Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hematoma Subdural: Penyebab, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

ilustrasi perempuan merasa stres (pexels.com/Karolina Grabowska)

Hematoma subdural adalah jenis pendarahan di dalam kepala. Lebih tepatnya, ini merupakan jenis pendarahan yang terjadi di dalam tengkorak, tetapi di luar jaringan otak yang sebenarnya.

Otak mempunyai tiga lapisan membran atau penutup atau selaput pembungkus otak (meninges) yang berada di antara tulang tengkorak dan jaringan otak yang sebenarnya. Fungsi meninges adalah untuk menutupi dan melindungi otak.

Bila terdapat hematoma subdural, maka kemungkinan seseorang pernah mengalami robekan pada pembuluh darah, paling sering vena, dan bocor dari pembuluh yang robek ke ruang di bawah lapisan membran duramater. Ruang ini disebut ruang subdural karena terletak di bawah dura. Pendarahan ke dalam ruang ini disebut pendarahan subdural.

Hematoma subdural juga dikenal sebagai pendarahan subdural atau hematoma intrakranial. Secara luas, hematoma subdural merupakan jenis cedera otak traumatis. Hematoma subdural terjadi pada 25 persen orang dengan cedera kepala, mengutip Cleveland Clinic.

1. Penyebab

ilustrasi hematoma subdural (pacificneuroscienceinstitute.org)

Cedera kepala merupakan penyebab sebagian besar kasus hematoma subdural. Jika seseorang terjatuh dan kepalanya terbentur, misalnya saat kecelakaan mobil atau mengalami cedera kepala saat olahraga, maka orang tersebut berisiko lebih tinggi mengalami hematoma subdural.

Meski siapa pun bisa mengalami hematoma subdural dari cedera kepala yang tidak disengaja, tetapi kelompok tertentu lebih berisiko. Hematoma subdural lebih sering terjadi pada:

  • Orang dewasa yang lebih tua: Seiring bertambahnya usia, otak menyusut di dalam tengkorak dan ruang antara tengkorak dan otak melebar. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah kecil di selaput antara tengkorak dan otak meregang. Vena yang menipis dan teregang ini lebih cenderung robek, bahkan pada cedera kepala ringan.
  • Orang yang menggunakan pengencer darah: Pengencer darah memperlambat proses pembekuan atau mencegah darah dari pembekuan sama sekali. Jika darah tidak membeku, pendarahan dapat parah dan berlangsung lama, bahkan sesudah cedera yang relatif minor.
  • Hemofilia: Hemofilia merupakan kelainan pendarahan bawaan yang mencegah darah membeku. Orang dengan kondisi ini mempunyai risiko lebih tinggi mengalami perdarahan yang tidak terkontrol sesudah cedera.
  • Pecandu alkohol dan orang yang menyalahgunakan alkohol: Minum terlalu banyak alkohol mengakibatkan kerusakan hati seiring waktu. Hati yang rusak tidak bisa memproduksi cukup protein yang membantu darah untuk membeku, yang meningkatkan risiko pendarahan yang tidak terkontrol.
  • Bayi: Bayi tidak mempunyai otot leher yang kuat untuk melindungi diri dari trauma di kepala. Saat seseorang menganiaya bayi dengan menggoyangnya dengan keras, bayi bisa mengalami hematoma subdural. Jenis ini disebut sindrom bayi terguncang (baby shaken syndrome).

2. Jenis

ilustrasi jenis hematoma (commons.wikimedia.org/www.scientificanimations.com)

Hematoma subdural terdiri dari dua jenis, yaitu:

  • Hematoma subdural akut: Jika seseorang mengalami cedera otak besar, area yang cedera bisa terisi darah dan mengakibatkan gejala yang mengancam jiwa. Ini disebut hematoma subdural akut. Ini merupakan jenis yang paling berbahaya. Jenis ini biasanya terbentuk akibat cedera kepala yang parah. Mereka terbentuk dengan cepat dan gejalanya segera muncul. Sekitar 20 persen hingga 30 persen orang mendapatkan kembali fungsi otak penuh atau sebagian sesudah mengalami hematoma subdural akut. Sekitar 50 persen hingga 90 persen orang yang mengalami hematoma subdural akut meninggal karena kondisi atau komplikasinya.

