Apa Itu Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)?

- Kehamilan ektopik dapat berkembang menjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) yang mengancam nyawa ibu.
- Diagnosis dini dan penanganan secepat mungkin sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan prognosis reproduksi selanjutnya.
- Faktor risiko KET meliputi usia, gravida, riwayat kesehatan, riwayat operasi caesar, dan kegagalan penggunaan alat kontrasepsi tertentu.
Kehamilan adalah momen yang membahagiakan bagi banyak perempuan. Namun, tidak semua kehamilan berjalan sesuai harapan. Salah satu kondisi yang dapat terjadi adalah kehamilan ektopik, yaitu kehamilan yang berkembang di luar rahim.
Ketika kehamilan ektopik tidak terdeteksi sejak dini, kondisi ini dapat berkembang menjadi kehamilan ektopik terganggu (KET), yang berpotensi mengancam nyawa ibu akibat perdarahan internal.
1. Apa itu kehamilan ektopik terganggu?
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut KET.
Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim, misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut atau di dalam rahim seperti serviks, pars interstitialis tuba, atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Sebagian besar KET berlokasi di tuba, terutama di ampula dan isthmus. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba pada seluruh kasus kehamilan ektopik.
KET merupakan suatu kegawatdaruratan dalam obstetri yang perlu penanganan secepat mungkin. Diagnosis dini dan observasi klinis sangat diperlukan secepat mungkin, mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu maupun prognosis reproduksi selanjutnya.
2. Perbedaan kehamilan ektopik dan kehamilan ektopik terganggu

Kehamilan ektopik berbeda dengan KET. Namun, kehamilan ektopik berisiko menjadi kehamilan ektopik terganggu secara spontan.
Kehamilan ektopik terjadi ketika sel telur yang dibuahi berkembang di luar rongga rahim, umumnya di tuba falopi. Pada fase awal, gejalanya mungkin tidak terlalu jelas dan menyerupai gejala kehamilan normal, seperti mual atau nyeri ringan. Lambat laun, gejalanya bisa berkembang menjadi rasa nyeri yang signifikan di perut dan perdarahan vaginal.
Sementara itu, KET adalah kondisi ketika kehamilan ektopik terjadi, tetapi mengalami gangguan seperti ruptur (pecah) pada jaringan tempat embrio menempel.
KET kerap menimbulkan gejala yang lebih akut, seperi rasa nyeri yang tajam, perdarahan berat serta pusing karena perdarahan internal. Ini merupakan kondisi darurat yang memerlukan tindakan medis secepatnya. Pemeriksaan dini sangat dibutuhkan demi kelangsungan ibu dan untuk kehamilan selanjutnya.
Dampak dari kehamilan jenin ini bisa menurunkan fungsi reproduksi selanjutnya karena meningkatnya risiko infertilitas.
3. Gejala KET
Pada umumnya ibu hamil menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
- Amenorea.
- Nyeri perut bagian bawah.
- Gejala kehamilan muda.
- Level hormon human chorionic gonadotropin (HCG) rendah.
- Perdarahan pervaginam berwarna cokelat tua.
- Pada pemeriksaan pervagina terdapat nyeri bila serviks digoyangkan dan kavum douglas menonjol karena ada pembekuan darah.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat berbeda-beda, sehingga diagnosisnya bisa menantang. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik, abortus atau ruptur tuba, usia kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum ibu sebelum hamil.
4. Faktor risiko

