5 Penyakit yang Bisa Menyebabkan Orang Meninggal Mendadak

- Marissa Haque meninggal tiba-tiba di rumah sakit Premier, Bintaro.
- Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Contohnya hematoma subdural, aritmia, dan emboli paru.
Marissa Haque dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (2/10/2024) di rumah sakit Premier, Bintaro. Sang putri, Bella Fawzi mengonfirmasi kabar tersebut lewat unggahannya di rumah duka. Kabar kepergian sang artis sekaligus politikus ini tak hanya mengagetkan bagi masyarakat, tapi juga bagi para sahabat Marissa.
Melalui pesan teks, penyanyi Trie Utami mengungkap kronologi meninggalnya Marissa, berdasarkan kesaksian Shannaz Haque sang adik. Istri Ikang Fawzi itu disebut masih bugar dan beraktivitas biasa sebelum mengembuskan napas terakhir.
"Tadi malam masih belajar terus ganti baju dan tidur. Dalam tidur kayaknya collaps, dibawa ke (RS) Premiere, jam 2 sudah dinyatakan meninggal," terang Trie Utami.
"Gak ada tanda apa-apa, tidak dalam keadaan sakit," ungkapnya.
Kamu mungkin bertanya-tanya kenapa seseorang bisa meninggal dunia secara tiba-tiba.
Kematian mendadak digambarkan sebagai kematian yang tidak terduga, nontraumatik, yang terjadi dalam kurun waktu satu jam sejak timbulnya gejala baru atau gejala yang makin parah, dalam kurun waktu 24 jam sejak terakhir kali orang tersebut terlihat hidup.
Di bawah ini akan dibahas beberapa penyakit yang awalnya tidak menunjukkan gejala signifikan, tetapi bisa berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan baik. Inilah daftar penyakit yang bisa menyebabkan penderitanya meninggal mendadak yang tentunya patut kita waspadai bersama.
1. Aritmia dan henti jantung mendadak

Aritmia adalah kondisi nadi jantung berdenyut tidak normal misalnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau berdenyut dengan irama yang tidak beraturan.
Aritmia bisa menyebabkan seseorang mengalami henti jantung mendadak, yang mana jantung tidak dapat memompa darah ke otak dan sebagai akibatnya seseorang bisa meninggal bila tidak segera mendapatkan penanganan.
Kematian jantung mendadak dan aritmia merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, yang mencakup 15–20 persen dari seluruh kematian.
Gejala utama dari henti jantung mendadak adalah merasakan jantung berdetak terlalu cepat atau tidak beraturan dan merasa pusing terhuyung-huyung seperti hendak jatuh. Namun, tidak sedikit pula yang tidak menunjukkan gejala apa pun.
Lebih lanjut, kondisi henti jantung mendadak lebih banyak dialami oleh orang laki-laki dibandingkan orang perempuan, terutama di usia 30 hingga 40 tahunan.
Seseorang yang memiliki kondisi berikut ini lebih berisiko mengalami henti jantung mendadak:
- Pernah mengalami serangan jantung. Seseorang yang baru saja mengalami serangan jantung rentan terhadap henti jantung mendadak, terutama selama 6 bulan setelah serangan jantung
- Sesaat setelah serangan jantung, pernah mengalami kondisi ventrikel takikardi (bilik jantung berdetak terlalu cepat), atau ventrikel fibrilasi (jantung berdetak dengan arus listrik yang terlalu cepat dan tidak beraturan)
- Memiliki penyakit jantung koroner, termasuk riwayat kesehatan seperti aktif merokok, jantung yang membesar, dan kolesterol tinggi
- Memiliki anggota keluarga yang mempunyai masalah dengan kesehatan jantung. Contohnya sindrom Wolf-Parkinson-White, henti jantung mendadak, dan blok jantung
- Sering pingsan dengan alasan yang tidak jelas
- Memiliki riwayat kelainan di pembuluh darah dan memiliki penyakit jantung bawaan
- Obesitas dan diabetes
- Memiliki kondisi kardiomiopati (otot jantung tidak elastis dan kaku)
- Menggunakan obat terlarang seperti narkotika
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
- Melakukan tes kesehatan jantung secara rutin setiap tahunnya
- Rajin berolahraga dan menerapkan pola makan rendah lemak
- Tidak merokok
- Menurunkan berat badan terutama bila memiliki berat badan melebihi batas normal
- Apabila memiliki penyakit diabetes, pastikan gula darah terkontrol
- Apabila memiliki riwayat penyakit jantung, rutin berkonsultasi dengan dokter untuk memonitor kesehatan jantung
2. Hematoma intrakranial

