Mari kita buktikan apakah rasanya bisa memperbaiki mood yang makan. Rawon tanpa setan Rp17 ribu, nasinya dijual terpisah harganya Rp3.000. Kuahnya keasinan, pantesan dipisah. Taogenya dipisah juga, jadi rasanya langu dan ganggu, karena gak disiram kuah panas," ucap Debi, pemilik akun @debiprt_. 

Akun @debiprt_ mengulas rawon di Yogyakarta (X.com/gastronusa)

Video tersebut telah diunggah ulang di beberapa akun X (Twitter), salah satunya @gastronusa pada 1 Oktober 2024. Video tersebut telah diputar ulang hingga hampir 7 juta kali. 

Debi dalam akunnya, @debiprt_, pun melanjutkan, "Dimakan sama kemangi juga gak cocok, karena bukan pecel lele. Rasanya gak ada bedanya dengan soto, cuma lebih item  (hitam) dari kluwek. Walaupun item (hitam), tapi gak ada aroma tinta cuminya dan gak ada aftertaste pahitnya. Dagingnya lembut, gak ada lemaknya. Cuma minus kurang Jawa Timuran banget, karena yang punya dipanggil 'cok' malah ngamuk. Telur asin Rp5.000, tingkat asinnya gak merata. Yang kuningnya lebih gelap terlalu asin, sementara yang kuningnya sunset rasanya pas. Jadi, untuk rasa dapat rating 14 dari 21." 

Warganet pun bereaksi terhadap video tersebut, tak terkecuali para food vlogger dan akun kuliner lainnya. Banyak yang menyayangkan konten @debiprt_ ini. Akunnya hilang, bahkan tempat makan yang diulas pun tutup sementara.

"Pantes di-blacklist, review-nya nyablak kelihatan ngikutin selera dia aja," kata akun @foodwillrescue. Pemilik akun @sheandwhite pun sependapat. "Ini mah asal heboh doang bikin konten, ngerugiin orang lain banget." 

Lantas, bagaimana adab dan etika review makanan yang tepat, agar tidak merugikan berbagai pihak? Simak di bawah ini, ya!

Jadilah influencer yang menyebarkan konten positif

Food influencer Farchan Noor Rachman (instagram.com/@efenerr)

Seorang food influencer berma Farchan Noor Rachman dengan akunnya, @efenerr, turut merespons kejadian ini dengan mengunggah sebuah video di TikTok. Menurut dia, ada beberapa adab dan etika yang harus diketahui ketika menjadi food reviewer, food inluencer, atau food vlogger.

"Adab dan etika itu di atas segalanya, meskipun ia memiliki kapabilitas dan kapasitas," ujarnya. 

Bisnis F&B adalah bisnis fragile dengan variabel yang sangat banyak. Mulai dari modal, bahan baku, tempat, hingga sumber daya manusia. Semuanya tentu saling berkesinambungan untuk menciptakan usaha yang maju atau sebaliknya. 

Menurut dia, influencer sebaiknya tidak perlu menjatuhkan pengusaha, meski ada hal yang kurang berkenan, baik dalam segi rasa, pelayanan, atau lainnya. Kritik dan saran bisa disampaikan langsung kepada pengusaha, sehingga mereka bisa langsung memperbaiki hal tersebut. Dengan begitu, tak ada pihak yang merasa dirugikan,

"Kalau tidak puas, beri tahu kami. Kalau puas, beri tahu kawan," kata @efenerr. Menurut dia, petuah lama tersebut masih sangat relevan dengan kondisi saat ini.

Di akhir video, ia berpesan kepada food influencer lainnya untuk menjadi influencer yang memengaruhi dengan positif.

Sampaikan kritik kepada owner langsung di ranah privat

Potret food curator Inijie (instagram.com/inijie)

Pendapat lainnya muncul dari food curator Inijie yang sudah bergelut di bidang kuliner sejak 2008. Ketika ditanya IDN Times soal adab dan etika dalam review makanan, ia memposisikan diri sebagai food curator, bukan food critique. 

"Artinya apa? Saya mengkurasi makanan yang cocok dengan selera saya dan yang sekiranya bisa diterima follower saya," tulis pemilik nama asli Jiewa Vieri tersebut saat dihubungi IDN Times, Kamis, (3/10/2024).

Jika "skor" review suatu tempat kurang dari 75, misal tiga dari empat makanan yang disajikan oke atau sesuai standarnya, ia akan mengunggahnya. Jika kurang dari 75, tidak akan diunggah atau tetap diunggah dengan catatan khusus. 

Menurut Inijie, jika ada saran atau kritik, lebih baik disampaikan kepada owner secara privat, bukan di ruang publik. 

Adab dan etika konsumen saat mengulas makanan

Potret debiprt bersama owner Warung Makan Mamiku (instagram.com/gumoninn)

Sebenarnya, memberikan pendapat merupakan hak konsumen yang dilindungi Undang-undang Perlindungan Konsumen. Namun, ada beberapa etika memberikan review produk atau jasa yang harus diperhatikan konsumen. Berikut di antaranya: 

  1. Gunakan bahasa yang baik dan pantas saat memberikan review, agar terhindar dari konflik. Dengan begitu, penyampaian ulasan akan lebih mudah dipahami dan tidak multitafsir.
  2. Berikan review dengan jujur apa adanya dan sesuai dengan fakta yang ada. Jangan dilebih-lebihkan atau sebaliknya.
  3. Melampirkan bukti seperti foto atau video sebagai bukti pendukung review, sehingga dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Pastikan foto atau video tersebut terlihat jelas, baik dari segi pengambilan gambar atau audionya. 
  4. Usahakan menyampaikan keluhan atau kritik secara langsung kepada pelaku usaha terlebih dahulu. Sebagai contoh, melalui direct message, email, chat, atau kepada pelayan restoran. 

Jika digunakan dengan bijak, sebenarnya media sosial bisa menjadi senjata yang ampuh untuk memasarkan sebuah produk. Dalam hal ini adalah tempat makan atau restoran. Begitu pula sebaliknya, jika digunakan dengan sembarangan, maka akan bisa merugikan berbagai pihak.

Diketahui, pada Rabu (3/10/2024), pemilik akun  @debiprt_ menyampaikan permohonan maaf kepada pemilik restoran Warung Makan Mamiku, Gilang. 

"Saya Debi, pemilik akun @debiprt_, sudah bertemu langsung dengan owner Warung Makan Mamiku dan telah memohon maaf atas kesalahan yang saya buat pada postingan review rawon yang telah merugikan Warung Makan Mamiku. Mohon maaf juga kepada warung-warung lain jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Saya tidak ada niat dan maksud sedikitpun untuk menjatuhkan maupun merugikan siapapun. Saya berjanji tidak akan mengulangi hal serupa ke warung lain. Maaf atas kegaduhan yang terjadi."

Nah, itulah beberapa hal yang perlu kita pahami ketika mengulas suatu makanan. Apa yang kita sebarkan di media sosial akan mempengaruhi banyak orang, sehingga perlu memahami adab dan etika dalam menyampaikannya. Semoga kita bisa lebih bijak dalam berpendapat di media sosial, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dewi Suci Rahayu
Fina Wahibatun Nisa
Dewi Suci Rahayu
EditorDewi Suci Rahayu
Follow Us