Musirakumva, Jean Jacques Safari, Jean Nepomuscene Renzaho, and Alphonse Habineza. “Prevalence of Anemia and Associated Factors Among Pregnant Women in Kigeme Refugee Camp, Rwanda.” Rwanda Journal of Medicine and Health Sciences 7, no. 2 (August 22, 2024): 239–47.
Bongomin, Felix, Winnie Kibone, Ritah Nantale, Sarah Lebu, Byron Awekonimungu, Phillip Musoke, Daniel S. Ebbs, et al. “Anemia Prevalence and Severity Among Pregnant Refugee Women Settled in the West Nile Region, Uganda.” PLoS ONE 20, no. 8 (August 22, 2025): e0329970.
Risiko Anemia pada Ibu Hamil di Pengungsian, Ancam Ibu dan Janin

- Berbagai studi menunjukkan bahwa risiko anemia pada ibu hamil di pengungsian tergolong tinggi dan menjadi masalah kesehatan serius.
- Keterbatasan akses pangan bergizi di lingkungan pengungsian secara langsung meningkatkan risiko anemia pada ibu hamil.
- Anemia yang tidak ditangani dapat meningkatkan risiko kematian ibu, perdarahan berlebihan saat persalinan, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), dan kematian neonatal.
Kondisi darurat seperti banjir, bencana alam, perang, atau bencana lainnya kerap memaksa banyak keluarga tinggal di pengungsian atau tempat yang tidak memadai, termasuk ibu hamil yang berada dalam kelompok paling rentan. Risiko anemia pada ibu hamil di pengungsian menjadi masalah serius karena keterbatasan akses makanan bergizi, layanan kesehatan, serta tingginya stres fisik dan psikologis.
Jika tidak ditangani dengan baik, anemia pada ibu hamil bukan hanya berdampak pada kesehatan ibu, tetapi juga dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan gangguan tumbuh kembang janin.
1. Prevalensi anemia pada ibu hamil di pengungsian
Berbagai studi menunjukkan bahwa risiko anemia pada ibu hamil di pengungsian tergolong tinggi dan menjadi masalah kesehatan serius.
Penelitian pada ibu hamil pengungsi di Distrik Adjumani, Wilayah West Nile, Uganda, menemukan prevalensi anemia mencapai 52,6 persen. Dari angka tersebut, sebanyak 28 persen mengalami anemia ringan, 24,1 persen anemia sedang, dan 0,7 persen anemia berat.
Pada studi lain di Kamp Pengungsian Kigeme, tim peneliti mencatat prevalensi anemia sebesar 20,8 persen. Faktor-faktor yang berkontribusi antara lain kurangnya variasi makanan, sering tidur dalam keadaan lapar, tidak rutin mengonsumsi suplemen zat besi dan asam folat, riwayat perdarahan selama kehamilan, serta minimnya konsumsi pangan hewani.
Temuan ini menegaskan bahwa keterbatasan akses pangan bergizi di lingkungan pengungsian secara langsung meningkatkan risiko anemia pada ibu hamil.
2. Dampak serius anemia yang tidak ditangani

Anemia yang tidak ditangani pada ibu hamil di pengungsian dapat memicu dampak serius, baik bagi ibu maupun bayi. Dari sisi maternal, anemia meningkatkan risiko kematian ibu, perdarahan berlebihan saat persalinan, serta menurunkan kemampuan tubuh melawan infeksi di lingkungan pengungsian yang rentan penyakit.
Sementara itu, bagi janin dan bayi baru lahir, anemia berhubungan dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), hingga kematian neonatal.
Kombinasi faktor gizi buruk, akses layanan kesehatan terbatas, dan kondisi hidup yang tidak stabil membuat anemia menjadi ancaman serius yang membutuhkan penanganan cepat.
3. Pentingnya intervensi dini di lingkungan pengungsian
Tingginya risiko anemia pada ibu hamil di pengungsian menunjukkan perlunya intervensi yang lebih terarah dan berkelanjutan. Edukasi kesehatan mengenai dampak anemia selama kehamilan menjadi langkah awal yang krusial. Ini penting agar ibu hamil memahami pentingnya asupan gizi seimbang dan kepatuhan terhadap suplementasi zat besi dan asam folat.
Selain itu, promosi kunjungan antenatal care sejak dini sangat dibutuhkan untuk mendeteksi anemia lebih awal dan mencegah komplikasi. Penyediaan suplemen zat besi dan folat secara konsisten di fasilitas kesehatan pengungsian juga menjadi kunci untuk menurunkan beban anemia pada populasi ibu hamil yang sangat rentan ini.
Risiko anemia pada ibu hamil di pengungsian menjadi isu kemanusiaan yang membutuhkan perhatian serius. Tanpa intervensi tepat seperti edukasi gizi dan akses antenatal care yang memadai, dampaknya bisa mengancam keselamatan ibu dan bayi.
Referensi


