Hematoma intrakranial adalah pendarahan yang terjadi di dalam tengkorak karena pecahnya pembuluh darah di dalam kepala. Pembuluh darah ini pecah karena cedera, misalnya jatuh atau mengalami kecelakaan.
Seseorang yang pernah jatuh dan mengalami kecelakaan disarankan untuk melakukan pemindaian CT scan atau MRI untuk memeriksa apakah ada penggumpalan darah atau pembengkakan di otak. Hasilnya akan membantu dokter dalam menentukan langkah pengobatan yang tepat, misalnya pemberian resep obat atau operasi.
Gejala dari hematoma intrakranial antara lain:
- Mengalami sakit kepala yang parah secara tiba-tiba.
- Sakit kepala yang berkaitan dengan insiden kecelakaan atau cedera.
- Sakit kepala ringan tetapi tidak kunjung sembuh.
- Sakit kepala yang disertai dengan leher terasa kaku atau kencang.
- Mudah lelah dan mengantuk.
- Merasa bingung.
- Muntah lebih dari dua kali dalam durasi 24 jam.
- Kejang.
- Mengalami koma atau tidak sadarkan diri
Hematoma intrakranial juga dapat terjadi pada anak-anak akibat dari guncangan yang keras dan pernah jatuh.
Gejala yang muncul pada anak-anak mirip dengan gejala pada orang dewasa, dengan tambahan di bagian kepala anak terlihat bengkak, mengalami patah tulang di bagian lengan dan kaki, pendarahan di retina, dan tidak sadarkan diri.
Untuk mencegah hematoma intrakranial, dianjurkan untuk mengenakan helm saat mengendarai sepeda, sepeda motor, skateboard, atau skuter. Jangan lupa kenakan sabuk pengaman saat berkendara dengan mobil.
Anak-anak yang pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sangat disarankan untuk diperiksakan ke dokter guna memastikan tidak ada cedera di otak dan kepala.
3. Hematoma subdural

Hematoma subdural adalah pendarahan yang terjadi di antara lapisan dura dan selaput arachnoid. Lapisan dura adalah lapisan terluar di selaput meninges yang melindungi otak dan tulang belakang.
Hematoma subdural umumnya terjadi di bayi atau balita dan lansia. Pada bayi atau balita, ini bisa terjadi akibat kekerasan dalam rumah tangga, misalnya dipukul, diguncang keras, atau trauma saat proses persalinan. Sementara pada lansia, ini bisa terjadi karena penyusutan di otak yang lalu menyebabkan pembuluh darah di otak meregang dan mudah robek.
Gejala hematoma yang perlu diwaspadai antara lain:
- Awalnya terlihat baik-baik saja setelah cedera, tetapi beberapa hari atau minggu kemudian orang tersebut merasakan kebingungan dan dapat tidak sadarkan diri.
- Sesaat setelah cedera, orang tersebut langsung tidak sadarkan diri dan bahkan mengalami koma.
- Sekadar informasi, gejala seperti kebingungan, pusing, kejang, dan muntah dapat muncul 2 minggu setelah insiden cedera.
Lebih lanjut, orang yang menggunakan obat pengencer darah seperti aspirin dan warfarin juga berisiko mengalami hematoma subdural apabila mengalami cedera di kepala.
Pencegahan dapat dilakukan dengan secara ketat memantau lansia agar tidak jatuh, mengawasi anak di rumah, menggunakan protokol keselamatan seperti sabuk pengaman dan helm saat berkendara atau melakukan aktivitas yang memiliki risiko jatuh atau cedera.
4. Emboli paru

Emboli paru adalah penyumbatan di arteri paru-paru karena saluran arteri tersumbat oleh gumpalan-gumpalan darah. Gumpalan darah umumnya berasal dari darah yang menggumpal di pembuluh darah vena dalam (deep vein) di kaki. Gumpalan ini kemudian berjalan ke atas menuju paru-paru. Apabila gumpalan terlalu banyak, darah tidak bisa mengalir ke paru-paru dan terjadilah emboli paru.
Sepertiga dari pasien dengan emboli paru dapat meninggal dunia karena jantung berhenti mendadak (cardiac arrest) sebelum dokter menemukan gumpalan atau penyumbatan di rumah sakit.
Segera memeriksakan diri ke dokter apabila sering mengalami gejala kaki terasa kencang atau kaku kemudian bengkak, dada terasa sesak atau berat dan tidak bisa hilang, dan kram otot atau spasme otot.
Gejala emboli paru lainnya antara lain:
- Sesak napas.
- Dada terasa sakit saat menghirup udara, batuk, dan membungkuk. Rasa sakit membuat penderita merasa kesulitan untuk bernapas dalam.
- Batuk yang mengeluarkan darah atau dahak yang tercampur dengan darah.
- Detak jantung sangat cepat atau tidak beraturan.
- Demam.
- Kaki terasa sakit atau bengkak terutama di bagian betis.
- Pusing seperti hendak jatuh.
- Berkeringat.
- Warna kulit menjadi pucat kebiruan (sianosis).
Meskipun siapa pun dapat mengalami pembekuan darah yang mengakibatkan emboli paru, tetapi faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko.
Knda berisiko lebih tinggi jika kamu atau salah satu kerabat sedarah, seperti orang tua atau saudara kandung, pernah mengalami pembekuan darah vena atau emboli paru di masa lalu.
Faktor risiko emboli paru lainnya meliputi:
- Dirawat di rumah sakit atau terbaring di tempat tidur selama lebih dari beberapa hari.
- Duduk di pesawat, mobil, atau kereta selama lebih dari beberapa jam tanpa berjalan.
- Patah kaki atau mengalami cedera berat.
- Menjalani operasi penggantian pinggul atau lutut.
- Memakai kateter vena, yaitu tabung yang dimasukkan ke dalam vena untuk memberikan cairan dan obat-obatan atau untuk tes medis.
- Mengidap kanker atau menjalani kemoterapi.
- Sedang hamil, ketika berat janin menekan vena di panggul dan memperlambat aliran darah di kaki.
- Kegemukan atau obesitas.
- Merokok, yang merusak dan menyempitkan pembuluh darah.
- Mengonsumsi pil KB.
- Mengonsumsi terapi penggantian hormon.
- Mengidap gagal jantung atau penyakit paru kronis yang parah.
- Mengidap penyakit radang usus (kolitis ulseratif atau penyakit Crohn).
- Memiliki darah yang lebih mungkin membentuk gumpalan (trombofilia).
Kamu juga berisiko lebih tinggi jika pernah mengalami trombosis vena dalam atau emboli paru di masa lalu. Sekitar 33 persen orang yang mengalami trombosis vena dalam atau emboli paru akan mengalaminya lagi dalam 10 tahun.
Berikut tips untuk mencegah emboli paru:
- Mengontrol asupan makanan untuk mencegah obesitas.
- Berhenti merokok.
- Rajin berolahraga.
- Tidak duduk terlalu lama terutama saat sedang bekerja dan menonton TV.
- Memastikan tubuh tidak dehidrasi dengan minum air yang cukup.
- Setelah melakukan operasi, usahakan untuk menggerakkan kaki untuk mencegah penggumpalan darah di pembuluh vena dalam di kaki.
- Apabila harus melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, kenakan pakaian yang longgar dan nyaman, berjalan, dan menggerakkan kaki setiap 30 menit.
- Berkonsultasi dengan dokter apabila memiliki riwayat penggumpalan darah.
5. Aneurisme aorta

