Ada Benjolan di Areola, Perlukah Dikhawatirkan?

Baik perempuan maupun laki-laki dapat memiliki benjolan di areola, area di sekitar puting susu. Benjolan bisa menandakan infeksi lokal yang mungkin akibat dari peradangan pada payudara, atau bisa juga tidak.
Walaupun lebih dari 95 persen benjolan di areola dialami oleh perempuan, tetapi laki-laki juga bisa mengalaminya.
Pada perempuan, ada dua jenis benjolan di areola, yaitu abses subareolar nonpuerperal, yang terjadi pada orang yang tidak menyusui; dan abses nifas, yang terjadi pada ibu menyusui.
1. Gejala
Menurut publikasi StatPearls, seseorang dengan benjolan di areola mungkin mengeluhkan gejala berikut ini:
- Nyeri payudara.
- Kemerahan di area yang terdampak.
- Kehangatan saat disentuh.
- Akumulasi cairan di lokasi benjolan.
Beberapa orang mungkin melaporkan demam, mual, muntah, dan keluarnya cairan dari puting atau tempat yang mengalami kemerahan.
Orang berusia muda yang tidak menyusui cenderung melaporkan lebih banyak nyeri payudara daripada mereka yang berusia lebih tua.
Menurut laporan, sekitar 15–20 persen orang dengan benjolan di areola akan mengeluarkan cairan dari puting susu (American Journal of Roentgenology, 2014).
Cairan yang mengalir dari benjolan di areola orang yang lebih muda akan tampak lebih encer, sedangkan pada orang yang lebih tua mungkin mengeluarkan cairan yang lebih kental.
Dokter melaporkan bahwa benjolan pada areola pada perempuan yang tidak menyusui dan laki-laki lebih sering kambuh daripada benjolan pada perempuan yang menyusui.
Dokter dapat memesan USG payudara atau mamogram untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang ukuran, kedalaman, dan lokasi abses.
2. Penyebab

Penyebab infeksi payudara atau mastitis yang paling umum adalah menyusui. Peradangan payudara selama menyusui dapat memengaruhi antara 2–3 persen ibu menyusui, dan 5–11 persen dari mereka dapat mengembangkan abses, dilansir StatPearls.
Perempuan dan laki-laki yang tidak menyusui juga dapat mengembangkan benjolan di areola. Abses ini dapat terjadi pada usia berapa pun.
Abses payudara non aktasi tampaknya memiliki hubungan dengan merokok dan diabetes.
Selain itu, para peneliti telah menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas dan orang kulit hitam mungkin memiliki insiden abses payudara yang lebih tinggi.
Individu yang memiliki tindik puting dapat mengembangkan benjolan pada areola juga.
Bakteri paling umum yang menyebabkan abses payudara pada ibu menyusui adalah spesies Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Streptococcus.
Dokter memperhatikan bahwa strain spesifik S. aureus yang resistan terhadap antibiotik methicillin terkadang juga ditemukan pada benjolan di areola.
Infeksi S. aureus (MRSA) yang resistan terhadap methicillin lebih sulit diobati dan memerlukan antibiotik yang berbeda.
Bakteri yang cenderung menyebabkan abses payudara pada laki-laki dan perempuan tidak menyusui biasanya merupakan campuran dari S. aureus, spesies Streptococcus, dan bakteri anaerob.
3. Kapan harus ke dokter?
Segera konsultasi dengan dokter jika melihat adanya benjolan di payudara atau puting susu, atau ada cairan yang keluar dari puting.
Nantinya, dokter akan memeriksa benjolan dan merekomendasikan pencitraan medis untuk menyingkirkan kanker payudara, terutama pada orang yang tidak menyusui atau jenis kelamin apa pun.
Ibu menyusui juga perlu menemui dokter jika ada benjolan di areola. Seorang perawat laktasi dapat membantu ibu menyusui mencegah abses di masa depan dan melatihnya untuk terus menyusui atau menggunakan pompa payudara untuk mengambil susu dari payudara yang terkena.
Setiap benjolan yang memiliki hubungan dengan gejala infeksi berat memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dokter juga akan memeriksa fistula jika kamu memiliki benjolan berulang di areola.
4. Pengobatan

