4 Fakta Time-Out, Metode Mendisiplinkan Anak Tanpa Hukuman Fisik

Pertama kali dikembangkan pada 1950-an, time out merupakan metode mendisiplinkan anak tanpa hukuman fisik. Metode ini berakar pada prinsip sebab-akibat yang bertujuan mengurangi perilaku agresif anak, seperti memukul, melempar barang, atau menendang orang lain.
Meski berusia cukup tua, tetapi metode ini masih dinilai cukup efektif di masa modern. Untuk mengenal motode time out lebih jauh, yuk simak fakta tentang time out berikut ini.
1. Efektif untuk membuat efek jera pada anak

Metode ini telah dipelajari selama beberapa dekade. Dilansir Indiana University, berbagai studi menunjukkan bahwa time out berkaitan dengan pengurangan perilaku agresif serta peningkatan kepatuhan anak. Bahkan, ini dianjurkan oleh American Academy of Pediatrics sebagai best practice untuk mendisiplinkan anak.
Time out mengajarkan anak konsep perilaku negatif yang tidak boleh dilakukan. Saat ia berbuat salah, maka ia harus menanggung risikonya. Metode ini juga diharapkan membuat anak introspeksi diri sehingga tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Sebagai contoh, ketika anak tantrum, time out bisa berupa menempatkannya pada ruangan. Hanya sendirian. Ini memberikannya waktu beberapa saat untuk merasa lebih tenang. Setelah waktu time out berakhir, anak diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas seperti semula.
2. Mengundang kontroversi

Walau dinilai efektif, tetapi metode ini juga mendapat reputasi buruk dan kritikan keras. Sebagian besar orang percaya bahwa "menghukum" anak dengan mengisolasinya tidak mendorong regulasi emosi yang sehat di masa mendatang. Anak-anak bisa saja melihat time out sebagai penolakan atas perasaan mereka, alih-alih berintrospeksi diri.
Akan tetapi, studi yang terbit dalam Academic Pediatrics pada 2017 melaporkan, 85 persen orangtua menggunakan metode time out dengan cara keliru sehingga menyakiti perasaan anak. Dengan demikian, metode ini menjadi tidak efektif.
3. Kesalahan umum saat menerapkan metode time out

Metode time out dinilai efektif dalam membawa perubahan perilaku pada anak. Namun ini jika dilakukan dengan cara yang tepat. Sayangnya gak sedikit orangtua menggunakan metode ini dengan cara keliru sehingga penggunaannya menjadi tidak efektif.
Salah satu kesalahan umum yang dilakukan orangtua ialah menggunakan time out sebagai hukuman bagi anak. Dibalut rasa frustrasi saat anak berperilaku negatif, orangtua akhirnya memarahi anak atau bahkan berteriak saat menyuruh anak untuk time out.
Lebih parah lagi apabila time out sengaja dilakukan di depan orang lain sehingga anak merasa dipermalukan. Dengan demikian, anak merasa takut dan terintimidasi. Hal ini jelas bukan cara yang baik untuk mengajarkan anak cara berperilaku yang baik.
4. Cara yang tepat untuk menerapkan time out

Lantas bagaimana langkah-langkah melakukan time out dengan tepat? Menurut keterangan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Amerika Serikat, berikut yang bisa orangtua lakukan untuk menerapkan time out kepada buah hatinya.
- Jika si kecil berperilaku negatif, seperti tidak mengindahkan perintah, berikan peringatan time out. Katakan bahwa ia harus berdiam diri untuk beberapa saat jika tidak menurut. Lakukan dengan intonasi yang lembut. Orangtua bisa berkata, "Kalau mainannya gak disimpan, kamu harus diam di kamar, ya." Tunggu hingga lima detik. Jika anak tidak menurut, minta anak diam di ruangan yang dimaksud selama beberapa saat.
- Terapkan time out selama 2 sampai 5 menit. Idealnya, waktu time out bisa disesuaikan dengan usia anak. Untuk anak berusia 2 tahun bisa diterapkan time out selama 2 menit, begitu pula seterusnya.
- Saat masa time out, berikan anak waktu untuk sendirian. Jangan ceramahi anak, jangan berbicara dengan anak, jangan pula biarkan siapa pun berbicara kepadanya, dan abaikan anak jika protes atau menangis.
- Jika anak menolak untuk time out, tuntun tangannya dengan lembut atau gendong anak ke tempat yang dimaksud. Jangan paksa dengan menyeret anak.
- Setelah masa time out berakhir, orangtua bisa menghampiri anak dan kembali memberikan kehangatan seperti sedia kala, seperti memeluk atau mengelus kepalanya.
Melakukan metode ini mungkin terasa berat karena rasanya tidak tega membiarkan si kecil berdiam diri sendirian untuk beberapa saat. Namun ini diperlukan agar si kecil menyadari bahwa perilakunya salah sehingga tidak boleh diulangi lagi. Tentunya metode ini juga harus dilakukan dengan tepat agar efektif, ya!