Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi lari (pixabay.com/wal_172619)
ilustrasi lari (pixabay.com/wal_172619)

Intinya sih...

  • Cedera sering terjadi pada pelari maraton pemula karena kesalahan dalam berlatih, peningkatan jarak terlalu cepat, masalah biomekanik, dan kurangnya latihan kekuatan serta hari pemulihan.

  • Tips mencegah risiko cedera saat latihan maraton antara lain siap berkomitmen penuh, progres bertahap, punya rencana latihan yang solid, cek riwayat cedera, perhatikan asupan nutrisi, pilih sepatu yang tepat, waktu latihan harus cukup.

  • Latihan kekuatan, core, dan keseimbangan; mengatur hari istirahat; bergabung dengan komunitas lari; analisis gaya lari; meningkatkan jumlah langkah per menit; pantau data dari perangkat wearable juga bisa membantu.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Entah baru mendaftar maraton pertama atau masih sekadar mempertimbangkannya, wajar jika kamu punya banyak pertanyaan. Berlatih untuk menaklukkan jarak 42 km memang menjanjikan banyak manfaat, tetapi juga ada risiko yang mengintai, mulai dari pegal, kelelahan, hingga cedera serius.

Sebuah studi tahun 2021 menemukan bahwa 30 persen pelari maraton melaporkan mengalami cedera terkait lomba. Penelitian terpisah pada ajang New York City Marathon menunjukkan bahwa 40 persen pelari mengalami cedera saat masa latihan, sementara 16 persen cedera terjadi selama atau segera setelah perlombaan. Artinya, maraton bisa dibilang adalah ujian bagi tubuh.

Sebagian besar cedera dilaporkan menimpa pelari pemula, mereka yang baru berlari antara nol hingga dua tahun. Alasannya sederhana, karena mereka umumnya belum benar-benar mengenal cara berlatih yang tepat dan masih mencari tahu harus mulai dari mana.

Kurangnya pengalaman membuat tubuh lebih mudah kewalahan. Mulai dari salah memilih intensitas latihan, terlalu cepat menambah jarak, hingga mengabaikan tanda-tanda kecil kelelahan otot. Semuanya bisa berujung pada cedera.

Namun, jangan khawatir, ada tips untuk membantu pelari, khususnya pemula, agar bisa berlatih maraton sembari mencegah cedera.

Jenis cedera yang sering terjadi pada pelari maraton pemula

Kesalahan dalam berlatih adalah penyebab paling umum cedera pada pelari maraton, seringnya karena akibat kurangnya konsistensi atau kepatuhan terhadap program latihan, atau bahkan karena kurang berlatih. Sebagai contoh, cedera bisa terjadi karena volume latihan mingguan yang terlalu cepat, mengabaikan atau melewatkan peningkatan jarak lari secara bertahap, rendahnya jarak tempuh puncak mingguan, atau tidak adanya variasi dalam jenis latihan lari. Selain itu, banyak pelari juga mengabaikan sesi latihan lain dalam program.

Meningkatkan jarak terlalu cepat juga bisa menyebabkan cedera pada pelari. Selain itu, masalah biomekanik, termasuk kesalahan dalam teknik berlari, juga sering menjadi penyebab.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah pola makan, serta tidak memasukkan latihan kekuatan dan hari pemulihan ke dalam program latihan. Semua ini dapat memperbesar risiko cedera.

Beberapa jenis cedera yang umum terjadi pada pelari maraton pemula antara lain:

Selanjutnya, ikuti tips di bawah ini untuk mencegah risiko cedera saat latihan maraton.

1. Siap berkomitmen penuh

Sebelum memulai latihan maraton, pastikan diri benar-benar siap berkomitmen penuh. Latihan ini menuntut konsistensi tinggi, bukan hanya soal berlari, tetapi juga memperhatikan nutrisi, hidrasi, pemulihan, dan tidur. Banyak pelari cedera karena tidak mampu mengikuti program dengan disiplin atau meremehkan faktor pendukung tersebut.

Luangkan waktu untuk jujur pada diri sendiri, apakah kamu siap 100 persen? Jika iya, itu awal yang baik. Jika tidak, pertimbangkan kembali risikonya sebelum memulai.

2. Progres bertahap

ilustrasi lari di taman (freepik.com/rawpixel.com)

Latihan maraton harus dilakukan dengan progres bertahap. Gunakan aturan 10 persen: tingkatkan jarak lari panjang atau total jarak mingguan tidak lebih dari 10 persen per minggu. Aturan ini membantu mencegah ambisi berlebihan yang bisa berujung cedera.