  • Hematoma subdural kronis: Jenis ini berkembang akibat cedera kepala ringan. Banyak orang yang didiagnosis bahkan tidak ingat persis peristiwa yang mengakibatkan pendarahan dimulai. Orang dewasa yang lebih tua mempunyai tingkat hematoma subdural kronis yang lebih tinggi. Ini kemungkinan karena otak menyusut seiring bertambahnya usia, sehingga meninggalkan ruang ekstra di tengkorak dan memungkinkan pembuluh darah lebih mudah rusak selama cedera kepala. Gejala hematoma subdural kronis tidak segera terlihat dan kemungkinan tidak muncul selama beberapa minggu. Gejala yang paling umum yaitu sakit kepala (80 persen kasus). Hematoma subdural kronis lebih mudah diobati dibandingkan hematoma subdural akut. Namun, jenis ini tetap bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.

3. Gejala

ilustrasi gejala hematoma subdural (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Gejala hematoma subdural bisa bervariasi pada setiap orang. Dilansir Medical News Today, gejala umum hematoma subdural meliputi:

  • Sakit kepala parah.
  • Pusing.
  • Bicara cadel.
  • Kebingungan.
  • Apatis.
  • Kelemahan.
  • Perubahan suasana hati atau perilaku.
  • Kejang.
  • Muntah.
  • Kehilangan kesadaran atau pingsan.

Gejala hematoma subdural akut terjadi dengan cepat sesudah cedera. Dalam kasus hematoma subdural kronis, gejala lebih mungkin berkembang secara perlahan atau mungkin tidak berkembang sama sekali.

Gejala terjadi pada tingkat yang berbeda karena kecepatan darah mulai terkumpul dan memberi tekanan pada otak. Dalam kasus kronis, pembuluh darah kecil di permukaan luar otak dapat robek. Robekan mengakibatkan pendarahan di lapisan jaringan subdural. Dalam kasus ini, gejala kemungkinan tidak muncul selama beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu.

Faktor lain yang bisa memengaruhi gejala kondisi ini yaitu usia atau kondisi medis lainnya berperan dalam seberapa cepat gejala mulai berkembang.

3. Komplikasi yang dapat terjadi

ilustrasi perawatan pasien di rumah sakit (247nursing.com.au)

Hematoma subdural bisa menjadi kondisi yang serius, meski terkadang, pendarahannya lambat dan tubuh mampu menyerap darah yang terkumpul. Namun, jika hematomanya parah, maka penumpukan darah dapat mengakibatkan tekanan pada otak. Tekanan ini bisa mengakibatkan masalah pernapasan, kelumpuhan, dan kematian jika tidak segera ditangani.

Komplikasi hematoma subdural bisa terjadi segera sesudah cedera atau beberapa saat sesudah cedera dirawat. Ini meliputi:

  • Herniasi otak, yang memberi tekanan pada otak dan bisa mengakibatkan koma atau kematian.
  • Kejang.
  • Kelemahan otot permanen atau mati rasa.

Tingkat komplikasi tergantung pada seberapa parah cedera otak. Selain itu, masalah kesehatan lain apa pun bisa memengaruhi komplikasi, baik hematoma subdural akut maupun kronis. Orang yang menggunakan pengencer darah (antikoagulan) berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi.

Selain itu, seseorang yang berusia di atas 65 tahun, terutama memiliki hematoma subdural kronis, berisiko lebih tinggi memiliki komplikasi. Komplikasi seperti kejang masih bisa terjadi meskipun hematoma telah diangkat dan pasien telah pulih dari gejala.