Aneurisme aorta adalah sebuah kondisi ketika pembuluh darah besar yang membawa darah dari jantung untuk disalurkan ke seluruh tubuh mengalami pembengkakan. Kondisi ini umumnya terjadi di daerah perut dan kondisi ini sering tidak terdeteksi karena proses pembengkakan terjadi lambat.
Riwayat keluarga dan gaya hidup dapat berperan dalam risiko terkena aneurisme aorta. Aneurisme aorta paling sering terjadi pada orang yang merokok, berusia di atas 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, memiliki riwayat aneurisme aorta dalam keluarga, dan mengidap hipertensi.
Gejala aneurisme aorta yang perlu diwaspadai antara lain:
- Sakit di rahang, dada, leher, atau punggung atas.
- Batuk, sulit bernapas.
- Di bagian perut terdapat benjolan atau sedikit menggelembung.
- Sakit di bagian perut, paha, dan punggung dan tidak kunjung sembuh meskipun sudah mengganti posisi serta minum obat antinyeri.
Pengobatan aneurisme aorta tergantung pada seberapa besar gelembung atau pembengkakan di pembuluh darah. Namun, apabila pembengkakan terlalu besar, lebih dari 5 cm, maka dokter akan melakukan operasi untuk mengeluarkan bagian pembuluh darah yang bengkak dan menggantinya dengan transplantasi fabric tube. Bila tidak segera diobati, pasien bisa meninggal dunia terutama bila pembuluh darah sampai pecah.
Itulah lima penyakit yang dapat mengakibatkan kematian mendadak terutama bila tidak segera mendapat intervensi medis. Kelalaian dalam mengidentifikasi dan melakukan penanganan secara dini akan mengakibatkan pasien mengalami sesak napas, pendarahan, tidak sadarkan diri, dan jantung berhenti bekerja.
Apabila kamu atau orang di sekitarmu mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas tadi, jangan buang waktu dan segera cari pertolongan medis.
Referensi
Yekben, Merve Gönül, and Oytun Erbaş. “Sudden Death: Causes, Epidemiology, and Associations in Cardiology.” 2023, Volume 8 - Issue 1&2 | Demiroglu Science University Florence Nightingale Journal of Transplantation, 2023.
Cleveland Clinic. Diakses pada Oktober 2024. Sudden Cardiac Death.
Srinivasan NT, Schilling RJ. Sudden Cardiac Death and Arrhythmias. Arrhythm Electrophysiol Rev. 2018 Jun;7(2):111-117.
Healthline. Diakses pada Oktober 2024. Intracranial Hemorrhage.
WebMD. Diakses pada Oktober 2024. Subdural Hematoma: Causes, Symptoms, & Treatments.
University of Utah Health. Diakses pada Oktober 2024. Pulmonary Embolism.
Mayo Clinic. Diakses pada Oktober 2024. Pulmonary embolism.
Cleveland Clinic. Diakses pada Oktober 2024. Aortic Aneurysm.
IDN Times. Diakses pada Oktober 2024. Kronologi Meninggalnya Marissa Haque, Tanpa Gejala Sakit.
JEMS. Diakses pada Oktober 2024. Five Common Causes of Sudden Unexpected Death Every EMS Provider Should Know.