Bagi pemula, sebaiknya mulai dari target realistis seperti menyelesaikan 5K, lalu 10K, dan half marathon, sebelum mencoba full marathon. Memang ada yang bisa langsung "melompat" ke maraton, tetapi sebagian besar gagal karena kelelahan, burn-out, atau cedera.

3. Punya rencana latihan yang solid

Bagi pemula, penting untuk mengikuti rencana latihan maraton. Ada banyak tersedia secara online yang bisa disesuaikan dengan level pelari, atau lebih baik lagi meminta bantuan program latihan dari pelatih profesional. Umumnya, program berlangsung 20–24 minggu, dengan lari atau cross-training hampir setiap hari.

Sebelum memulai, sebaiknya sudah terbiasa lari 24–32 km per minggu. Rencana juga bisa dimodifikasi dengan menambah waktu cadangan untuk hal-hal tak terduga seperti pekerjaan, keluarga, sakit, atau cedera. Ingat, setiap orang berbeda, jadi program yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untukmu. Program latihan maraton harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing.

4. Cek riwayat cedera

Sebelum mulai latihan maraton, penting untuk mengevaluasi riwayat cedera lama. Tambahkan latihan khusus yang memperkuat area tubuh yang pernah bermasalah atau cedera, misalnya latihan penguatan kaki bila pernah mengalami plantar fasciitis, atau latihan glute dengan resistance band bila sering sakit lutut.

Jika ragu apakah cedera lama bisa memengaruhi latihan, sebaiknya konsultasikan dengan fisioterapis atau pelatih profesional. Mereka bisa membantu menemukan kelemahan atau ketidakseimbangan tubuh dan memberi program latihan pendukung sebelum jarak tempuh mingguan ditingkatkan.

5. Perhatikan asupan nutrisi

Latihan maraton bukan berarti bisa bebas makan junk food. Walau membakar banyak kalori, tubuh tetap perlu “bahan bakar” sehat dari makanan utuh bergizi. Sesekali boleh "cheating", tetapi tetap harus seimbang. Saat berlari lebih dari 60–90 menit (apalagi 3 jam ke atas), asupan kalori tambahan sangat penting untuk menjaga performa dan mencegah tiba-tiba kehabisan energi.

Latihan panjang adalah waktu terbaik untuk mencoba strategi nutrisi yang akan dipakai saat lomba. Jangan menunggu hari-H untuk mencoba makanan atau minuman baru, karena sistem pencernaan bisa kaget dan malah berakhir buruk. Cari tahu apa yang disediakan di pos konsumsi lomba dan biasakan diri dengan produk itu saat latihan. Jika tidak sesuai, bawalah nutrisi sendiri yang sudah terbukti cocok untuk tubuhmu.

6. Pilih sepatu yang tepat

ilustrasi lari marathon (pexels.com/RUN 4 FFWPU)

Sepatu yang nyaman adalah salah satu faktor terpenting untuk menyelesaikan maraton dengan sukses. Cobalah beberapa pasang hingga menemukan yang paling sesuai, karena kenyamanan lebih penting daripada merek atau tipe. Toko sepatu lari biasanya bisa membantu memilihkan sepatu sesuai bentuk kaki, bahkan mungkin menyediakan treadmill untuk uji coba.

Pilih sepatu lari sekitar satu ukuran lebih besar dari ukuran biasa untuk mengantisipasi pembengkakan kaki saat lari jarak jauh dan mencegah memar di ujung jari kaki, terutama saat menurun. Jangan membeli sepatu baru tepat sebelum lomba; belilah beberapa minggu sebelumnya agar sempat dipakai dan menyesuaikan kaki. Hindari juga sepatu lama yang sudah aus karena bisa meningkatkan risiko cedera. Idealnya, sepatu lari diganti setiap 480–800 km.

7. Waktu latihan harus cukup

Sebelum benar-benar masuk program latihan maraton, penting untuk membangun dasar daya tahan terlebih dahulu. Targetnya, jarak di minggu pertama latihan sudah terasa nyaman. Misalnya, untuk maraton bulan November, pelari sebaiknya mulai fokus berlatih sejak Mei atau Juni (20–24 minggu sebelumnya, bukan hanya 16–18 minggu). Dengan begitu, tubuh sudah relatif bugar saat memasuki fase latihan utama.

