Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

9 Rekomendasi Double Feature dari Sutradara Indie Favorit

poster film Longlegs dan The Blackcoat's Daughter (dok. NEON/Longlegs | dok. A24/The Blackcoat's Daughter)

Butuh referensi tontonan segar akhir pekan ini? Langsung melipir ke sinema garapan sutradara indie, deh. Mengingat sinema independen sedang menggeliat seiring kesuksesan rumah produksi A24 dan NEON, menemukan film indie berkualitas di bioskop dan layanan streaming sebenarnya gak sulit lagi, kok.

Buat sontekan, kamu bisa menyimak rekomendasi double feature karya sutradara indie berikut. Dijamin akhir pekanmu lebih berfaedah daripada main medsos seharian.

1. Sean Baker: Tangerine (2015) dan The Florida Project (2017)

poster film Tangerine dan The Florida Project karya Sean Baker (dok. Magnolia Pictures/Tangerine | dok. A24/The Florida Project)

Sedang naik daun berkat kesuksesannya meraih Palem Emas dalam Cannes Film Festival 2024, Sean Baker punya beberapa koleksi film indie menarik yang rilis 2010-an. Dua yang bisa kamu tonton sebagai double feature adalah Tangerine (2015) dan The Florida Project (2017). Keduanya mendapuk kelompok marginal yang tinggal di bawah bayang-bayang ingar bingar kota wisata. Tangerine berlatarkan Los Angeles dan berlakon dua transpuan, sementara The Florida Project mengekor kehidupan ibu muda dan anak perempuannya yang tinggal tak jauh dari taman hiburan megah milik Disney di Florida.

2. Oz Perkins: The Blackcoat's Daughter (2015) dan Longlegs (2024)

poster The Blackcoat's Daughter dan Longlegs karya Oz Perkins. (dok. A24/The Blackcoat's Daughter | dok. NEON/Longlegs)

Setali tiga uang dengan Baker, Oz Perkins juga sedang ramai dibicarakan berkat perilisan film horor terbarunya: Longlegs (2024). Kalau suka dengan gaya sinematiknya, silakan coba film debutnya yang juga bergenre horor, yakni The Blackcoat's Daughter (2015). Meski tak sama, keduanya menyertakan unsur supranatural dan satanisme yang memikat secara plot. Longlegs dikemas lewat perspektif agen FBI yang melakukan investigasi kasus pembunuhan berantai, sementara film debutnya mengikuti kisah mencekam di sebuah sekolah asrama.

3. Kristoffer Borgli: Sick of Myself (2022) dan Dream Scenario (2023)

poster film Dream Scenario dan Sick of Myself (dok. A24/Dream Scenario | dok. Oslo Pictures/Sick of Myself)

Butuh asupan film absurd yang menghibur dan provokatif? Langsung coba dua film sutradara indie Norwegia Kristoffer Borgli. Sebelum dikenal luas lewat Dream Scenario (2024) yang dibintangi Nicolas Cage, ia pernah merilis film lain berjudul Sick of Myself (2022). Ceritanya beda jauh, tetapi sama-sama bergenre komedi satire dan bermuatan komentar sosial. Dream Scenario membahas fenomena viral lewat dosen yang datang di mimpi hampir semua orang. Sementara, Sick of Myself menyelami batin dua sejoli yang sama-sama haus perhatian dan validasi eksternal. 

4. Lukas Dhont: Girl (2018) dan Close (2022)

poster film Girl dan Close (dok. Diaphana Distribution/Girl | dok. Diaphana Distribution/Close)

Lukas Dhont juga bisa jadi referensi double feature, nih. Mengusung genre psikodrama dan coming of age, kamu bisa menyelami kehidupan remaja dengan segala polemik serta ledakan emosinya. Kamu bisa mulai dari Girl (2018) yang mengikuti pergolakan batin seorang remaja transgender. Lalu, kamu lanjutkan dengan Close (2022), film peraih nominasi Oscar yang membahas isu maskulinitas toksik dan dampaknya pada remaja laki-laki. 