Saat dokter mendiagnosis benjolan pada areola, dokter akan mengeluarkan cairan (drainase) dari benjolan tersebut. Dokter mungkin melakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan kanker payudara.
Pengobatan antibiotik bisa diberikan jika dokter tidak dapat segera melakukan drainase. Antibiotik yang bisa diresepkan oleh dokter untuk benjolan di areola dapat meliputi:
- Nafsilin.
- Ampisilin/sulbaktam.
- Amoksisilin/asam klavulanat.
- Doksisiklin.
- Trimetoprim/sulfametoksazol.
- Klindamisin.
- Vankomisin.
Jika bakteri yang ada dalam sampel cairan yang dikeluarkan dari benjolan bisa diidentifikasi, dokter dapat meresepkan antibiotik yang akan menargetkan bakteri spesifik tersebut.
Pengambilan sampel cairan penting jika kamu mengalami abses berulang karena benjolan ini cenderung memiliki campuran bakteri, termasuk bakteri anaerob, sebagai penyebabnya.
Dokter akan mempertimbangkan antibiotik mana yang aman untuk diberikan kepada ibu menyusui dengan benjolan di areola. Ibu menyusui umumnya didorong untuk terus menyusui.
Apabila ukuran benjolan besar atau terdapat tanda-tanda infeksi parah, kamu mungkin akan dirawat inap di rumah sakit. Benjolan besar ini memerlukan pemotongan dan drainase di ruang operasi dan pengobatan dengan antibiotik intravena.
5. Komplikasi yang bisa terjadi
Menurut studi, fistula adalah komplikasi benjolan di areola yang terjadi pada sepertiga orang dengan mastitis, mengutip dari Medical News Today.
Fistula adalah saluran yang terbentuk antara saluran susu atau pembukaan abses di payudara dan areola. Jika ini terjadi, dokter akan melihat lesi yang menonjol dan berkerak pada puting selama pemeriksaan fisik.
Sebagai catatan, fistula juga bisa dialami oleh laki-laki.
6. Perawatan rumahan dan pencegahan

Setelah dokter mengeluarkan cairan dari benjolan, kamu seharusnya tidak lagi merasa sakit di tempat tersebut. Namun, kadang obat penghilang rasa sakit dibutuhkan setelah drainase.
Jika masih mengalami peradangan di tempat tersebut, mengaplikasikan kompres hangat dan pelembap dapat membantu mencegah retaknya areola.
Apabila memiliki tindik puting, pastikan untuk tahu cara menjaga kebersihan area tersebut dengan benar.
Ibu menyusui dapat berkonsultasi dengan perawat laktasi untuk mengetahui cara mencegah pembengkakan payudara.
Benjolan pada areola pada ibu menyusui cenderung merespons pengobatan dengan baik dan cenderung tidak kambuh jika dikelola dengan tepat dengan drainase dan antibiotik.
Tingkat kekambuhan tinggi pada orang yang tidak menyusui. Dokter tidak memiliki pedoman standar untuk mengobati benjolan di areola, dan ini mungkin menjadi penyebab kekambuhan pada beberapa orang.
Jika kamu mengalami benjolan di areola, segeralah temui dokter. Dengan diagnosis tepat, dokter dapat memulai pengobatan lebih awal. Perawatan melibatkan drainase dan terapi antibiotik.
Ibu menyusui lebih mungkin memiliki benjolan di areola, tetapi baik laki-laki maupun perempuan yang tidak menyusui juga bisa mengalaminya.
Merokok dan diabetes tampaknya memiliki kaitan dengan benjolan di areola. Benjolan yang menyakitkan bisa kambuh pada beberapa orang. Tingkat kekambuhan tinggi pada perempuan yang tidak menyusui dan pada laki-laki.