8. Latihan kekuatan, core, dan keseimbangan

Latihan kekuatan adalah aspek penting yang sering diabaikan dalam persiapan maraton. Banyak cedera lari berawal dari kelemahan otot penstabil pinggul, sehingga memperkuat otot abduktor dan rotator eksternal pinggul dapat membantu mencegah cedera. Selain fokus pada area bermasalah, sebaiknya punya program latihan kekuatan menyeluruh, baik dengan beban tubuh maupun peralatan gym.

Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot inti (core) dan keseimbangan sangat penting untuk mencegah cedera saat berlari. Hal ini terutama berlaku pada otot pinggul dan panggul, karena masalah di area ini bisa memicu cedera berantai pada pinggul, lutut, pergelangan kaki, hingga telapak kaki.

Cedera pada tendon sekitar pergelangan kaki cukup sering dialami pelari. Untuk pencegahan, sertakan latihan keseimbangan dalam program mingguan, misalnya berdiri dengan satu kaki selama 30–60 detik beberapa kali. Latihan ini memperkuat otot kaki dan betis sekaligus meningkatkan stabilitas. Program core dan keseimbangan juga banyak tersedia di situs lari populer yang menyediakan rencana latihan.

9. Jangan lupakan hari istirahat

Hari istirahat adalah bagian penting dari latihan maraton, meski sering diabaikan pelari. Banyak yang tergoda menambah jarak meski jadwalnya rest day. Padahal, istirahat memberi waktu bagi tubuh untuk memperbaiki dan membangun otot, beradaptasi dengan stres latihan, serta meningkatkan stamina dan kekuatan.

Selain fisik, hari istirahat juga membantu mengurangi kelelahan mental akibat rutinitas latihan intensif.

10. Bergabung dengan komunitas lari

ilustrasi lari maraton (pexels.com/RUN 4 FFWPU)

Bagi pelari pemula, bergabung dengan komunitas lari bisa sangat membantu. Dari situ, kamu bisa belajar banyak dari pengalaman orang lain. Setiap orang punya perjalanan berbeda, tetapi pengetahuan dari mereka bisa diadaptasi untuk dirimu sendiri.

Selain itu, berlari bersama orang lain juga memberi manfaat tambahan berupa dukungan dan rasa tanggung jawab, sehingga latihan jadi lebih konsisten dan menyenangkan.

11. Analisis gaya lari

Setiap pelari, baik pemula maupun berpengalaman, sebaiknya mempertimbangkan melakukan analasis gaya lari (gait analysis)untuk memahami cara tubuh bergerak saat berlari. Idealnya, gunakan analisis 3D dengan kamera dari berbagai sudut atau konsultasikan ke fisioterapis maupun spesialis gerak.

Proses ini singkat (±20 menit) dan menilai mobilitas, kekuatan, serta kontrol gerakan. Hasilnya bisa menunjukkan masalah potensial seperti lutut yang “jatuh” ke dalam, terlalu banyak melompat (vertical bounce), atau langkah terlalu panjang (overstride). Dari sini, kamu bisa mendapat rekomendasi latihan khusus untuk mencegah nyeri dan cedera saat intensitas latihan meningkat.

12. Meningkatkan jumlah langkah per menit

Untuk mencegah cedera, banyak ahli menyarankan pelari meningkatkan cadence (jumlah langkah per menit) dan memperpendek langkah. Tujuannya agar kaki menapak tepat di bawah tubuh, bukan terlalu jauh di depan, sehingga gerakan lebih efisien dan aman.

Cadence ideal berbeda-beda tiap orang, tetapi umumnya berada di kisaran 150–160 langkah per menit, dan bisa mencapai 180 langkah per menit pada sebagian pelari. Cara mengukurnya bisa dengan perangkat wearable atau cukup menghitung jumlah langkah per menit saat berlari.

13. Pantau data dari perangkat wearable

ilustrasi smartwatch (freepik.com/freepik)

Perangkat wearable bisa membantu pelari memantau jarak tempuh mingguan, tingkat stres, dan pemulihan. Data ini berguna untuk menyesuaikan intensitas latihan agar risiko cedera berkurang. Misalnya, jika skor pemulihan rendah, sebaiknya mengurangi jarak lari atau menggantinya dengan latihan ringan.

Tanpa perangkat wearable pun, pelari bisa melakukan self-audit. Jika jadwalnya lari jauh tapi kondisi tubuh sedang kurang tidur, stres, atau ada nyeri ringan yang menetap, risiko cedera meningkat. Dalam kondisi seperti itu, lebih baik menyesuaikan latihan atau ganti menjadi hari istirahat.

