Mengenal Virus Polio VPDV, Penyebab, dan Pencegahannya

Mulai Senin (15/1/2024), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaksanakan Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio secara serentak di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, dan Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Pemberian imunisasi novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) menargetkan 8,4 juta anak berusia 0–7 tahun. Rinciannya, Provinsi Jawa Timur sebanyak 4,4 juta anak, Provinsi Jawa Tengah 3,9 anak, dan Kabupaten Sleman sebanyak 149 ribu anak.
Pelaksanaan Sub PIN akan dilaksanakan selama satu pekan, diikuti sweeping selama lima hari.
Sub PIN Polio ini menargetkan anak usia 0–7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Artinya, meski status imunisasi sudah lengkap, anak tetap harus mengikuti program Sub PIN Polio.
Seperti yang sudah diketahui, virus polio dapat mengakibatkan kelumpuhan hingga kematian. Anak kecil, khususnya yang berusia kurang dari 5 tahun, termasuk kelompok yang rentan terinfeksi virus ini.
Mungkin kamu bertanya-tanya mengapa anak yang sudah mendapatkan empat dosis vaksin oral polio vaccine (OPV) perlu melakukan imunisasi ulang. Alasan ini ada kaitannya dengan kondisi yang dinamai vaccine-derived poliovirus (VPDV) atau circulating vaccine-derived poliovirus (cVDPV).
Apa itu VPDV ini dan kenapa ini harus diwaspadai? Keterangannya bisa kamu simak di bawah ini.
1. Apa itu VPDV?

VPDV adalah strain virus polio yang bermutasi dari strain yang digunakan di dalam OPV. OPV mengandung virus polio yang hidup namun dilemahkan untuk kemudian bereplikasi di dalam usus dalam kurun waktu tertentu sehingga orang yang bersangkutan membentuk antibodi di dalam tubuhnya.
Terkadang strain OPV yang bereplikasi di dalam usus dapat berubah secara genetik atau bermutasi yang dapat menyebabkan kelumpuhan seperti gejala dari virus polio liar. Kondisi inilah yang dijuluki VPDV.
Ada tiga jenis VPDV yaitu VPDV1, VPDV2, dan VPDV3. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan wabah polio yang bersikulasi di Indonesia akhir-akhir ini adalah VPDV2.
Menambahkan dari Polio Global Eradication Initiative, VPDV terbilang langka namun angka cVDPV meningkat beberapa tahun terakhir akibat rendahnya tingkat imunisasi di komunitas.
WHO juga menyebutkan bahwa VPDV dapat menyebar di komunitas yang angka vaksinasi polionya masih rendah atau belum maksimal, terutama bila area tersebut mempunyai sanitasi yang buruk, tidak higenis, dan padat penduduk.
VPDV disebut bersikulasi atau cVDPV apabila ada penularan dari orang ke orang di sebuah komunitas.
2. Mengapa harus diimunisasi ulang?

Anak yang belum memperoleh dosis vaksin OPV lengkap sebaiknya segera melengkapi dosis vaksin agar terlindung dari virus polio.
Untuk mereka yang sudah memperoleh dosis vaksin OPV secara lengkap, disarankan untuk mendapatkan booster atau imunisasi ulang untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus polio yang sedang mewabah.
Sebuah artikel dari Imperial College London tahun 2022 menyebutkan bahwa vaksin dapat melindungi anak-anak dari kelumpuhan terutama bila terekspos oleh virus, belum memperoleh vaksin, atau angka kekebalan terhadap virus polio di komunitas tersebut rendah.
Imunisasi ulang pada anak-anak yang sudah memperoleh dosis vaksin polio secara lengkap selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh, juga dapat mencegah angka penularan di sebuah komunitas.
Bayi yang ibunya pernah memperoleh vaksin dTap saat masih mengandung belum mempunyai kekebalan tubuh yang cukup untuk melawan virus polio. Itulah sebabnya imunisasi polio saat anak berada di jenjang pendidikan anak usia dini sangat penting.
3. Pengobatan dan pencegahan

Tim medis akan memeriksa sampel feses dari pasien yang menunjukkan gejala kelumpuhan untuk memastikan apakah pasien tersebut mengidap VPDV atau strain virus polio yang lain, misalnya wild poliovirus (WPV) atau virus polio sabin.
Apabila pasien benar terinfeksi oleh VPDV, maka dokter dan tim akan melapor ke departemen kesehatan diikuti dengan memeriksa riwayat kesehatan dan kontak pasien.
Riwayat kesehatan meliputi informasi apakah pasien sudah memperoleh vaksin polio secara lengkap dan jenis vaksin yang diterima.
Tim medis juga akan melakukan tracking seperti apakah pasien berada di sekolah, tempat penitipan anak, termasuk memeriksa komunitas tempat tinggal.
Menurut Kemenkes, penemuan dan pengobatan dini dapat mencegah pasien yang terinfeksi oleh virus polio mengalami kecacatan yang memburuk.
Perlu diketahui bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan kelumpuhan akibat dari virus polio. Terapi fisik dan pemberian obat antispasmodik dapat membantu melenturkan otot dan meningkatkan mobilitas.
Satu-satunya cara untuk mencegah VPDV adalah mengikuti vaksinasi sesuai anjuran dari dokter. Panduan vaksinasi/imunisasi wajib untuk anak dapat diperoleh dari dokter anak masing-masing atau otoritas kesehatan setempat.
Selain memperoleh vaksin atau imunisasi, masyarakat juga perlu menjaga kebersihan lingkungan seperti mempunyai fasilitas tempat pembuangan kotoran yang baik dan menyalurkannya ke tempat yang khusus, sehingga tidak mencemari lingkungan.
Setiap lingkungan juga sebaiknya mempunyai tempat penampungan sampah yang terpisah dan jauh dari permukiman penduduk.
Juga, pakai masker saat sedang sakit dan tetap di rumah hingga sembuh total.