Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Alasan Mengapa Orang Enggan Jadi Pemimpin, Padahal Punya Kompetensi

ilustrasi pemimpin (pexels.com/Rebrand Cities)

Dalam dunia profesional maupun kehidupan sehari-hari, gak semua orang merasa nyaman atau siap untuk mengambil peran sebagai pemimpin. Sebagian orang bahkan secara aktif menghindari tanggung jawab tersebut, meskipun memiliki potensi dan kemampuan yang mumpuni. Apakah kamu sendiri pernah berada di situasi tersebut?

Nah, artikel ilmiah berjudul Do I Dare? The Psychodynamics of Anticipated Image Risk, Leader-Identity Endorsement, and Leader Emergence (2023) menggali lebih dalam faktor-faktor psikologis yang mendasari fenomena ini. Melibatkan lebih dari 1.700 partisipan dari berbagai latar belakang, termasuk karyawan dan mahasiswa. Hasilnya, didapati 3 alasan mengapa seseorang enggan mengindentifikasi diri sebagai pemimpin. Penasaran apa saja alasannya? Baca sampai akhir, ya!

1. Takut terlihat mendominasi

ilustrasi pemimpin yang mendominasi (pexels.com/Yun Krukau)

Takut terlihat mendominasi menjadi salah satu alasan utama yang diungkapkan para partisipan dalam penelitian ini. Banyak dari mereka khawatir jika mengambil peran sebagai pemimpin, mereka akan dianggap sebagai sosok yang terlalu bossy, otoriter, atau mendominasi. Seperti yang diungkapkan salah satu partisipan, “Saya tidak ingin terlihat memaksa atau memanfaatkan orang yang lemah. Saya juga tidak ingin terlihat dingin.”

Menariknya, meskipun istilah seperti bossy sering dikaitkan secara negatif dengan pemimpin perempuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita sama-sama takut dianggap memiliki sifat seperti itu.

2. Takut dianggap berbeda

ilustrasi pemimpin yang dianggap berbeda (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Takut dianggap berbeda menjadi alasan umum lainnya yang membuat seseorang enggan menjadi pemimpin. Banyak partisipan merasa bahwa mengambil peran sebagai pemimpin akan membuat mereka menjadi pusat perhatian dan terlihat berbeda dari orang lain bahkan ketika perhatian tersebut bersifat positif.

Seorang partisipan mengungkapkan, “Saya tidak ingin dijadikan panutan atau diidolakan. Saya merasa nyaman memimpin, tetapi pada saat yang sama, saya ingin tetap sejajar dengan orang lain.” Kekhawatiran ini mencerminkan rasa takut bahwa menjadi pemimpin berarti harus mengorbankan rasa kebersamaan dan keterikatan dengan kelompok.

3. Khawatir dipandang belum layak memimpin

ilustrasi merasa tidak layak menjadi pemimpin (pexels.com/cottonbro studio)

Terlepas dari apakah mereka merasa memiliki kemampuan yang cukup. Alasan ketiga yang banyak dialami partisipan adalah khawatir orang lain akan melihat mereka sebagai sosok yang tidak pantas memimpin. Salah seorang partisipan bercerita, “Saya tahu orang sering mengasosiasikan pria dengan peran kepemimpinan, dan itu membuat saya merasa kurang nyaman. Saya khawatir jika mencoba menjadi pemimpin di bidang saya, orang tidak akan menganggap saya serius.”

Kekhawatiran ini sering kali didasarkan pada pengalaman nyata, terutama bagi kelompok yang kurang terwakili, seperti perempuan dan individu dari latar belakang ras tertentu. Namun, apakah kekhawatiran ini berdasar atau tidak, dampaknya sangat signifikan terhadap cara seseorang memandang diri sendiri.

4. Tips mencegah dan mengatasi ketakutan menjadi pemimpin

ilustrasi pemimpin (pexels.com/fauxels)

Penelitian ini juga menemukan beberapa tips psikologis yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi ketakutan tersebut, sehingga lebih banyak orang akan merasa nyaman mengidentifikasi diri mereka sebagai pemimpin. Berikut beberapa tipsnya:

  1. Posisikan kepemimpinan sebagai sesuatu yang gak menakutkan dan kesalahan dalam kepemimpinan adalah hal wajar yang gak akan memberikan dampak permanen pada reputasi seseorang.
  2. Asosiasikan diri dengan stereotip, siapa saja bisa menjadi pemimpin dan mengambil peran kepemimpinan akan dipandang secara positif.
  3. Tantang gagasan bahwa pemimpin itu dilahirkan yang sering kali bikin seseorang melihat kesalahan yang dibuat seolah tanda bahwa memang tidak cocok untuk memimpin.
  4. Pandang kepemimpinan sebagai keterampilan yang bisa dipelajari dan dikembangkan.

Dengan memahami ketakutan-ketakutan ini, harapanya kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi diri kita sendiri atau orang lain yang merasa ragu untuk memimpin. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, dan dengan pendekatan yang tepat, ketakutan tersebut bisa dikurangi. Nah, kamu sendiri paling relate sama nomor berapa? Atau kamu punya ketakutan lainnya? Atau mungkin, ternyata kamu Si Paling Pede jadi pemimpin? Yuk, share pengalamanmu di kolom komentar!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fitria Madia
EditorFitria Madia
Follow Us