Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Anak, Bisa Permanen

- Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh pola makan rendah zat besi, perubahan tubuh, kelainan saluran cerna, kehilangan darah, dan penyebab genetik.
- Zat besi penting dalam perkembangan otak anak, berperan dalam susunan saraf pusat dan metabolisme sistem saraf serta proses neurotransmiter.
- Anemia defisiensi besi pada anak dapat menyebabkan dampak jangka panjang dan ireversibel seperti stunting, gangguan fungsi kognitif, perawakan pendek, gangguan spektrum autisme, ADHD, dan gangguan sistem imun.
Otak berkembang pesat dalam beberapa tahun pertama kehidupan, dan nutrisi yang tepat diperlukan untuk mendukung perkembangan otak yang optimal. Salah satu nutrisi penting untuk perkembangan otak adalah zat besi.
Zat besi merupakan zat gizi mikro yang penting bagi perkembangan otak karena membantu membawa oksigen ke sel-sel otak. Karena otak berkembang sangat pesat, otak membutuhkan banyak zat besi, dan banyak anak tidak mendapatkan jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan otak mereka.
Sekilas tentang anemia defisiensi besi pada anak
Anemia defisiensi zat besi adalah kelainan darah umum yang terjadi ketika jumlah sel darah merah rendah karena kekurangan zat besi. Sel darah merah membutuhkan zat besi untuk menghasilkan protein yang disebut hemoglobin yang membantu membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh. Kekurangan zat besi adalah penyebab anemia yang paling umum.
Anemia defisiensi besi pada anak dapat disebabkan oleh:
- Pola makan rendah zat besi: Hanya 1 mg zat besi yang diserap untuk setiap 10 hingga 20 mg makanan tinggi zat besi yang dikonsumsi.
- Perubahan tubuh: Perubahan tubuh, seperti percepatan pertumbuhan yang cepat pada bayi dan remaja, memerlukan peningkatan produksi zat besi dan sel darah merah.
- Kelainan saluran cerna: Setiap kelainan pada saluran pencernaan membatasi penyerapan zat besi. Kesulitan menyerap zat besi umum terjadi setelah beberapa operasi gastrointestinal.
- Kehilangan darah: Kehilangan darah, seperti pendarahan atau cedera gastrointestinal, dapat menurunkan jumlah zat besi dalam tubuh anak.
- Penyebab genetik: Jarang terjadi, anak-anak terlahir dengan anemia defisiensi besi refrakter (IRIDA), yang disebabkan oleh mutasi gen yang menyebabkan kekurangan zat besi.
Pentingnya zat besi untuk perkembangan otak anak

Zat besi merupakan nutrisi penting dalam perkembangan otak anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (periode kritis).
Peran zat besi untuk perkembangan otak anak itu banyak. Salah satunya di susunan saraf pusat. Dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), dokter anak ahli tumbuh kembang pediatri sosial dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam otak, zat besi punya peran untuk membentuk mielin dan dendrit.
"Jadi saraf itu ada selubungnya, namanya mielin, dan juga percabangannya namanya dendrit. Zat besi membantu pembentukan mielin dan dendrit," kata Prof. Rini dalam acara editor briefing bersama SGM Eksplor pada Senin (10/3) di Jakarta.
Selain itu, Prof. Rini juga menambahkan bahwa zat besi juga berperan dalam metabolisme sistem saraf serta proses neurotransmiter (pembawa sinyal dalam otak).
Itu semuanya penting untuk:
- Perkembangan kognitif: Mendukung fungsi belajar, memori, atensi, bahasa.
- Perkembangan motorik: Meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus.
- Perkembangan sosioemosional: Mendukung perilaku positif dan kemampuan sosial.
- Perkembangan neurofisiologis: Meningkatkan respons fisiologis.
Gejala anemia defisiensi besipada anak
Dalam sebuah presentasi, Prof. Rini menjelaskan apa saja gejala anemia defisiensi pada anak yang harus diperhatikan oleh orang tua:
- Tampak pucat: Pucat berlangsung lama, terjadi pada wajah, kelopak mata, bibir, kuku, kulit, dan telapak tangan.
- Anak sering sakit: Daya tahan tubuh rendah menyebabkan tubuh rentan mengalami infeksi.
- Tumbuh kembang anak terhambat: Tumbuh kembang anak lambat dibandingkan dengan anak seusianya, penurunan berat badan.
- Tampak lemah: Mudah lelah/letih, napas tampak cepat, kepala sakit/berkunang-kunang.
- Sulit konsentrasi: Anak sulit mengikuti pelajaran, prestasi di sekolah menurun.
- Gangguan makan: Pica/makan tidak lazim (es, kertas, tanah), nafsu makan
menurun.
Dampak anemia defisiensi besi pada anak

