Mengenal Talasemia, Diidap oleh 10.647 Penduduk Indonesia

Pernah mendengar tentang talasemia? Ini merupakan penyakit kelainan darah genetik yang cukup banyak pengidapnya. Diperkirakan, terdapat hampir 80 juta orang pembawa sifat talasemia di dunia dan jumlah kelahiran anak dengan talasemia mencapai 23.000 anak per tahun.
Untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap talasemia, PT Kalbe Farma Tbk dan Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassemia Indonesia (POPTI) mengadakan virtual media briefing bertajuk "Hidup Berdamai dengan Thalassemia: Kepatuhan pada Pengobatan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien" pada Senin (31/5/2021).
Acara ini menghadirkan dua pembicara, yaitu dr. Bambang Sudarmanto, Sp.A, (K), MARS, Konsultan Hematologi Onkologi Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang serta H. Ruswandi, Ketua Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassemia Indonesia (POPTI Pusat) dan Yayasan Thalassemia Indonesia (YTI). Simak, yuk!
1. Ini adalah kelainan di mana rantai hemoglobin dalam darah tidak terbentuk atau berkurang

Dokter Bambang memulai pemaparannya dengan menjelaskan definisi talasemia. Ini adalah kelainan darah karena rantai hemoglobin dalam darah tidak terbentuk atau berkurang. Menurutnya, talasemia merupakan penyakit keturunan yang didapat dari salah satu atau kedua orang tua.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Ruswandi, jumlah penyandang talasemia mayor di Indonesia pada tahun 2020 adalah 10.647 orang. Pengidap talasemia terbanyak berasal dari Jawa Barat sebesar 39,1 persen, diikuti dengan Jawa Tengah 13,6 persen, dan DKI Jakarta 8,1 persen.
"Di Indonesia diperkirakan pembawa sifat alfa talasemia mencapai 2,6-11 persen, beta talasemia 3-10 persen, serta talasemia HbE mencapai 1,6-33 persen dari total populasi yang mencapai 256 juta penduduk. Setiap tahun diperkirakan akan lahir 2.500 bayi dengan talasemia mayor," ujar dr. Bambang.
2. Penyandang talasemia memerlukan transfusi darah rutin

Menurut dr. Bambang, pengidap talasemia akan mengalami kekurangan kadar hemoglobin yang disebut anemia. Kondisi ini menyebabkan organ-organ penting seperti otak, jantung, ginjal, hati, dan lainnya kekurangan oksigen sebab hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen.
Pengidap talasemia perlu mendapatkan transfusi darah rutin. Transfusi darah diberikan jika kadar hemoglobin kurang dari 7 gr/dL dan harus rutin dilakukan dalam rentang waktu 2-4 minggu. Tiap kantong darah biasanya mengandung 200-250 mg zat besi.
Lama-kelamaan, zat besi akan menumpuk di dalam jaringan tubuh. Sehingga, setelah 20 kali transfusi darah, akan terjadi kelebihan zat besi (iron overload).
"Zat besi berlebih akan tertimbun di organ-organ penting seperti otak, pankreas, jantung, hati, ginjal, serta organ penting lainnya yang dapat mengakibatkan gagal jantung, sirosis hepatis, diabetes melitus, kelainan ginjal, dan kematian," terang dr. Bambang.
Untuk mencegah komplikasi, kelebihan zat besi harus dikeluarkan dari tubuh dengan pengobatan kelasi besi. Bisa dengan injeksi menggunakan pompa suntik atau obat oral untuk dikonsumsi secara rutin.
3. Pasien talasemia di Indonesia menghadapi berbagai hambatan

Menjadi penyandang talasemia di Indonesia tidaklah mudah. Terdapat berbagai hambatan yang harus dihadapi demi memperbaiki kualitas hidupnya.
Misalnya, dari aspek perawatan, pengadaan darah di rumah sakit terkadang masih kurang sehingga pasien harus mencari pendonor sendiri. Lalu, masalah rujukan yang hanya berlaku selama 3 bulan dan membuat orang tua dan pasien harus selalu memperbarui rujukannya. Sering kali, ini sulit dilakukan karena lemahnya kondisi pasien.
Tak kalah penting, jumlah unit talasemia di Indonesia masih kurang. Pasien yang tempat tinggalnya jauh dari unit layanan harus mengeluarkan biaya transportasi yang besar dan jauhnya perjalanan menurunkan kondisi pasien.
Belum lagi, penyandang talasemia terkadang sulit mendapatkan pekerjaan karena mereka bergantung pada transfusi darah setiap bulan. Ini menyebabkan pasien sering tidak masuk kerja.
"Namun, penyandang talasemia diimbau agar berbesar hati dan selalu optimis, terus bersemangat dalam menjalani hidup, serta jangan putus asa demi masa depan mereka. Yang penting, rutin melakukan transfusi darah dan mengonsumsi obat kelasi besi untuk menurunkan kadar zat besi dalam tubuh," imbau dr. Bambang.
Selain itu, ia menekankan betapa pentingnya screening talasemia untuk mendapatkan data awal yang idealnya dilakukan sebelum menikah. Konseling genetik yang mendalam dilakukan setelah hasil screening keluar.