14. Tidur lebih lama

Tidur yang cukup adalah kunci penting dalam latihan maraton. Studi menunjukkan atlet yang tidur kurang dari 8 jam per malam memiliki risiko cedera 1,7 kali lebih tinggi dibanding yang tidur ≥8 jam.

Idealnya, usahakan tidur 8–9 jam per malam, bahkan lebih bila memungkinkan saat masa latihan maraton. Jangan mengorbankan tidur demi menambah porsi lari, karena kurang tidur justru merusak proses pemulihan dan menghambat progres latihan.

15. Nikmati lari intensitas rendah

Dalam latihan maraton, coba ikuti aturan 80/20: sekitar 80 persen lari intensitas rendah dan 20 persen lari intensitas tinggi. Pola ini membantu mencegah cedera, terutama bagi pemula.

Saat jarak mingguan bertambah, justru penting menjaga intensitas tetap rendah. Durasi dan intensitas sebaiknya berbanding terbalik: makin lama berlari, makin santai temponya. Misalnya, jika menambah jarak mingguan dari 16 km ke 24 km, tambahan jarak itu sebaiknya dilakukan dengan lari intensitas rendah.

16. Dengarkan tubuh

Belajar mendengarkan tubuh sangat penting dalam latihan maraton. Rasa pegal ringan yang hilang dalam hitungan detik atau 1–2 hari biasanya tidak masalah. Namun, nyeri yang membuatmu berhenti berlari atau nyeri tetap bertahan meski sudah istirahat beberapa hari perlu diperiksa dokter, khususnya spesialis olahraga atau ortopedi.

Menangani cedera sejak dini dengan istirahat dan rehabilitasi singkat memberi peluang pemulihan cepat. Sebaliknya, mengabaikan rasa sakit dan memaksa berlatih hanya akan memperburuk cedera dan membuat proses penyembuhan lebih lama.

17. Rutin pijat olahraga

ilustrasi pijat olahraga (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pijat olahraga rutin bisa membantu mencegah cedera saat latihan maraton. Idealnya, lakukan setiap dua minggu. Selain membuat tubuh terasa lebih rileks, pijat juga membantu menjaga kesehatan otot dan kelancaran program latihan.

Manfaat pijat olahraga meliputi:

  • Mengurangi ketegangan otot dan melepaskan otot yang menegang atau mengeras di satu titik (knot) yang bisa berkembang jadi cedera.

  • Mendeteksi cedera lebih awal sehingga bisa ditangani sebelum parah.

  • Kesempatan konsultasi dengan terapis mengenai nyeri atau keluhan yang dirasakan.

Jika tidak bisa pijat rutin, alternatifnya adalah foam rolling setiap hari dan stretching setelah lari untuk menjaga fleksibilitas. Dengan menjadikan pemulihan seperti pijat, foam rolling, dan peregangan sebagai bagian latihan, tubuh lebih siap menghadapi tuntutan maraton dan tetap bebas cedera.

18. Nikmati setiap prosesnya

Dalam latihan maraton, jangan hanya fokus pada hasil akhir karena terlalu banyak faktor yang bisa berubah. Meski sudah berlatih sempurna, kadang ada hal yang tak berjalan sesuai rencana. Yang lebih penting adalah menikmati proses, gaya hidup lari, serta pelajaran tentang diri sendiri dan kemampuan yang ternyata jauh lebih besar dari yang dibayangkan.

Nikmati setiap langkah: latihan, udara luar, hingga persahabatan yang terjalin. Di atas segalanya, hargai tubuh dan kemampuan fisik yang membuatmu bisa menjalani perjalanan menuju maraton.

Referensi

Michael M. Mohseni et al., “Factors Associated With Half- and Full-Marathon Race-Related Injuries: A 3-Year Review,” Clinical Journal of Sport Medicine 31, no. 5 (December 18, 2019): e277–86, https://doi.org/10.1097/jsm.0000000000000775.

Brett G Toresdahl et al., “Training Patterns Associated With Injury in New York City Marathon Runners,” British Journal of Sports Medicine 57, no. 3 (September 16, 2022): 146–52, https://doi.org/10.1136/bjsports-2022-105670.

"How to Avoid Injuries During Marathon Training, According to Experts." Runner's World. Diakses Agustus 2025.

"10 Tips for Marathon Training and Injury Prevention." Intermountain Health. Diakses Agustus 2025.

Matthew D. Milewski et al., “Chronic Lack of Sleep Is Associated With Increased Sports Injuries in Adolescent Athletes,” Journal of Pediatric Orthopaedics 34, no. 2 (January 17, 2014): 129–33, https://doi.org/10.1097/bpo.0000000000000151.

Editorial Team