Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Akira Toriyama Kreator Dragon Ball Meninggal Dunia pada Usia 68 Tahun

Akira Toriyama pencipta Dragon Ball meninggal dunia pada usia 68 tahun, pada Jumat, 1 Maret 2024, karena hematoma subdural akut. (Instagram/akira.toriyama)
Akira Toriyama pencipta Dragon Ball meninggal dunia pada usia 68 tahun, pada Jumat, 1 Maret 2024, karena hematoma subdural akut. (Instagram/akira.toriyama)
Intinya sih...
  • Akira Toriyama, kreator Dragon Ball, meninggal dunia pada usia 68 tahun karena hematoma subdural akut.
  • Hematoma subdural akut adalah jenis hematoma subdural yang paling serius karena sering dikaitkan dengan kerusakan signifikan pada otak.

Mangaka Akira Toriyama, kreator Dragon Ball, meninggal dunia pada usia 68 tahun. Dalam surat yang diumumkan oleh Bird Studio pada Jumat (8/3/2024), ia tutup usia pada Jumat, 1 Maret 2024, karena hematoma subdural akut.

"Teman dan rekan semua, kami dengan sedih menginformasikan bahwa kreator manga Akira Toriyama meninggal dunia pada 1 Maret karena hematoma subdural akut. Dia meninggal pada usia 68 tahun," kata pihak Bird Studio yang menaungi Toriyama.

"Kami sangat menyesal karena beliau masih memiliki beberapa karya yang sedang dalam proses pembuatan dengan penuh semangat. Masih banyak hal yang ingin ia capai. Namun, ia telah meninggalkan banyak judul manga dan karya seni. Kami berharap bahwa dunia ciptaan Akira Toriyama yang unik akan terus dicintai oleh semua orang untuk waktu yang lama."

Hematoma subdural adalah kondisi serius yang berisiko tinggi menyebabkan kematian, terutama pada orang lanjut usia dan pada orang yang otaknya mengalami kerusakan parah. 

Dilansir National Health Service, hematoma subdural akut adalah jenis yang paling serius karena sering dikaitkan dengan kerusakan signifikan pada otak.

Mereka yang selamat dari hematoma subdural akut mungkin perlu waktu lama untuk pulih, dan mungkin mengalami disabilitas fisik dan masalah kognitif seperti masalah memori dan bicara.

Informasi lebih lanjut mengenai hematoma subdural akut bisa kamu baca di bawah ini.

1. Penyebab

Hematoma subdural atau perdarahan subdural adalah suatu kondisi ketika darah terkumpul di antara tengkorak dan permukaan otak, di bawah dura, selaput yang menutupi otak. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh cedera kepala, yang mungkin sangat ringan.

Jika perdarahan baru saja terjadi, maka itu disebut hematoma subdural akut. Jika pendarahan sudah terjadi selama beberapa waktu, maka itu disebut hematoma subdural kronis.

Menurut UCLA Health, hematoma subdural akut adalah gumpalan darah yang berkembang di antara permukaan otak dan dura mater, lapisan luar otak yang keras, biasanya akibat peregangan dan robeknya pembuluh darah di permukaan otak. Pembuluh darah ini pecah ketika cedera kepala tiba-tiba menggoncang atau mengguncang otak.

Hematoma subdural akut traumatis termasuk cedera kepala yang paling mematikan. Terkait dengan cedera otak umum yang lebih parah, sering kali terjadi dengan memar otak (kontusio otak/kontusio serebri).

Hematoma subdural terjadi pada 10 hingga 20 persen kasus cedera otak traumatis dan terjadi pada 30 persen kasus cedera fatal.

2. Gejala

ilustrasi perdarahan otak (commons.wikimedia.org/https://www.myupchar.com/en)
ilustrasi perdarahan otak (commons.wikimedia.org/https://www.myupchar.com/en)

Perdarahan subdural akut biasanya terjadi setelah trauma kepala yang parah. Cedera yang mengakibatkan kondisi ini biasanya cukup kuat hingga menyebabkan hilangnya kesadaran sementara.

