Tahapan Radang Usus Buntu: dari Bengkak Ringan hingga Gawat Darurat

- Radang usus buntu terjadi ketika bagian usus buntu mengalami peradangan, infeksi, iritasi, atau tersumbat, sehingga ukurannya membengkak.
- Tahapan radang usus buntu bisa dimulai dari peradangan ringan hingga pecahnya usus buntu yang berbahaya.
- Gejala awal biasanya berupa rasa tidak nyaman di perut, lalu memburuk seiring perkembangan penyakit.
Kalau bicara soal sakit perut, ada satu kondisi yang sering bikin cemas, yaitu radang usus buntu atau apendisitis. Organ kecil yang biasanya “diam” ini bisa tiba-tiba berubah menjadi sumber rasa sakit hebat, bahkan bisa berbahaya. Gejalanya sering muncul mendadak, tanpa peringatan.
Radang usus buntu akut adalah penyebab utama tindakan operasi perut pada anak-anak, sekaligus menjadi kasus kegawatdaruratan bedah perut yang paling banyak terjadi di dunia.
Radang usus buntu terjadi ketika bagian usus buntu mengalami peradangan, infeksi, iritasi, atau tersumbat, sehingga ukurannya membengkak secara tidak normal. Saat usus buntu meradang, risiko infeksi bakteri meningkat tajam.
Dalam banyak kasus, penyebabnya hampir selalu sama, yaitu usus buntu tersumbat. Begitu tersumbat, bakteri yang biasanya ada di dalamnya akan “terperangkap,” berkembang biak, dan memicu infeksi. Lama-kelamaan, dinding usus buntu bisa menebal, bernanah, bahkan pecah. Penyumbatan ini biasanya disebabkan oleh fekalit, semacam batu kecil yang terbentuk dari tinja yang kering dan keras, lalu menyumbat saluran usus buntu.
Ada empat tahap perkembangan apendisitis yang menggambarkan tingkat keparahan dan komplikasinya: simpel (radang ringan), supuratif (mulai bernanah), gangrenosa (jaringan mati), dan perforasi (pecahnya usus buntu). Tahapan ini bisa berkembang dari pembengkakan ringan hingga kondisi darurat ketika usus buntu benar-benar pecah. Untuk lebih detailnya, baca ulasan di bawah ini, ya!
Tahap 1: Peradangan awal atau simpel
Tahap pertama radang usus buntu, dikenal juga sebagai peradangan awal atau catarrhal appendicitis, terjadi ketika usus buntu tersumbat—biasanya oleh fekalit, yaitu gumpalan kecil dari tinja yang mengeras. Akibat sumbatan ini, usus buntu mulai membengkak. Pada tahap ini, infeksi maupun pecahnya usus buntu belum terjadi.
Gejalanya sering samar dan mudah diabaikan. Beberapa tanda yang mungkin muncul antara lain:
Demam ringan.
Nyeri tumpul di sekitar pusar.
Rasa mual.
Nyeri perut yang kemudian berpindah ke bagian kanan bawah.
Rasa sakit yang makin parah saat bergerak atau batuk.
Tahap ini biasanya berlangsung beberapa jam, dengan gejala yang semakin jelas dalam 12–24 jam. Sekitar 75 persen pasien akhirnya mencari pertolongan medis dalam kurun waktu tersebut. Penanganan cepat dengan antibiotik intravena (IV) dan obat pereda nyeri biasanya memberi hasil yang sangat baik. Namun, pada sebagian kasus, radang usus buntu bisa kambuh kembali hingga sekitar 20 persen setelah pengobatan awal.
Tahap 2: Flegmonosa atau supuratif
Memasuki tahap flegmonosa atau supuratif, kondisi radang usus buntu mulai memburuk. Sumbatan yang tidak teratasi membuat bakteri menyebar ke dinding usus buntu. Akibatnya, infeksi pun terbentuk, disertai munculnya abses (kantong kecil berisi nanah) di dalam jaringan.
Pada tahap ini, gejala menjadi lebih parah dan benar-benar mengganggu aktivitas sehari-hari. Tanda-tandanya dapat meliputi:
Sembelit.
Demam yang lebih tinggi.
Nyeri perut yang makin hebat.
Mual dan muntah.
Nyeri tajam di perut kanan bawah.