5. Diagnosis

ilustrasi CT scan (pixabay.com/mufidpwt)

Penting untuk segera menegakkan diagnosis hematoma subdural akut sehingga pengobatan bisa segera dimulai. Sebab, perawatan sedini mungkin bisa meminimalkan risiko kematian atau efek jangka panjang.

Kasus hematoma subdural kronis kemungkinan lebih susah untuk didiagnosis karena gejalanya tidak berkembang dengan cepat, atau mungkin tidak mempunyai penyebab yang jelas.

Untuk menegakkan diagnosis hematoma subdural, dokter biasanya menggunakan pemindaian computed tomograpy (CT), atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendapatkan gambaran otak yang jelas. Dokter akan memeriksa scan untuk memeriksa  tanda-tanda pendarahan.

Jika dokter mengidentifikasi perdarahan, mereka akan menentukan sumber pendarahan dan mengembangkan rencana tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, dokter juga bisa memeriksa tekanan darah dan detak jantung pasien, serta memerintahkan kerja darah  untuk mendapatkan jumlah sel darah dan trombosit. Ini bertujuan untuk mencari pendarahan internal dan kehilangan darah.

6. Pengobatan

ilustrasi pembedahan (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Penderita hematoma subdural biasanya membutuhkan pembedahan. Untuk kasus akut, pasien kemungkinan akan menjalani kraniotomi. Selama prosedur ini, ahli bedah pertama-tama akan mengangkat sebagian tengkorak di dekat lokasi hematoma subdural. Dokter kemungkinan akan mengeluarkan bekuan darah dan kemudian akan menggunakan teknik isap dan irigasi.

Kraniotomi merupakan prosedur yang berisiko. Namun, dalam beberapa kondisi, bagaimanapun, itu diperlukan untuk menyelamatkan hidup pasien.

Untuk hematoma subdural kronis atau saat hematoma akut berdiameter lebih dari 1  sentimeter (cm), ahli bedah bisa menggunakan bedah burr hole. Sebuah lubang dibuat di tengkorak, dura dibuka, dan hematoma akan dikeluarkan. Setelah itu, kulit yang melapisi tengkorak akan ditutup dengan jahitan atau staples bedah. 

Sesudah operasi, dokter biasanya meresepkan obat antikejang. Pasien kemungkinan butuh minum obat selama beberapa bulan atau bahkan tahunan. Penggunaan obat ini bisa membantu mencegah kejang yang bisa mengakibatkan hematoma subdural lainnya.

Dokter biasanya meresepkan obat untuk membantu mengurangi pembengkakan di sekitar otak, yang bisa membantu mencegah atau mengurangi tekanan di tengkorak pada hari-hari sesudah operasi.

7. Prognosis

ilustrasi pasien (flickr.com/NIH Clinical Center)

Prognosis hematoma subdural tergantung pada usia, tingkat keparahan cedera kepala, dan seberapa cepat mendapat perawatan. Sekitar 50 persen orang dengan hematoma subdural akut yang besar bisa bertahan hidup, meski kerusakan otak permanen sering terjadi sebagai akibat dari cedera. Orang yang lebih muda mempunyai peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup dibanding dengan orang dewasa yang lebih tua.

Orang dengan hematoma subdural kronis biasanya mempunyai prognosis terbaik, terutama jika mereka mempunyai sedikit atau tanpa gejala dan tetap terjaga dan waspada sesudah cedera kepala.

Orang dewasa yang lebih tua mempunyai peningkatan risiko mengalami pendarahan lain sesudah pulih dari hematoma subdural kronis. Ini akibat otak yang lebih tua tidak bisa mengembang kembali dan mengisi ruang di mana darah berada, membuat mereka lebih rentan terhadap pendarahan otak di masa depan bahkan dengan cedera kepala ringan.

Itulah ulasan mengenai hematoma subdural. Jika memiliki tanda atau gejala yang mengarah pada kondisi ini, segera periksakan diri ke dokter. Makin cepat penyakit ini ditangani, maka makin besar juga peluang kesembuhannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Bayu Aditya Suryanto
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us