Biasanya, dalam hitungan menit hingga jam setelah cedera kepala, kesadaran orang tersebut pulih. Kemudian, orang tersebut secara bertahap kehilangan kesadaran lagi, kali ini karena pendarahan subdural.

Menurut Harvard Health Publishing, gejala umum lainnya dari hematoma subdural akut meliputi:

  • Sakit kepala parah.
  • Kelemahan pada satu sisi tubuh.
  • Kejang.
  • Perubahan penglihatan atau bicara.

3. Diagnosis

Semua cedera kepala harus segera dievaluasi oleh dokter, terutama jika terjadi kehilangan kesadaran.

Dokter akan memerlukan informasi ini:

  • Bagaimana cedera itu terjadi.
  • Gejala apa yang berkembang.
  • Apakah pernah ada cedera kepala di masa lalu (cedera berulang lebih mungkin menyebabkan kerusakan serius).
  • Apakah orang tersebut memiliki masalah medis lainnya.
  • Obat apa yang diminum orang tersebut.
  • Apakah orang tersebut telah minum alkohol atau menggunakan narkoba.
  • Apakah ada gejala luka lain (nyeri leher, sesak napas, dan lain-lain).

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis secara menyeluruh. Yang diperiksa antara lain:

  • Tekanan darah dan denyut nadi.
  • Penglihatan dan cara mata merespons cahaya.
  • Refleks dan keseimbangan.
  • Kemampuan menjawab pertanyaan dan mengingat sesuatu.

Jika dicurigai adanya pendarahan di kepala, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan CT scan.

CT scan adalah cara tercepat untuk menentukan lokasi dan jumlah pendarahan. Ini juga dapat mengidentifikasi cedera pada otak, tengkorak, atau leher.

Jika diperlukan, MRI otak juga mungkin dilakukan.

Hematoma subdural akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam. Jika tidak segera didiagnosis dan diobati, kondisi ini dapat menyebabkan cedera otak parah dan terkadang kematian.

4. Pengobatan

ilustrasi operasi (pixabay.com/Sasin Tipchai)
ilustrasi operasi (pixabay.com/Sasin Tipchai)

Dalam keadaan darurat, dokter akan menstabilkan pernapasan dan tanda-tanda vital lain pasien.

Untuk hematoma subdural yang besar atau parah, biasanya memerlukan pembedahan. 

Menurut Cleveland Clinic, kraniotomi adalah pengobatan utama untuk hematoma subdural akut. Seorang ahli bedah saraf mengangkat sementara bagian tengkorak sehingga ia dapat mengakses dan mengilangkan hematoma.

Prognosis hematoma subdural bergantung pada beberapa hal:

  • Usia.
  • Tingkat keparahan cedera kepala.
  • Seberapa cepat menerima pengobatan.

Sekitar setengah dari penderita hematoma akut yang besar dapat bertahan hidup, tetapi sering kali mereka mengalami kerusakan otak permanen. Orang yang lebih muda memiliki peluang bertahan hidup yang lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih tua.

Dalam beberapa kasus, hematoma dapat muncul kembali dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi. Jika ini terjadi, operasi lain mungkin dibutuhkan.

5. Komplikasi yang dapat terjadi

Tanpa pengobatan, hematoma yang besar dapat menyebabkan koma dan kematian. Komplikasi lain termasuk:

  • Herniasi otak: Peningkatan tekanan dari genangan darah dapat menekan dan mendorong jaringan otak sehingga bergerak dari posisi normalnya. Herniasi otak sering kali berakibat fatal.
  • Pendarahan berulang: Orang berusia di atas 65 tahun yang baru pulih dari hematoma memiliki risiko lebih tinggi mengalami pendarahan lagi karena perubahan pada jaringan otak mereka.
  • Kejang: Kejang dapat terjadi bahkan setelah seseorang menerima pengobatan untuk hematoma.