Jika sudah sampai tahap ini, infeksi bisa menyebar ke organ di sekitarnya sehingga risiko komplikasi meningkat. Pada tahap ini, kamu harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan serius, mulai dari pengendalian nyeri, pemberian antibiotik, hingga operasi. Dengan penanganan cepat dan tepat, peluang pulih tetap sangat baik.
Tahap 3: Gangrenosa

Apendisitis gangrenosa terjadi ketika peradangan berat memutus aliran darah ke usus buntu. Kondisi ini membuat jaringan di dalamnya mati (nekrosis) dan mulai membusuk. Pada tahap ini, dinding usus buntu bisa berubah warna menjadi ungu, hijau, atau bahkan hitam, yang merupakan tanda bahwa jaringan sudah rusak parah.
Gejalanya pun makin serius, meliputi:
Detak jantung yang cepat.
Demam tinggi.
Mual dan muntah.
Nyeri perut yang sangat hebat.
Tanpa penanganan segera, usus buntu berisiko pecah, menyebarkan infeksi ke seluruh rongga perut. Karena itu, operasi darurat diperlukan untuk mengangkat jaringan yang sudah mati dan mencegah komplikasi berbahaya. Biasanya pasien perlu dirawat beberapa hari di rumah sakit untuk melanjutkan pemberian antibiotik melalui infus. Meski risiko komplikasi meningkat pada tahap ini, tetapi pemulihan tetap sangat mungkin jika tindakan medis dilakukan tepat waktu.
Tahap 4: Perforasi (pecah)
Apendisitis perforasi adalah kondisi ketika usus buntu pecah, melepaskan nanah dan bakteri ke dalam rongga perut. Kondisi ini bisa terjadi dalam waktu 24 jam atau bahkan lebih cepat sejak gejala pertama muncul.
Saat pecah, tubuh kadang membentuk abses sebagai cara alami untuk membatasi penyebaran infeksi. Namun, jika tidak terkontrol, pecahnya usus buntu dapat memicu peritonitis, yaitu infeksi serius yang menyebar ke lapisan dalam perut.
Gejala usus buntu pecah:
Kebingungan atau penurunan kesadaran.
Detak jantung cepat.
Demam tinggi.
Otot perut menegang tanpa sadar (terutama bila terjadi peritonitis).
Tekanan darah rendah.
Nyeri perut yang hebat.
Tubuh terasa lemah.
Rasa nyeri sempat berkurang sesaat setelah usus buntu pecah.
Tahap ini merupakan fase paling berbahaya dari radang usus buntu. Penanganan darurat mutlak diperlukan, biasanya dengan operasi segera dan perawatan intensif untuk mencegah infeksi menyebar luas dan mengancam nyawa.
Pada tahap ini, kondisi ini sudah termasuk gawat darurat dan operasi segera menjadi satu-satunya pilihan. Waktu pemulihan sangat bergantung pada seberapa parah infeksinya. Dalam beberapa kasus, kamu mungkin perlu perawatan intensif untuk mengatasi komplikasi yang bisa muncul, seperti:
Fistula, yaitu terbentuknya saluran abnormal antara usus dengan organ lain.
Infeksi atau pembekuan darah di pembuluh darah sekitar hati.
Sumbatan usus yang mengganggu aliran makanan dan cairan.
Sepsis, yakni kondisi berbahaya ketika infeksi menyebar ke seluruh tubuh.
Pembengkakan ginjal akibat aliran urine yang terhambat.
Klasifikasi radang usus buntu lainnya
Selain berdasarkan tahapan, dokter juga sering mengelompokkan radang usus buntu menjadi akut, tidak rumit (uncomplicated), rumit (complicated), atau kronis.
Radang usus buntuk akut
Radang usus buntu akut terjadi ketika peradangan pada usus buntu muncul secara tiba-tiba. Gejalanya biasanya khas, seperti:
Perut membengkak.
Nyeri tajam yang awalnya muncul di sekitar pusar, lalu berpindah ke perut kanan bawah.
Mual dan muntah.
Demam.
Sembelit atau diare.
Jumlah sel darah putih meningkat.
Jika tidak segera ditangani, risiko komplikasi meningkat. Karena itu, operasi pengangkatan usus buntu (apendektomi) biasanya dilakukan secepat mungkin.
Radang usus buntu akut tidak rumit
Jenis ini menggambarkan peradangan pada usus buntu yang belum menimbulkan komplikasi seperti pecah, abses, atau peritonitis.
