"Study: Early adolescent smartphone use linked to depression, obesity, insufficient sleep." American Academy of Pediatrics. Diakses November 2025.
Ran Barzilay, Samuel D. Pimentel, Kate T. Tran, Elina Visoki, David Pagliaccio, Randy P. Auerbach; Smartphone Ownership, Age of Smartphone Acquisition, and Health Outcomes in Early Adolescence. Pediatrics 2025; e2025072941. 10.1542/peds.2025-072941.
Studi Ungkap Risiko Jika Anak Diberikan Smartphone Terlalu Cepat

- Studi baru menunjukkan anak yang memiliki smartphone sebelum usia 12 berisiko lebih tinggi mengalami depresi, gangguan tidur, dan obesitas.
- Risiko kesehatan membesar semakin muda usia anak saat menerima smartphone pertamanya.
- Peneliti menekankan perlunya kehati-hatian orang tua dan perlindungan digital yang lebih jelas untuk anak.
Usia 11 tahun sering kali menjadi titik kecil yang menandai hal besar. Anak mendapatkan smartphone pertamanya. Buat sebagian keluarga, ini adalah simbol kepercayaan, rasa aman, atau kebutuhan belajar. Namun, studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa keputusan sederhana itu dapat membawa konsekuensi kesehatan yang lebih panjang dari yang dibayangkan.
Tim peneliti dari Children’s Hospital of Philadelphia, University of California Berkeley, dan Columbia University, Amerika Serikat (AS), menelusuri data lebih dari 10.000 remaja di AS yang mengikuti Adolescent Brain Cognitive Development Study (ABCD) antara 2018–2020. Dari data itu, sebanyak 63,6 persen sudah memiliki smartphone—dan median usia mereka mendapatkannya adalah 11 tahun. Dari sini, benang merah mulai tampak.
Anak yang sudah memiliki smartphone pada usia 12 tahun atau lebih muda menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami depresi dan tidur yang tidak memadai. Efeknya bahkan bersifat “dose-response”, yang artinya makin muda usianya, makin buruk dampaknya. Mereka juga memiliki risiko obesitas yang lebih besar dibanding anak yang tidak mempunyai smartphone pada usia yang sama.
Yang menarik, para peneliti tidak menilai apa yang anak lakukan di smartphone. Tidak ada data soal penggunaan aplikasi, durasi bermain game, atau intensitas media sosial. Mereka cuma menanyakan satu hal: “Apakah memiliki smartphone pada usia ini berkaitan dengan kesehatan mereka?” Jawabannya, menurut temuan studi tersebut, adalah iya.
Pada pengamatan satu tahun kemudian, anak yang belum memiliki smartphone dilaporkan memiliki kesehatan mental yang lebih baik dibanding mereka yang sudah memilikinya sejak usia dini. Bahkan saat peneliti memasukkan variabel lain, misalnya anak mungkin punya tablet atau iPad, hasilnya tetap tidak berubah.
Bagaimana orang tua bisa menyikapinya?

Ran Barzilay, psikiater anak dan peneliti utama studi ini, mengatakan bahwa smartphone kini seharusnya dipandang sebagai “faktor signifikan” dalam kesehatan remaja. Ia tak menolak sisi positifnya, tetapi smartphone dapat mendekatkan anak dengan teman, menjadi alat belajar, bahkan alat keamanan saat mereka pergi sendiri. Namun, ia mengingatkan bahwa keputusan memberi smartphone kepada anak tidak bisa hanya didasari pada tuntutan zaman.
Ia dan timnya kini ingin meneliti anak-anak yang mendapat smartphone bahkan sebelum usia 10 tahun, serta memahami siapa yang paling rentan mengalami dampak negatif. Tujuannya sederhana namun penting, yaitu menemukan cara agar anak tetap terlindungi tanpa menghilangkan manfaat teknologi yang memang dibutuhkan di era ini.
Di sisi lain, kekhawatiran soal screen time bukan hal baru. Pada tahun 2023, mantan Surgeon General AS, Dr. Vivek Murthy, merekomendasikan keluarga membuat “zona bebas gadget” dan mendorong anak kembali membangun hubungan tatap muka. Beberapa negara bagian bahkan mulai memberlakukan pembatasan penggunaan smartphone di sekolah.
Dengan 95 persen remaja usia 13–17 tahun di AS telah memiliki smartphone (Pew Research Center, 2024), tren ini jelas tidak akan berbalik. Anak-anak makin muda juga ikut masuk arus—lebih dari separuh usia 11–12 tahun sudah memiliki smartphone, bahkan sebagian kecil anak usia 5 tahun ke bawah juga memilikinya.
Pada akhirnya, menurut Barzilay, smartphone pasti akan menjadi bagian dari kehidupan setiap remaja. Tantangannya bukan melarang sepenuhnya, melainkan memastikan anak tidak kehilangan tidur, kesehatan mental, atau keseimbangan hidup hanya karena perangkat yang seharusnya membantu mereka tumbuh. Orang tua perlu terlibat aktif dalam mengawasi, menetapkan batas, dan menciptakan ruang aman di dunia digital anak.
Referensi



















