"HIV and Family Planning: Answering the FAQs." PrepDaily. Diakses pada Desember 2025.
"HIV in Pregnancy." ViiV Healthcare. Diakses pada Desember 2025.
"How HIV Affects Fertility." Xenith IVF. Diakses pada Desember 2025.
Apakah HIV Memengaruhi Kesuburan?

- Infeksi HIV dapat memengaruhi kesuburan melalui kombinasi faktor biologis dan psikososial.
- Dampak HIV terhadap kesuburan laki-laki meliputi kualitas sperma, gairah seksual, dan gangguan ejakulasi.
- Perempuan dengan HIV memiliki risiko komplikasi kehamilan yang lebih tinggi, tetapi terapi ARV membantu menurunkan risiko keguguran.
Bahasan soal HIV dan program kehamilan sering kali terasa seperti topik yang sensitif, penuh kekhawatiran, dan juga dipenuhi berbagai miskonsepsi. Banyak orang dengan HIV merasa seolah-olah peluang mereka untuk membangun keluarga sangat kecil karena risiko penularan yang masih ditakuti banyak orang. Padahal, dengan perkembangan dunia medis saat ini, peluang untuk memiliki keturunan yang sehat tetap terbuka lebar.
Faktanya, banyak pasangan dengan salah satu atau kedua pihak yang hidup dengan HIV berhasil memiliki anak tanpa menularkan virus tersebut. Kuncinya ada pada pengobatan teratur, perencanaan yang matang, serta pendampingan tenaga medis. Lalu, apakah HIV benar-benar memengaruhi kesuburan? Dan bagaimana peluang kehamilan tetap aman? Mari kita bahas satu per satu.
1. Apakah infeksi HIV memengaruhi kesuburan?
HIV dapat memengaruhi kesuburan melalui dua jalur utama, yaitu faktor biologis dan psikososial.
Dari sisi biologis, HIV menyerang sel darah putih yang berperan penting dalam sistem imun. Daya tahan tubuh yang menurun membuat orang dengan HIV lebih rentan terkena infeksi lain yang juga bisa berdampak pada organ reproduksi.
Selain itu, penurunan berat badan yang drastis, kekurangan nutrisi, serta penyalahgunaan obat-obatan tertentu juga dapat memperbesar risiko infertilitas.
Dari sisi psikososial, stres, rasa takut menularkan virus ke pasangan, hingga stigma dari lingkungan sering membuat frekuensi hubungan intim menurun.
Semua faktor di atas secara tidak langsung dapat menurunkan peluang terjadinya kehamilan.
2. Dampak HIV terhadap kesuburan laki-laki
Pada laki-laki dengan HIV, kualitas sperma dapat menurun. Gangguan yang sering terjadi meliputi penurunan jumlah sperma, bentuk sperma yang tidak normal, hingga gerakan sperma yang melemah.
Volume air mani juga bisa berkurang.
Selain itu, peradangan pada testis dan rendahnya kadar hormon testosteron dapat menyebabkan gangguan kesuburan.
Tidak hanya itu, laki-laki dengan HIV juga lebih berisiko mengalami penurunan gairah seksual, disfungsi ereksi, atau gangguan ejakulasi.
Kombinasi faktor fisik dan psikologis inilah yang membuat peluang kehamilan bisa ikut terpengaruh.
3. Dampak HIV terhadap kesuburan perempuan

Perempuan dengan HIV cenderung memiliki angka kelahiran lebih rendah dibandingkan populasi umum.
Gangguan menstruasi sering terjadi, mulai dari siklus menstruasi yang tidak teratur hingga kondisi ovulasi tidak terjadi sama sekali. Ketika ovulasi terganggu, peluang terjadinya kehamilan otomatis menurun.
Selain itu, sistem imun yang melemah, penurunan berat badan, stres berat, serta infeksi menular seksual lain yang sering menyertai HIV juga dapat memicu infertilitas.
Kabar baiknya, penggunaan terapi antiretroviral (ARV/ART) sebelum hamil terbukti membantu menurunkan risiko keguguran.
4. Risiko komplikasi kehamilan pada orang dengan HIV
Perempuan hamil yang hidup dengan HIV memiliki risiko komplikasi kehamilan dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan tanpa HIV, meskipun sudah menjalani pengobatan dengan ARV. Komplikasi tersebut meliputi keguguran, bayi lahir mati, dan berat badan lahir rendah. Namun, hingga kini masih diteliti apakah komplikasi tersebut disebabkan langsung oleh HIV atau efek samping dari terapi.
Jika tidak menjalani ARV, risiko infeksi oportunistik seperti CMV dan toksoplasmosis juga meningkat. Infeksi ini bisa menembus plasenta dan menyebabkan cacat lahir pada bayi. Karena itu, pemeriksaan rutin dan pengobatan yang konsisten sangat penting.
5. Pengaruh obat HIV terhadap kehamilan
Penggunaan ARV saat hamil sangat penting, baik untuk kesehatan ibu maupun untuk mencegah penularan HIV ke bayi. ARV bekerja dengan menekan jumlah virus dalam tubuh (viral load) hingga sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi. Jika seorang perempuan hamil saat sudah menjalani ARV secara efektif, biasanya dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan tersebut selama kehamilan.
Namun, dalam beberapa kasus, dokter bisa menyarankan perubahan jenis obat jika terdapat risiko efek samping tertentu, seperti kelahiran prematur atau risiko kematian bayi. Jika belum menggunakan ARV, terapi sebaiknya dimulai sedini mungkin, idealnya sebelum usia kehamilan 24 minggu. Konsultasikan dengan dokter.
6. Cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi

Ibu dengan HIV tidak otomatis akan menularkan virus kepada bayinya. Tanpa pengobatan, risiko penularan dari ibu ke anak berada di kisaran 15–45 persen. Namun, dengan terapi pencegahan yang tepat, angka ini bisa ditekan hingga di bawah 1 persen.
Kunci utamanya adalah memastikan viral load ibu tidak terdeteksi sebelum dan selama kehamilan. Kondisi ini dikenal dengan istilah U=U (Undetectable = Untransmittable).
Selain itu, persalinan caesar bisa dipertimbangkan jika viral load belum terkendali.
Bayi juga akan mendapatkan obat profilaksis setelah lahir, dan dalam kondisi tertentu, ibu disarankan tidak menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI.
HIV memang dapat memengaruhi kesuburan dan meningkatkan risiko dalam kehamilan, baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun, dengan kemajuan pengobatan modern, orang dengan HIV tetap memiliki peluang besar untuk memiliki keturunan yang sehat. Terapi ARV yang rutin, pemantauan medis yang ketat, serta dukungan psikologis dan keluarga menjadi kunci utama keberhasilan program kehamilan pada orang dengan HIV.
Referensi


















