8 Titik Lelah Seorang Penulis yang Bikin Ingin Berhenti Berkarya

Semua orang bisa menulis. Namun, tidak setiap orang mampu mengerjakannya secara profesional dan konsisten. Menulis sebagai suatu pekerjaan ternyata tak semudah kelihatannya.
Seorang penulis yang telah berpengalaman sekalipun dapat merasa begitu lelah. Kadang kelelahan ini sampai bikin mereka ingin berhenti berkarya. Beristirahat sejenak dan mencari dukungan diperlukan saat penulis menghadapi situasi sebagai berikut.
1. Mengedit naskah lama yang panjang dan berantakan

Contohnya, mengedit naskah buku atau novel. Jumlah halamannya mencapai ratusan. Sudah bertahun-tahun naskah itu belum menemukan penerbit dan masih perlu terus diperbaiki.
Walaupun jam terbang membuat kemampuan seorang penulis sudah meningkat daripada saat naskah pertama ditulis, proses ini gak lantas mudah. Banyaknya kesalahan, cacat logika, serta gaya menulis lama yang membosankan bikin proses mengedit begitu berat. Ini harus tetap dikerjakan karena ide tulisan sebenarnya bagus dan punya prospek.
2. Tulisan yang dibuat susah payah minim pembeli atau pembaca

Penulis mana pun pasti sedih mendapati artikelnya minim pembaca atau bukunya gak laku di pasaran. Padahal, proses mengerjakannya tidak sebentar. Pun ia telah mengerahkan segenap kemampuan terbaiknya.
Dari segi kualitas, penulis yakin karyanya cukup baik. Namun, keberuntungan belum juga menyapanya. Sekalipun materi bukan satu-satunya tujuannya dalam berkarya, kerja keras begitu lama menjadi terasa sia-sia.
3. Tidak kunjung ada kepastian tentang naskah yang dikirimkannya

Tulisan yang ditolak oleh penerbit atau media massa memang bikin sedih. Akan tetapi, penolakan naskah ternyata masih mending daripada nasib yang menggantung. Tak jarang penulis sampai berkali-kali mencoba menghubungi pihak redaksi. Namun, belum tentu ada respons.
Sekalipun penulis sadar karyanya mungkin masih banyak kekurangan, naskah ini sangat penting baginya. Jika naskah sudah resmi ditolak, dia bisa memperbaikinya dan mengirimkannya lagi ke penerbit atau media berbeda. Tanpa kepastian, naskah tidak dapat sembarangan digunakan untuk keperluan lain.
4. Bisa hidup mandiri dari menulis, tapi tetap saja dianggap pengangguran

Penulis yang bebas dari cap pengangguran barangkali hanyalah mereka yang sangat terkenal, penghasilannya besar, atau punya pekerjaan lain. Sementara itu, penulis yang bisa hidup mandiri dari karyanya tetapi tidak kaya raya kerap dipandang sebelah mata.
Apalagi menulis menjadi satu-satunya sumber nafkahnya. Cibiran tetangga, teman sebaya, sampai keluarga besar kerap diperoleh. Tekanan ini bisa membuat penulis bekerja terlampau keras demi membuktikan keberhasilannya.
5. Melihat karya orang lain cepat terkenal

Sama seperti orang lain, penulis juga bisa insecure melihat perkembangan penulis lain. Ada penulis yang sudah bertahun-tahun berkarya, tetapi popularitas karyanya belum seberapa. Padahal, ia juga sudah berusaha mempromosikannya.
Akan tetapi, ada pula tipe penulis bintang. Artinya, dalam waktu yang cukup singkat karyanya bisa mencuri perhatian banyak orang. Kondisi begini dapat membuat penulis yang lebih lama berkiprah menjadi minder.
6. Sering dicela oleh pembaca atau sesama penulis

Sekalipun dalam kesehariannya penulis hanya berinteraksi dengan sedikit orang, bukan berarti gesekan tak pernah terjadi. Kadang antara dirinya dengan pembaca, kadang malah dengan sesama penulis. Penyebabnya adalah kritik yang lebih terasa sebagai celaan.
Kritik tak terasa membangun, justru menurunkan semangatnya dalam berkarya. Penulis mengerti karyanya tidak perfect. Akan tetapi, sama sekali gak diapresiasi dan malah dihina habis-habisan tentunya menyakitkan.
7. Hasil secara materi belum layak untuk hidup

Penulis yang sudah mampu hidup dari karyanya saja masih punya tekanan berupa anggapan orang bahwa dirinya pengangguran. Apalagi penulis yang penghasilannya masih sangat kecil dan tidak memiliki pekerjaan lain.
Menulis selalu memerlukan banyak energi, tetapi hasilnya secara materi dirasa belum sepadan. Banyak penulis yang akhirnya pindah haluan dan sepenuhnya meninggalkan kegiatan menulis. Tentunya ini disayangkan karena boleh jadi ia termasuk penulis potensial.
8. Karyanya dijiplak atau dibajak

Untuk menghasilkan karya, penulis mendedikasikan seluruh kemampuan terbaiknya. Namun, apa yang terjadi kemudian? Orang lain dengan mudah menjiplak karyanya bahkan memperjualbelikannya.
Dengan harga jual yang lebih murah, sumber penghasilan penulis aslinya tentu langsung kering. Ini sebabnya semua penulis paling geram dengan aksi plagiat dan pembajakan karya. Siapa pun pelakunya pasti bakal dihujat ramai-ramai.
Jika ada orang yang masih menggampangkan pekerjaan sebagai penulis, pasti ia belum sepenuhnya menceburkan diri ke dunia kepenulisan. Penulis tentu memahami konsekuensi atas pilihan hidupnya. Meski demikian, alangkah baiknya kalau orang-orang di sekitarnya bisa kasih support agar ia bersemangat dalam berkarya.