Anemia defisiensi besi, terutama pada anak usia dini dapat menyebabkan dampak jangka panjang dan ireversibel (permanen). Dampaknya ini biasanya tidak langsung terjadi, butuh waktu.
"Dampaknya gak langsung terjadi, anemia tidak langsung ada dampaknya. Biasanya makan waktu," kata Prof. Rini.
Dampak anemia defisiensi besi yang antara lain:
- Dampak terhadap pertumbuhan: Retardasi pertumbuhan.
- Dampak terhadap perkembangan:
- Gangguan perkembangan kognitif.
- Penurunan kapasitas fisik.
- Gangguan psikomotor.
- Gangguan motorik halus.
- Gangguan perilaku.
Anak yang mengalami anemia, terutama anemia defisiensi besi, dengan beberapa gejala yang tidak tertangani akan merugikan kognitif yang sifatnya menetap.
"Misalnya bayi atau usia 2 tahun dia anemia, lalu dikasih obat selama tiga bulan, nanti zat besinya naik, tapi mungkin kemampuan kognitifnya tidak akan mengalami perbaikan, sifanya irreversible," kata Prof. Rini.
Dampak yang lebih besar akibat anemia defisiensi besi pada anak
- Stunting: Anak dengan anemia defisiensi besi di negara berkembang memiliki kemungkinan: 2,27 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak tanpa anemia defisiensi besi.
- Gangguan fungsi kognitif: Anak usia di bawah 10 tahun yang pada usia dini mengalami anemia defisiensi besi berisiko lebih tinggi mengalami disabilitas
intelektual. - Perawakan pendek: Penelitian terhadap anak usia 0–4 tahun di Qatar dengan anemia defisiensi besi, mereka memiliki perawakan yang lebih pendek dan kecepatan tumbuh yang lebih lambat secara signifikan dibandingkan dengan anak tanpa anemia defisiensi besi.
- Autism spectrum disorder (ASD): Prevalensi anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak dengan ASD dibandingkan dengan anak tanpa ASD. Selain itu, anemia defisiensi besi pada anak dengan ASD menyebabkan manifestasi ASD lebih berat.
- Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD): Anak dengan ADHD yang mengalami anemia defisiensi besi, memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki gejala ADHD yang lebih berat dibandingkan dengan anak ADHD tanpa anemia defisiensi besi.
- Gangguan sistem imun: Anak dengan anemia defisiensi besi memiliki kadar dan respons imun (imunoglobulin, interleukin, aktivitas sel) yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan anak tanpa anemia defisiensi besi.
Prevalensi anemia di Indonesia diperkirakan 22,8 persen pada anak usia di bawah 5 tahun, paling banyak dialami oleh anak usia di bawah 1 tahun.
Menurut Prof. Rini, upaya pencegahan anemia, terutama di Indonesia sebagai negara dengan prevalensi tinggi, salah satunya adalah dengan konsumsi suplementasi zat besi dan asam folat selama kehamilan.
Selain itu, memberikan ASI eksklusif merupakan pilihan terbaik, atau susu formula yang kaya akan zat besi. Hindari memberi susu sapi terlalu dini, karena zat besinya sulit diserap oleh tubuh bayi.
Selanjutnya, berikan makanan kaya akan zat besi saat mulai MPASI. Contohnya daging merah, ikan, dan makanan kaya akan zat besi lainnya.
Orang tua atau pengasuh harus memenuhi kebutuhan zat besi anak sejak dini demi mendukung tumbuh kembang dan kecerdasan optimal anak.
Referensi
"What is iron deficiency anemia in children?" Boston Children's. Diakses Maret 2025.
"How Important Is Iron for the Developing Brain?" Psychology Today. Diakses Maret 2025.