Perawatan standar tetap berupa operasi pengangkatan usus buntu. Namun, pada sebagian orang dewasa (dan jarang pada anak), dokter bisa saja memilih terapi antibiotik spektrum luas selama 10 hari. Meski begitu, angka kekambuhan radang usus buntu dalam setahun bisa mencapai 15–41 persen jika hanya dirawat dengan antibiotik.
Radang usus buntu akut rumit
Radang usus buntu ini terjadi ketika peradangan sudah berkembang lebih jauh hingga pecah, menyebabkan peritonitis atau terbentuknya abses.
Gejalanya lebih berat dan meluas, meliputi nyeri perut yang makin parah, demam tinggi, menggigil, denyut jantung cepat, hingga tekanan darah rendah sebagai tanda sepsis.
Kondisi ini adalah darurat medis yang harus segera ditangani. Terapi meliputi operasi pengangkatan usus buntu, pengeluaran cairan abses bila ada, serta pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mengendalikan infeksi.
Radang usus buntu kronis
Meski jarang, tetapi sekitar 1 persen kasus radang usus buntu bersifat kronis. Artinya, terjadi peradangan usus buntu yang ringan namun berlangsung lama.
Gejalanya berupa nyeri perut ringan hingga sedang yang datang dan pergi (flare-up), biasanya bertahan lebih dari 48 jam. Beberapa orang bisa mengalami keluhan ini selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapat diagnosis yang tepat.
Solusi tetap sama, yaitu apendektomi, untuk mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Timeline nyeri radang usus buntu

Rasa sakit pada radang usus buntu muncul karena saraf yang masuk ke sumsum tulang belakang bagian toraks (punggung tengah) ikut terstimulasi akibat pembengkakan pada usus buntu.
Pada tahap awal, nyeri biasanya terasa ringan, samar, dan seperti pegal. Lokasinya sering di sekitar pusar dan bisa muncul-hilang. Namun seiring peradangan makin parah, usus buntu yang meradang mulai menyentuh jaringan pelapis dinding perut. Di sinilah nyeri berpindah ke perut kanan bawah, berubah menjadi tajam, terus-menerus, dan makin berat.
Perpindahan lokasi dan peningkatan intensitas nyeri ini umumnya terjadi dalam 12 hingga 24 jam. Meski begitu, setiap orang bisa mengalami variasi, tidak selalu mengikuti pola yang sama persis.
Tahapan radang usus buntu bisa dimulai dari peradangan ringan hingga pecahnya usus buntu yang berbahaya. Gejala awal biasanya berupa rasa tidak nyaman di perut, tetapi nyeri dapat berkembang cepat hanya dalam hitungan jam. Penanganan bisa meliputi antibiotik, obat pereda nyeri, hingga operasi darurat.
Memahami tahapan radang usus buntu sangat penting. Mengenali gejala sejak dini dapat mencegah penyakit berkembang ke tahap yang lebih berat sekaligus mengurangi risiko komplikasi. Jika kamu atau orang terdekat mengalami tanda-tanda radang usus buntu, segera cari bantuan medis.
Referensi
Marcus Blohs et al., “Acute Appendicitis Manifests as Two Microbiome State Types With Oral Pathogens Influencing Severity,” Gut Microbes 15, no. 1 (January 23, 2023), https://doi.org/10.1080/19490976.2022.2145845.
Elroy P. Weledji, Anutebeh V. Zisuh, and Eleanore Ngounou, “Management of Appendicitis: Appendicectomy, Antibiotic Therapy, or Both?,” Annals of Medicine and Surgery 85, no. 4 (March 27, 2023): 897–901, https://doi.org/10.1097/ms9.0000000000000401.
"Understanding the Stages of Appendicitis—and When To Seek Help." Health. Diakses Agustus 2025.
Lotfollahzadeh S, Lopez RA, Deppen JG. Appendicitis. [Updated 2024 Feb 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493193/
Waseem M, Wang CF. Pediatric Appendicitis. [Updated 2025 Jun 17]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441864/
Basil Garo-Falides and Thomas William Wainwright, “Pseudoappendicitis: Abdominal Pain Arising From Thoracic Spine Dysfunction—a Forgotten Entity and a Reminder of an Important Clinical Lesson,” BMJ Case Reports, September 20, 2016, bcr2016216490, https://doi.org/10.1136/bcr-2016-216490.
"How Appendicitis Can Progress if Left Untreated." Verywell Health. Diakses Agustus 2025.
"What doctors wish patients knew about appendicitis." American Medical Association. Diakses Agustus 2025.