5. Cooper Raiff: Freshman Year (2020) dan Cha Cha Real Smooth (2022)

poster film Cha Cha Real Smooth dan Freshman Year (dok. Apple TV+Cha Cha Real Smooth | dok. IFC Films/Freshman Year)

Representasi akurat kegalauan khas milenial dan gen Z bisa kamu temukan dalam dua filmnya Cooper Raiff. Freshman Year mengekspos pertemuan tak sengaja dua mahasiswa baru yang menyadarkan mereka kalau ekspektasi dan realitas itu jarang sejalan. Setelah lulus dari bangku kuliah, tak serta-merta pula hidupmu bakal tertata. Hal ini menginspirasi Raiff membuat film Cha Cha Real Smooth 2 tahun berselang. 

6. Joachim Trier: Reprise (2006) dan Oslo, August 31st (2011)

poster film Oslo, August 31st dan Reprise (dok. The Match Factory/Oslo, August 31st | dok. Criterion/Reprise)

Masih bertema kegalauan anak muda, coba film-filmnya Joachim Trier. Dikenal luas lewat The Worst Person in the World (2022), kamu harus coba dua film lawasnya juga. Reprise dan Oslo, August 31st dibintangi aktor Anders Danielsen Lie. Dalam Reprise, ia memerankan 1 dari 2 pemuda yang beraspirasi jadi penulis. Mereka harus melalui berbagai penolakan dan drama dari jalan hidup yang mereka pilih. Dalam Oslo, August 31st, Danielsen Lie didapuk jadi pemuda yang baru keluar dari rehabilitasi narkoba. Ia berusaha membangun kembali karier dan hubungan personalnya dengan orang terdekat. 

7. Chloe Zhao: The Rider (2017) dan Songs My Brother Taught Me (2015)

poster film The Rider dan The Songs My Brothers Taught Me (dok. MUBI/The Rider | dok. MUBI/The Songs My Brothers Taught Me)

Sebelum merilis Nomadland yang fenomenal pada 2020, Chloe Zhao pernah membuat dua film indie berlatarkan kawasan reservasi alias pemukiman khusus penduduk pribumi di Amerika Serikat. Sama-sama menghangatkan hati, kamu bisa mulai dari Songs My Brothers Taught Me. Film ditulis dari perspektif bocah perempuan yang baru tahu kalau ia punya banyak kakak laki-laki dari ayahnya yang melakukan praktik poligami. Silakan lanjut dengan The Rider yang mengekspos kultur rodeo di kalangan penduduk pribumi. 

8. Levan Akin: And then We Danced (2019) dan Crossing (2024)

poster film And Then We Danced dan Crossing (dok. Tri Art Film/And Then We Danced | dok. MUBI/Crossing)

Penasaran dengan sinema Georgia? Tik Levan Akin di mesin pencarian untuk berkenalan dengan dua film panjang garapannya. Akin debut lewat And Then We Danced yang dilarang tayang di negeri asalnya karena mendapuk karakter LGBTQ+. Namun, di balik pelarangannya, film ini bisa jadi gerbang buatmu mengamati kultur maskulin Georgia lewat seni balet mereka. Pada 2024, Akin kembali lewat film Crossing yang kali ini diambil gambarnya di Istanbul. Film ini mengikuti perjalanan seorang guru yang mencari kemenakan perempuannya karena wasiat dari kakaknya. 

9. Ali Abbasi: Border (2018) dan Holy Spider (2022)

poster film Border dan Holy Spider (dok. Tri Art Film/Border | dok. Utopia Distribution/Holy Spider)

Coba juga Ali Abbasi kalau kamu ingin coba nonton double feature bergenre thriller dari dua negara berbeda sekaligus. Abbasi pernah merilis Border yang berlatarkan Swedia dan Holy Spider yang terinspirasi kisah pembunuh bayaran asal Iran. Border rilis lebih dulu dan dikombinasikannya dengan genre romantis dan supranatural. Genre Holy Spider lebih ke drama sosial dan thriller, tetapi tetap dikemasnya ala film horor yang tegang serta suram. 

Lagi rajin-rajinnya mencatat sutradara indie potensial gara-gara kesuksesan beberapa film horor indie rilisan NEON dan A24? Boleh, kok, kamu jadikan daftar di atas untuk memperkaya referensimu. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us