Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Mitos Populer Seputar MBTI, Cek Faktanya!  

ilustrasi berdiskusi bersama teman (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi berdiskusi bersama teman (pexels.com/Ivan Samkov)
Intinya sih...
  • MBTI hanya memetakan preferensi umum, bukan kepribadian menyeluruh.
  • Hasil MBTI bisa berubah seiring waktu dan tidak menentukan kepribadian seumur hidup.
  • Kepribadian seseorang tidak hanya ditentukan oleh MBTI, tapi juga latar belakang dan pengalaman pribadi.

MBTI atau Myers-Briggs Type Indicator telah menjadi salah satu tes kepribadian paling populer, baik di media sosial maupun dalam konteks profesional. Banyak orang menggunakan hasil tes ini sebagai panduan untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Namun, popularitasnya juga memunculkan banyak kesalahpahaman tentang apa sebenarnya MBTI dan bagaimana menginterpretasikan hasilnya.

MBTI sebenarnya dirancang sebagai alat untuk memahami preferensi psikologis, bukan untuk mengkotak-kotakkan orang. Sayangnya, beberapa mitos tentang MBTI terus beredar dan mempengaruhi cara orang memandang diri sendiri maupun orang lain. Berikut ini empat mitos umum seputar MBTI yang perlu diluruskan berdasarkan fakta.

1. MBTI menentukan kepribadian secara mutlak

ilustrasi membaca buku (unsplash.com/Kelly Sikkema)
ilustrasi membaca buku (unsplash.com/Kelly Sikkema)

Banyak yang percaya bahwa hasil MBTI menunjukkan kepribadian seseorang secara menyeluruh dan tetap. Misalnya, jika seseorang mendapat hasil INTJ, maka dianggap sebagai pribadi yang kaku, logis, dan tertutup dalam segala situasi. Padahal, MBTI hanya memetakan preferensi umum terhadap cara berpikir, berinteraksi, dan mengambil keputusan dalam kondisi tertentu.

Kepribadian manusia jauh lebih kompleks daripada empat huruf yang dihasilkan dari MBTI. Faktor lain seperti lingkungan, pengalaman hidup, nilai-nilai personal, serta perubahan emosi juga sangat memengaruhi perilaku seseorang. Oleh karena itu, MBTI sebaiknya digunakan sebagai alat refleksi, bukan sebagai cap kepribadian yang bersifat mutlak atau tidak berubah.

2. Tipe MBTI seorang tidak pernah berubah

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/cottonbro studio)

Ada anggapan bahwa sekali mengikuti tes MBTI dan mendapatkan tipe tertentu, maka tipe tersebut akan melekat seumur hidup. Kenyataannya, hasil MBTI bisa berubah seiring waktu, terutama jika dilakukan dalam rentang tahun yang berbeda. Perubahan lingkungan, tekanan hidup, dan pertumbuhan pribadi dapat mengubah kecenderungan seseorang.

Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% orang yang mengulang tes MBTI dalam jangka waktu beberapa minggu hingga bulan bisa mendapatkan tipe yang berbeda. Hal ini menegaskan bahwa MBTI bukanlah alat diagnosis yang stabil. Tipe MBTI lebih tepat dipahami sebagai gambaran sesaat tentang preferensi kognitif, bukan identitas tetap.

3. Orang bertipe sama pasti punya kepribadian yang sama

ilustrasi sahabat (pexels.com/ELEVATE)
ilustrasi sahabat (pexels.com/ELEVATE)

Salah satu miskonsepsi umum adalah menganggap dua orang dengan tipe MBTI yang sama pasti punya karakteristik yang identik. Contohnya, semua ENFP dianggap spontan, emosional, dan penuh ide. Padahal, kepribadian seseorang tidak hanya ditentukan oleh preferensi MBTI, tapi juga oleh latar belakang, perjalanan hidup, dan pengalaman pribadi yang membentuk pola pikir serta respons emosi mereka.

Dua orang dengan tipe MBTI sama bisa memiliki pendekatan yang sangat berbeda terhadap konflik, hubungan, atau karier. MBTI tidak mengukur aspek penting lain seperti kecerdasan emosional, nilai moral, motivasi, atau tingkat kematangan psikologis. Menyamakan individu hanya berdasarkan tipenya justru berisiko menyederhanakan keragaman manusia yang kompleks dan dapat memicu stereotip yang tidak produktif.

4. MBTI diakui secara ilmiah sebagai tes psikologi yang akurat

ilustrasi seorang psikolog (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi seorang psikolog (pexels.com/Alex Green)

Popularitas MBTI sering menimbulkan kesan bahwa tes ini memiliki dasar ilmiah yang kuat. Faktanya, banyak psikolog profesional meragukan validitas dan reliabilitas MBTI. Salah satu kritik utamanya adalah hasil yang tidak konsisten saat diulang dan kurangnya bukti empirik bahwa MBTI mampu memprediksi perilaku secara akurat.

Berbeda dengan tes seperti Big Five Personality Traits yang berbasis bukti ilmiah, MBTI lebih bersifat deskriptif dan reflektif. Itu sebabnya, MBTI lebih cocok dijadikan alat eksplorasi diri daripada penilaian psikologis formal. Menggunakannya secara bijak berarti memahami keterbatasannya dan tidak menggantungkan keputusan penting hanya pada hasil tes ini.

Mengenal kepribadian lewat MBTI bisa membantu kita dalam proses refleksi diri. Memahami batasan dan mitos seputar MBTI membantu kita menggunakan alat ini dengan lebih bijak. Gunakan alat ini untuk belajar dan berkembang, bukan untuk membatasi diri atau orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us