Faktor risiko KET di antaranya:
- Usia
Studi mengungkap bahwa ibu berusia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun berpotensi mengalami KET dengan persentase 66,7 persen.
Rentang usia optimal yang mendukung kondisi kehamilan adalah antara 20 sampai 35 tahun. Di bawah itu, kehamilan mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi karena organ reproduksi yang belum matang dan masih pada masa pertumbuhan.
Sementara pada perempuan berusia di atas 35 tahun, mereka memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi karena terjadi penurunan pada fungsi reproduksi.
- Gravida
Gravida (jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh seorang perempuan, termasuk kehamilan yang sekarang) memiliki peranan terhadap terjadinya KET.
Makin meningkat jumlah kehamilan, makin tinggi risiko KET.
- Riwayat kehamilan lalu
Ibu dengan riwayat kesehatan dan kehamilan di masa lalu memiliki risiko KET, seperti penyakit radang panggul, riwayat operasi sebelumnya, dan riwayat abortus.
- Riwayat kesehatan
Infeksi menular seksual (IMS) oleh bakteri Chlamydia trachomatis bisa merusak saluran tuba dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik. IMS seperti klamidia dan gonore disebabkan oleh bakteri ini, dapat menyebabkan hasil konsepsi (pembuahan) yang seharusnya menempel di rahim, malah tumbuh di tempat lain.
Radang panggul juga bisa menghalangi perjalanan hasil konsepsi menuju rahim, seperti yang terjadi pada orang yang memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, atau telah menjalani operasi pada saluran tuba.
- Riwayat operasi caesar
Riwayat operasi caesar bisa mengakibatkan komplikasi untuk kehamilan selanjutnya yaitu terbentuknya jaringan parut sehingga meningkatkan risiko kejadian KET.
Risiko serupa juga lebih mungkin terjadi pada perempuan dengan riwayat keguguran karena infeksi pada uterus yang tidak ditangani atau kerusakan dinding uterus.
- Kegagalan penggunaan alat kontrasepsi
Faktor lain mencakup kegagalan saat menggunakan kontrasepsi. Tubektomi, alat kontrasepsi dalam rahim, kontrasepsi darurat, estrogen dosis tinggi dan mini pill dengan kandungan progestin adalah beberapa alat KB yang ketika gagal memiliki risiko KET.
5. Diagnosis
Kehamilan ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis serta pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Temuan klinis yang menjadi penilaian, meliputi riwayat amenorea, perdarahan pervaginam, dan nyeri perut bawah.
Ketika nyeri makin berat disertai pemeriksaan kavum douglas, maka kemungkinan diagnosisnya adalah KET.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan, meliputi pengkajian data subjektif (anamnesa) dan data objektif (pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik, kebidanan, dan penunjang), yaitu:
- Memeriksa berbagai keluhan yang dirasakan, seperti amenore yang disertai tanda-tanda hamil muda, nyeri abdomen, hingga perdarahan dari vagina berwarna kecokelatan.
- Memeriksa riwayat haid, seperti siklus menstruasi, lamanya menstruasi, hingga dismenorea (nyeri haid).
- Memeriksa riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
- Memastikan riwayat penyakit yang pernah dialami.
Beberapa tindakan pemeriksaan lainnya dapat meliputi:
- Tes kehamilan melalui urine, biasanya menggunakan test pack untuk memastikan sedang hamil atau tidak.
- Tes kehamilan melalui darah untuk mengukur kadar hormon HCG.
- Pemeriksaan USG pada area rahim, guna memastikan lokasi kehamilan normal atau tidak.
6. Penanganan

Pasien yang diperkirakan ruptur tuba perlu segera menjalani pembedahan. Berikut ini beberapa pilihan penanganannya:
- Minum obat
Terapi medis dengan metotreksat (MTX) menjadi pilihan utama. Pemberiannya hanya pada pasien stabil, asimtomatik, kadar HCG kurang dari 3.000–5.000 ml dan tanpa adanya hemoperitonium maupun aktivitas jantung janin pada USG.
- Tindakan operasi
Jika sudah parah atau terjadi ruptur pada tuba falopi, operasi mungkin diperlukan untuk mengangkat jaringan ektopik dan mencegah perdarahan lebih lanjut.
Operasi dapat dilakukan melalui laparoskopi—prosedur minimal invasif dengan sayatan kecil atau dengan pembedahan terbuka jika diperlukan. Setelah operasi, dokter akan memantau pasien guna memastikan tidak ada komplikasi lanjutan.
- Observasi
Bila usia kehamilan di atas 24 minggu, keadaan ibu dan janin baik, operasi dapat ditunda untuk memberi waktu bagi janin menjadi lebih matang. Dokter harus dilakukan observasi yang ketat untuk mengantisipasi terjadinya perdarahan, yang dapat mengancam jiwa.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan kondisi medis serius yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam nyawa. Dengan mengenali gejala seperti nyeri perut hebat, perdarahan tidak normal, atau pusing yang tiba-tiba, ibu hamil dapat segera mencari bantuan medis.
Pemahaman tentang kondisi ini, serta pemeriksaan rutin kehamilan, sangat penting untuk menjaga kesehatan ibu dan mendeteksi masalah sejak dini. Jika mengalami gejala yang mencurigakan, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter.
Referensi
Aravianti, Ni Luh Sri, Made Widhi Gunapria Darmapatni, and Ni Ketut Somoyani. “Gambaran Kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu.” OKSITOSIN Jurnal Ilmiah Kebidanan 9, no. 1 (February 1, 2022): 1–13.
"Kejadian Kehamilan Ektopik". Kemenkes Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Diakses pada November 2024.
Dewi, Tgk Puspa Dewi, and Meyla Risilwa. “KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU: SEBUAH TINJAUAN KASUS.” Kedokteran Syiah Kuala 17, no. 1 (April 1, 2017): 26–32.
Widjajahakim, Grace, and Shintia Christina. “KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI ABDOMEN.” Jurnal Kedokteran Meditek 15, no. 40 (January 1, 2009).
Ariyani, Farida, and Yulia Arifin. “Efforts to Detect and Handle of Interrupted Ectopic Pregnancy.” Proceedings of the International Conference on Nursing and Health Sciences 3, no. 2 (November 28, 2022): 359–64.
Sri Aravianti. “GAMBARAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA KOTA DENPASAR.” Poltekkes Denpasar (June 16, 2021).