Anak-anak dengan hematoma parah mungkin mengalami keterlambatan perkembangan akibat kerusakan otak permanen.

6. Pencegahan

ilustrasi merawat lansia (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi merawat lansia (pexels.com/Kampus Production)

Kecelakaan, termasuk cedera kepala, merupakan penyebab utama kematian pada generasi muda. Banyak dari kecelakaan ini terkait dengan narkoba dan alkohol. Banyak penyakit lainnya yang dapat dicegah dengan tindakan pencegahan sederhana atau peralatan keselamatan.

Untuk membantu mencegah cedera kepala:

  • Jika kamu minum alkohol, minumlah secukupnya. Jangan pernah mengemudi setelah minum atau menggunakan obat.
  • Jika pekerjaan kamu melibatkan bekerja jauh di atas permukaan tanah, gunakan peralatan keselamatan yang disetujui untuk mencegah terjatuh secara tidak sengaja.
  • Jangan pernah bekerja di tempat yang tinggi jika kamu:
    • Merasa pusing atau tidak stabil.
    • Telah minum alkohol.
    • Sedang mengonsumsi obat yang dapat membuat kamu pusing atau memengaruhi keseimbangan.
  • Periksakan penglihatan secara teratur. Penglihatan yang buruk dapat meningkatkan risiko terjatuh dan jenis kecelakaan lainnya.
  • Pada lansia, amankan lingkungan rumah dari bahaya yang dapat menyebabkan tersandung dan jatuh. Ini termasuk karpet dan kabel ekstensi.
  • Jika kaki terasa tidak stabil, pertimbangkan untuk menggunakan tongkat atau alat bantu jalan.
  • Jika kamu bermain olahraga kontak, seperti sepak bola, dan kamu mengalami cedera kepala yang parah, berikan waktu yang cukup untuk penyembuhan sebelum kamu mulai bermain lagi. Setelah cedera kepala, penyembuhan total bisa memakan waktu hingga 15 hari. Hal ini berlaku meskipun gejalanya hilang lebih cepat. Cedera kepala yang berulang selama masa perbaikan yang rapuh ini kemungkinan besar akan mengakibatkan lebih banyak pendarahan. Ini disebut second impact syndrome.

Obat pengencer darah meningkatkan risiko pendarahan di kepala. Contohnya termasuk:

  • Aspirin.
  • Clopidogrel dan prasugrel.
  • Antikoagulan kerja langsung, seperti apixaban dan rivaroxaban.
  • Heparin.
  • Warfarin.

7. Kapan harus ke dokter

Hubungi bantuan darurat jika kamu menemukan seseorang tidak sadarkan diri di lokasi kecelakaan.

Cari juga pertolongan segera jika seseorang yang mengalami cedera kepala mengalami:

  • Mengantuk atau penurunan kewaspadaan.
  • Mual atau muntah.
  • Kebingungan atau amnesia.
  • Kesulitan berjalan atau koordinasi yang buruk.
  • Ucapan cadel.
  • Penglihatan ganda.
  • Perilaku irasional atau agresif.
  • Kejang.
  • Mati rasa atau kelumpuhan di bagian tubuh mana pun.

Meski cedera kepala tampak ringan dan gejalanya ringan, orang-orang tertentu berisiko tinggi mengalami pendarahan serius. Hubungi dokter atau segera pergi ke unit gawat darurat jika seseorang yang mengalami cedera kepala juga:

  • Seorang lansia.
  • Sedang minum obat untuk mencegah penggumpalan darah yang tidak diinginkan.
  • Mengalami gangguan pendarahan.
  • Memiliki riwayat penggunaan alkohol berat.

Hematoma subdural bisa mengancam jiwa. Jika kamu mengalami cedera kepala, segera dapatkan pertolongan medis, jangan menunda-nunda.

Jika kamu berisiko mengalami hematoma subdural berdasarkan usia, obat-obatan yang diminum, atau kondisi kesehatan yang dimiliki, bicarakan dengan dokter tentang cara untuk menurunkan risiko tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us